"And, kemarin kamu ngilang kemana? Dilihat motornya nggak ada, dicari di tempat biasa makan, ngopi, nongkrong juga nggak ada," tanya Ammar saat dirinya telah merebahkan punggungnya di kasur yang tidak bisa dibilang empuk.
Andre yang kala itu hanya berkacak pinggang di depan jendela yang menampakkan lahan padi sejauh mata memandang kini berbalik, menatap Ammar sendu, lalu mengambil posisi di kasur berukuran 120×160 cm itu untuk berbaring juga.
Andre menghembuskan napasnya berat, masih enggan bersuara hingga lima menit berlalu dan Ammar menunggunya.
"Kita udah setahun setengah berteman loh, And. Dan sampai sekarang aku tidak tahu titik masalahmu dimana. Andai kamu ngasih tahu dan mau terbuka, mungkin aku bisa bantu walau tak banyak"
"Tapi, aku tidak memaksa buat kamu terbuka atau cerita semuanya, mungkin kamu merasa berat untuk menceritakannya, terlebih mungkin kamu kurang percaya sama aku."
Andre menoleh ke kiri, mengganti tatapannya yang semula langit-langit kamat berganti wajah Ammar yang kala itu juga sedang menatapnya.
"Gue bukannya nggak percaya, Mar, tapi bercerita buat aku benci sama diri aku sendiri, benci kenapa Tuhan ciptain aku." Tatapan Andre kembali pada langit-langit kamar yang langsung terlihat kerangka atap dari kayu dan genting yang berbaris rapi.
"And, harusnya kamu tidak benci sama diri kamu--."
"Ammar, se nyekghe'eh ghelluh, Cong, ajhek kancanah." Kalimat Ammar terjeda oleh titah sang Ratu hatinya.
"Engghi, Mi." [Iya, Mi]
"Apa artinya, Mar?"
"Umi nyuruh sarapan dulu, ajak temennya. Hayuk, And."
"Kemana?"
"Bakar dapur," jawab Ammar asal setelah ia beranjak.
"Kenapa mau dibakar? Ntar lu kagak punya dapur, mau masak dimana coba Umi?"
Sebenarnya Andre paham maksudnya, hanya saja dia basa-basi, gengsi lah istilahnya, sok jual mahal, padahal perut udah minta makan, cacing-cacing unjuk-rasa minta disuapin. Berakhirlah Andre tertawa melihat Ammar menatapnya kesal dan berjalan menuju dapur.
Sampai di dapur Andre clingak-clinguk mencari sesuatu, tepatnya mencari seseorang. Pasalnya di dapur yang hanya berukuran 3x3 itu cuma ada Umi--ibunya Ammar-- yang sedang meniriskan ikan laut.
Umi yang menatap Andre masih berdiri, segera menghaturkan untuk duduk.
"Tojuk, Nak. Maklumin, oreng dhisa ngakanah sabedenah."
Andre menggaruk kepalanya yang tak gatal. Ammar yang melihat itu segera berujar.
"Andre tak ngarteh bahasa madhure, Mi." [Andre gak ngerti bahasa madura, Mi]
"Oh, taklangkong, eh maafin Umi ya, Nak, lupa." Senyum Umi lembut, menawarkan kedamaian didalamnya.
"Ehe, nggak Umi, Andre yang minta maaf ngerepotin."
Nah, lho? Tumben waras nih anak? Tumben pula bener? Batin Ammar.
"Oh, nggak, nggak ngerepotin kok. Silakan dimakan, kalian lapar, kan.
perjalanan dari Surabaya sejak subuh, pasti nggak sempat makan.""Tapi makannya seadanya, Nak Andre. Orang surabaya biasa makan daging ayam soalnya."
Kening Ammar berkerut, sok tahu Umi nih. Batinnya.
"Ah, nggak Umi, sama aja," bohongnya.
"Yaudah dimakan ya, Nak. Umi tinggal dulu." Hati Andre terenyuh dipanggil 'Nak'
"Ammar, dihaturkan temannya, jangan buat sungkan."
"Enggeh, Umi."
Usai sarapan, Ammar membersihkan diri, lalu solat duha. Andre sendiri terkapar dikasur, melanjutakan tidur subuhnya yang biasanya masih molor malah harus dibawa jalan Surabaya-Madura.
Adzan dzuhur berkumandang dari masjid terdekat. Ammar membangunkan Andre untuk diajaknya solat ke masjid yang tak jauh dari rumahnya. Meski berat, Andre tetap bangun dan mengguyurkan tubuhnya dengan air segar.
Setelah keduanya siap, mereka berjalan menyusuri jalan tikus yang melewati rumah-rumah orang berdempetan. Lalu sampailah di masjid yang belum selesai renovasinya karena kehabisan dana.
Sampai di masjid, Ammar langsung melaksanakan solat tahiyatul masjid, sedang Andre memilih untuk duduk di kiri masjid tepat di jendela paling belakang sambil memikirkan perkataan Ammar. Ada baiknya juga bila diceritkan meski Ammar tidak bisa membantunya, setidaknya bisa mengurangi beban pikirannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Andrenata
Spiritualini bukan kisah bad boy yang kemudian ketemu gadis pujaannya lalu merubahnya menjadi baik. tapi, ini kisah serang anak yang tak diinginkan orang tuanya, ia dilahirkan karena sebuah keterpaksaan, tanpa cinta, pun tanpa kasih sayang. ia dilahirkan han...