Bab_ 20🅰

32 10 2
                                    

Ini sudah sampai di ujung semester 3, tapi gadis bernama Agatha tak mudah untuk seorang Andre taklukkan, membuat tersipu wajahnya bak gadis lainnya, hal itu tidak mungkin adanya.

Perihal hati, milik Andre sudah mencair bak coklat kepanasan, meleleh dan berceceran. Gadis itu seolah enggan mengumpulkan tetes demi tetes. Hati Andre sudah dibuat kalang kabut. Sikap baik gadis itu seolah memberi harapan dan peluang bagi Andre, tapi tak sedikit pun hatinya terbuka untuk Andre.

Kali ini, Andre punya tujuan hidup, yaitu memiliki Agatha lalu bahagia. Mudah bukan?

Perihal kata memang semudah membalikkan telapak tangan, tapi tidak saat dijalankan. Rumit. Bahkan Andre sudah kehabisan cara untuk menaklukkan gadisnya.

"Kak Agatha!" Seseorang berhijab namun tidak selebar yang biasa Agatha kenakan, menghampiri Agatha di bangkunya.

Dari jarak dua meter, Andre memperhatikan keduanya. Kali ini Andre istirahat untuk mengusik-- berusaha meluluhkan hati Agatha-- gadis yang ingin dimiliknya itu.

"Ya?" Suaranya masih terdengar lembut, senyum teduhnya tak pernah hilang. Argh, itu yang selalu Andre suka.

"Hehe, Manda kepo. kenapa Kak Agatha BSS tahun lalu?"

Seketika, mata teduh itu berubah pillu. Namun tak ingin si lawan bicara mengetahui ia segera merubahnya lagi, menjadi sosok yang baik-baik saja.

Ya, Agatha baik-baik saja bukan? Perihal luka dan air mata, biarlah ia simpan sendiri, orang lain tak boleh tahu.

"Mondok." Singkat, padat dan jelas.

Di belakang, Andre menelungkupkan kepalanya di antara kedua tangannya yang terlipat di atas meja. Kelas masih sepi, ia sengaja lebih pagi ke kelas bahkan menolak ajakan Ammar untuk sarapan di kantin.

"Wah, mondok dimana, Kak?"

"Di jogja."

"Wah keren. Jadi mondoknya cuma setahun? Manda jadi pengen mondok juga."

"Iyya, setahun. Mending Manda kalau mau mondok abis lulus aja, lebih lama di sana, lebih banyak pula ilmu yang didapat."

"Oh iyya, Manda pernah nyantri?" tanya Agatha.

Manda menggeleng. Gadis yang biasanya tak banyak bicara itu, dengan Agatha justru seperti ia menemukan sebuah tempat.

"Wah, keren."

Manda bingung. "Apanya yang keren?"

"Ya, Manda keren, berpakaian tertutup seperti ini padahal nggak pernah nyantri. Jaman sekarang justru orang-orang yang pernah nyantri berpakaian seolah dirinya nggak pernah mengenyam pendidikan agama."

Benar, dizaman yang sudah akhir, bumi sudah menua, pendidikan yang sudah meluas, pun pelajaran agama yang sudah memasuki pelosok desa, justru tak berdampak apapun.

Entah bagaimana suatu lembaga berproses didalamnya. Namun, yang menjadi masalah sebenarnya bukanlah lembaga pendidikannya ketika murid yang diberikan pendidikan tidak bisa menjalankannya dengan baik. Bisa kita kembalikan lagi pada murid, juga bagaimana orang tua dan guru bekerja sama.

Sudah tidak asing pada zaman sekarang kalau melihat alumni pondok yang memutuskan untuk mengambil kuliah di luar kota maupun di kotanya sendiri, kebanyakan dari mereka berpakaian yang kurang baik untuk dikatakan sebagai santri, tepatnya pernah nyantri.

"Oh iyya, kenapa mondoknya pas ditengah-tengah kuliah? Kan ribet harus BSS."

Agatha terlihat menghirup udara lebih lama dan menghembuskannya berat, membuat gadis bak wartawan disampingnya merasa tak enak.

"Maaf ya, Mbak tanya-tanya mulu. Kalo nggak mau dijawab nggak papa, kok. Hehe."

Untuk pertama kalinya Andre melihat gadis bernama Manda itu berbicara santai dan ceria. Biasanya kalau tidak diam, cenderung hanya senyum-senyum menanggapi candaan.

"Nggak papa, kok." Finalnya tersenyum. "Sebenarnya ada suatu alasan kenapa aku mondok, dan kamu jangan ngira aku baik kayak kamu. Sebelumnya aku tidak seperti ini, aku sama kayak mereka, penikmat kebebasan tanpa aturan keagamaan."

Sekali lagi, gadis pemilik hidung mungil itu menghembuskan napas berat.

"Tapi--." Terpotong.

"Ng--nggak usah dilanjut, Kak. Maaf kalo peratanyaanku jadi beban," tutur Manda merasa tak enak hati.

Manda, si pemilik pipi chubby tersenyum kaku, dirinya benar-benar merasa bersalah telah menanyakan hal yang pribadi. Harusnya ia tidak begitu.

Ah, andai saja tadi ia berpikir dulu sebelum bertanya, mungkin tidak akan serumit ini. Sayangnya, andai tinggallah andai, ucapannya tak bisa ditarik lagi. Hal seperti ini yang kadang membuatnya minder berbicara banyak, karena terlalu banyak salah yang ia lakukan lewat kata tanpa berpikir ulang dan menganggap semuanya, bodo amat.

Agatha menggeleng. "Tapi aku itu termasuk orang yang dulunya anti banget sama pesantren, buat aku nggak bebas, nggak bisa bergaul, dan ... nggak bisa pacaran," lirihnya samar dikalimat terakhir.

"Tapi justru pacaran itu yang bikian aku terjerumus ditempat yang bak penjara tapi memberi banyak makna. Aku mondok dadakan karena patah sebenarnya, ditinggal pas lagi sayang-sayangnya. Dia ninggalin aku karena Ayah, dan janji mau balik lagi. Tapi pas aku nyari pada akhirnya dia ngirim selembar surat buat lupain dia. Sakit."

"Sejak saat itu, aku bikin keluargaku khawatir, aku sakit, stres, nggak mau keluar kamar, nggak mau makan, nggak mau dijenguk siapapun. Akhirnya ayah putusin buat ngirim aku ke pondok. Awalnya kesel, benci sama ayah, terlebih guru prifatku mirip banget sama pacar aku itu."

"Tapi lambat laun aku mulai nerima, ustadz pribadiku ngajarin aku banyak hal. Setahun ayah mutusin jemput aku yang ternyata bunda sedang sakit. Ending deh ceritanya."

Agatha tersenyun simpul, sedang si pendengar mulai berkaca-kaca. Andre yang mendengar pernyataan gadisnya yang pernah patah hati, ada rasa empati, ingin ia ulurkan tangan, bahkan hatinya sebagai penyembuh.

Dibalik itu semua, kelas mulai ramai. Ternyata penyebab keramaian hari ini adalah sang dosen tidak bisa masuk. Sebagian berteriak girang, sebagian lagi bemuka masam, kesal. Bukan kesal karena tidak ada kuliah, tapi kesal kenapa tidak diumumkan kemarin, atau semalem. Mereka yang jauh atau susah sampai kampus dan harus melewati rintangan juga drama yang tak berkesudahan.

"Kamu pernah pacaran?" Pemilik pipi chubby yang memerah menahan tangis menggeleng.

"Syukur deh, jangan coba-coba sama yang namanya pacaran. Aku menyesal nggak berkesudahan."

________________

Jadi gimana?

Ada yang punya pacar?
Bagi-bagi pengalaman dong di sini🤭

Ada yabg terluka sama kayak Agatha nggak? Di ghosting😄😄😄

Andrenata Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang