Bab_ 3🅰

86 18 16
                                    

Sebenarnya Ammar tidak paham atas sikap Andre yang kemarin murung seolah memiliki beban yang mendalam dan hari ini seolah beban itu tak ada sedikitpun.

"And, boleh tanya?" ucapnya hati-hati pada orang yang sedang di boncengnya.

"Hmm.."

Nah, lho. Singkat.

"Kemaren kamu murung gitu kenapa? Ada masalah?"

Nih orang siapa? Berhak tanya-tanya urusan gue? Baru kenal pula. Batin Andre.

"Gue bukan cewek."

"Maksudnya?" Logat bahasa Ammar selain kaku, dia terlalu resmi menurut Andre.

"Bukan urusan lo."

"Maaf," sesal Ammar. Tidak ada hak Ammar bertanya seperti itu, terlebih dirinya hanya teman yang baru dikenalinya kemarin.

Andre hanya mengangguk dibelakang Ammar seoalah akan terlihat olehnya.

Sampai di apartemen yang terletak di Jalan Raya Darmo Permai, Andre mengajak Ammar untuk singgah dan meminta motor Ammar untuk diparkir.

Dengan rasa minder, Ammar mengikuti permintaan Andre. Sebelumnya Ammar tidak pernah memasuki bangunan mewah seperti ini, bangunan tinggi dengan area parkir yang luas, dilengkapi kolam renang dan tempat olah raga lainnya, pun pemantau seperti kamera (CCTV) terletak dimana-mana. Sungguh ini bukan tempat Ammar.

Sedang Andre dengan santainya berjalan, menyapa beberapa pekerja berseragam dengan alat-alat ditangannya, meliuk-liuk seperti ini tempatnya. Ya, memang disini tempat Andre. Sudah tiga tahun dia di tempat ini. Jadi tidak heran jikalau para karyawan mengenalnya, terlebih Andre bukan tipe introvert.

Sampai didepan pintu berwarna coklat gelap, Andre membuka kuncinya. Masuk diikuti Ammar di belakangnya.

"Di sini ada dua tempat tidur Mar, kalo lo mau tinggal sama gue. Daripada tinggal di kamar kumuh kalo hujan kedingan, kalo panas ya lo kepanasan kan?"

Tentu saja Ammar kaget dengan tawaran Andre, ini bukan tempat murah yang dengan senang hati Ammar akan menerimanya. Lihat saja bagaimana tempat ini penuh dengan fasilitas yang tinggi kualitasnya, pun lengkap.

No, Ammar menggeleng telak saat netranya telah berwisata disetiap inci ruang ini. Ruang yang Ammar perkirakan berukuran 36 m^ lengkap dengan dapur dan kamar mandi, bahkan terdapat sofa ruang tamu yang dilengkapi televisi.

"Nggak And, makasih. Ini terlalu mewah buat aku. Biar saja aku di kosan yang sederhana. Meski tidak di penuhi fasilitas yang baik, setidaknya aku tidak membebankan ibu," jawab Ammar lirih.

"Gue nggak minta lo bayar, cuma minta buat tinggal sama gue, temenin gue, apalagi kalau lo bisa masak, lebih baik lagi bukan? Hahaha.."

Masak? Bisa sih. Tapi, bukankah Apartemen ini dilengkapi fasilitas untuk makan 'kan?

Kling.

Bel berbunyi, menandakan ada seseorang yang ingin berkunjung. Andre terlihat gusar, kedua tangannya mengusap mukanya kasar lalu mengacak rambutnya tak teratur. Andre sudah tahu siapa yang datang, makanya ia enggan membukanya.

Kling.

Ini sudah bel ke sekian kalinya, namun tak ada niatan Andre akan membukanya. Dan itu menimbulkan tanda tanya bagi Ammar.

"Nggak dibuka And?"

Hanya gerakan kepala yang berinstruksi, tidak!. Ammar pun bingung, terlebih suara bel yang begitu nyaring dan berulang terasa ramai di telinganya.

"Kenapa?"

"Males."

"Biar aku yang bukain." Tanpa mendapat respon dari Andre, Ammar langsung bergegas menuju pintu dan membukanya.

Andrenata Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang