Petualangan di Copper Beeches Part 3

18 2 0
                                    

.
.
.
.
.

"Oh, saya jamin itu. Saya yakin masalah Anda ini lebih menarik dibanding kasus-kasus lain yang saya tangani selama beberapa bulan terakhir ini. Ada hal-hal yang terselubung. Kalau Anda merasa ragu-ragu atau menghadapi bahaya..."

"Bahaya! Bahaya apa yang Anda bayangkan?"

Holmes menggeleng dengan serius. "Kalau saya tahu, sudah bukan bahaya lagi namanya."katanya. "Tapi, silakan mengirim telegram, dan saya akan siap membantu Anda kapan saja, tak peduli siang atau malam"

"Baiklah, kalau begitu." Dengan sigap gadis itu bangkit dari kursinya, wajahnya sudah tak cemas lagi. "Saya akan berangkat ke Hampshire dengan perasaan lega sekarang. Saya akan segera mengirim kabar pada Mr. Rucastle, memotong rambut saya nanti malam, dan berangkat ke Winchester besok pagi." Dia mengucapkan terima kasih pada Holmes, lalu permisi pulang.

"Setidak-tidaknya," kataku ketika langkah-langkah kaki gadis itu yang mantap dan cekatan terdengar menjauh menuruni tangga, "nampaknya gadis itu bisa menjaga diri."

"Dia memang harus menjaga diri dengan baik," kata Holmes dengan serius.

"Aku yakin kita akan menerima surat darinya tak lama lagi."

Dugaan temanku ternyata benar. Dua minggu berlalu, dan pikiranku selalu melayang pada nasib gadis itu. Aku terus bertanya tanya pada diriku sendiri, pengalaman aneh apa yang sedang dialaminya? Bayaran yang amat tinggi, syarat-syarat yang aneh, pekerjaan yang ringan, semua ini tidak wajar adanya. Cuma sekadar ketidakwajaran ataukah ada rencana jahat di balik semua itu? Pria itu, apakah dia seorang dermawan ataukah seorang bajingan? Aku benar-benar tak mampu menjelaskannya. Sedangkan Holmes, dia sering duduk termenung selama setengah jam dengan alisnya dikerutkan dan terbuai dalam lamunannya. Tapi dia selalu menghindar sambil melambaikan tangannya ke udara kalau aku menyebut-nyebut tentang gadis itu kepadanya.

"Mana datanya? Data! Data!" teriaknya dengan sengit. "Aku tak mungkin membuat bata tanpa tanah liat."

Tapi toh, dia lalu akan menggumam bahwa kalau saja dia punya adik perempuan, takkan pernah diizinkannya sang adik bekerja di tempat seperti itu. Akhirnya, kami menerima sepucuk telegram pada suatu malam yang telah larut. Saat itu aku baru saja mau pergi tidur, dan Holmes sedang asyik dengan riset kimianya. Kalau dia sedang asyik membungkuk di depan tabung percobaannya seperti itu, dia biasanya akan tahan se-malam suntuk. Dibukanya amplop kuning itu, dan dibacanya isi pesan di dalamya. Lalu di serahkannya telegram itu padaku.

"Coba cek jadwal kereta api di Bradshaw," katanya.

Lalu dia kembali menekuni penyelidikan kimianya.Berita telegram itu cukup singkat dan amat mendesak kedengarannya.

Tolong datang ke Hotel Black Swan di Winchester besok pada tengah hari. Jangan sampai tidak datang! Saya sedang kebingungan.

HUNTER

"Kau mau ikut?" tanya Holmes sambil mengangkat muka dari tabung percobaannya.

"Tentu."

"Kalau begitu coba periksa jadwalnya."

"Ada kereta jam setengah sepuluh," kataku sambil meneliti Bradshaw-ku. "Tiba di Winchester jam 11.30."

"Bagus. Nah, lebih baik kutunda saja analisis aseton ini, karena kita perlu menjaga kondisi untuk besok."

Pada jam sebelas keesokan harinya, kami sudah dalam perjalanan menuju bekas ibu kota Kerajaan Inggris itu. Sejak kereta api berangkat, Holmes asyik membaca koran-koran pagi, tapi setelah melewati perbatasan Hampshire, dia menaruh koran-koran itu ke samping dan mulai menikmati pemandangan. Saat itu sedang musim semi, langit berwarna biru terang dengan beberapa awan putih yang berarak dari barat menuju ke timur. Matahari bersinar cerah, tapi angin yang bertiup masih terasa cukup menggetarkan karena dinginnya. Sepanjang daerah pedesaan itu, sampai ke barisan bukit-bukit di Aldershot, atap-atap rumah pertanian berwarna kemerahan dan keabu-abuan menyembul di tengah-tengah pepohonan yang menghijau.

"Segar dan indah sekali, ya?" teriakku dengan antusias karena aku terbiasa dengan pemandangan yang membosankan di daerah Baker Street yang penuh kabut. Tapi Holmes menggeleng dengan serius.

"Tahu tidak, Watson," katanya, "payah juga punya otak seperti otakku ini. Soalnya, segala sesuatu kupandang dari sudut keahlian khususku. Ketika melihat rumah-rumah itu, kau terkesan oleh keindahannya. Kalau aku sebaliknya. Melihat rumah-rumah itu, pikiranku langsung mengatakan betapa terisolirnya mereka, dan betapa bebasnya tindak kejahatan bisa dilakukan di sini."

"Astaga!" seruku. "Mana ada tindak kejahatan di tempat permukiman kuno yang indah ini?"

"Pemandangan semacam ini selalu menimbulkan rasa ngeri padaku. Aku yakin, Watson, berdasarkan pengalaman,bahwa di tempat-tempat yang paling kumuh di London pun,tindak kejahatannya tak semengerikan yang terjadi didaerah pedesaan yang indah."

"Kau menakut-nakuti aku saja."

"Tapi alasannya jelas. Di kota besar, ada publik yang ikut menghakimi kalaupun hukum tak menjangkau suatu tempat. Tetangga akan segera tahu, misalnya, kalau ada seorang anak yang menjerit-jerit karena dianiaya, atau kalau ada pemabuk yang sedang mengamuk dan memukuli seseorang. Kalau ada yang berani melapor, hukum segera bertindak. Tapi, coba lihat rumah-rumah yang sunyi ini, yang masing-masing mempunyai halaman sendiri yang luas, dan penghuninya tak begitu tahu tentang hukum. Coba pikirkan kemungkinan terjadinya tindak-tindak kekejaman dan kejahatan yang tersembunyi di situ, yang mungkin terus berlanjut selama ini tanpa diketahui orang luar. Kalau saja gadis klien kita ini bekerja di Winchester, aku takkan menguatirkan keadaannya. Tapi, tempat kerjanya delapan kilometer dari situ, dan di daerah pedesaan lagi, wah, bahaya! Walaupun demikian, nampaknya bukan dirinya yang terancam."

"Ya, karena dia diperbolehkan pergi ke Winchester, sehingga bisa menemui kita."

"Begitulah, dia cukup mendapatkan kebebasan."

"Lalu, apa kira-kira masalahnya, ya? Tak bisakah kau menjelaskannya?"

"Aku punya tujuh penjelasan yang saling berlainan, masing-masing berdasarkan hal-hal yang kita ketahui sejauh ini. Tapi mana yang benar akan ditentukan oleh informasi baru yang pasti sudah menunggu kita. Yah, itu menara Katedral. Tak lama lagi kita akan mendengarkan kisah Miss Hunter."

the adventure of sherlock holmesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang