Bab_ 12🅰

43 15 2
                                    

Semenjak hari bersejarah bagi Andre kala itu, tidak ada lagi kepercayaan dalam dirinya, tidak ada lagi mimpi yang ia bangun di masa kecilnya. Andre yang periang, supel, banyak bicara, suka bercanda, hilang seketika.

Andre sekolah, ya sekolah saja. tidak tahu lagi kemana tujuannya. baru setelah memasuki sekolah SMA ia bertemu seorang gadis yang adalah teman kelasnya. entah bagaimana ceritanya Andre kenal dan dekat.

"Kamu nggak sendiri didunia ini, jangan terlalu diratapi, kamu berhak bahagia. Maka, berbahagialah dengan caramu sendiri. kalau butuh bantuan, sini kubantu."

Kata-kata itu yang selalu Andre ingat, pemilik suara yang berkata itu pula yang selalu Andre dengar dan Andre percaya.

Pada intinya, gadis bernama Kalila yang menjabat sebagai sahabatnya sampai di kelas dua SMA itu yang membangunkan Andre, menghidupkan mimpi Andre yang pernah padam, membangun semanagatnya lagi yang pernah mati, meng-upgrate sifat Andre yang pernah terblokir.

ya, gadis itu satu-satunya orang yang Andre percaya, satu-satunya orang yang berarti dalam hidup Andre, gadis yang menjadi pelangi setelah badainya. Lalu, status sahabat berubah menjadi pacar saat ajaran baru kelas 3 SMA.

"Kamu jangan suka godain cewe, Ndre, jangan suka tebar rayuan maut dan gombalan recehmu, mereka punya hati, dan hati mereka lembut. Kamu nggak boleh seenaknya begitu, kalo mereka baper, kamu mau tanggung jawab?"

Andre menggeleng.

"Kamu bilang, aku berhak bahagia dan cari kebahagiaan dengan cara bagaimanapun," sangkal Andre. "ya itu cara aku nyari kebahagiaan, suka aja liat mereka tersipu dan pipi bersemu merah." Tersenyum menatap gadis yang terduduk disampingnya.

"Ya, tapi bukan begitu caranya. Itu namanya kamu bahagia diatas penderitaan orang, egois jadinya. Kecuali kamu mau bertanggung jawab."

"Aku kan, nggak ngehamilin mereka."

Geram. Ingin rasanya Kalila menggigit cowok di sampingnya yang mengesalkan. Bisa-bisanya cowok pendiam, kaku kayak batu saat pertama kenal ternyata se-mengesalkan ini, cowok yang Kalila kira pendiem nyatanya tidak bisa diam, cowok yang dikiranya tidak banyak tingkah nyatanya terlalu banyak bertingkah, tapi anehnya Kalila tetap sayang.

"Bukan gitu maksud aku, Andre. Ah, udahlah, kamu pasti jawabnya nyebelin." Gadis yang tadinya duduk menyerong agar bisa berhadapan dengan Andre kini berputar 60 derajat, mengalihkan tatapannya kedepan, memajukan bibirnya sesenti.

Andre yang melihat pemandangan itu terkikik sendiri, dia suka membuat gadis yang adalah sahabatnya kesal.

"Mungkin, aku begitu karena nggak ada hati yang perlu kujaga."

Seketika gadis di depan Andre yang sedang cemberut memutar kepalanya 90 derajat, menatap mata Andre intens, sedang yang ditatap adem-ayem.

"Maksud kamu?"

Andre memutar badannya seperti yang Kalila lakukan sebelumnya, mengabaikan tatapan Kalila yang menghunusnya, lalu berbicara seenaknya.

"Ya, aku kan jomblo, nggak ada hati yang perlu kujaga agar tak cemburu dan sakit hati. Jadi, sebagai orang yang bukan milik siapa-siapa dan belum memiliki siapa-siapa, bebas dong."

Kalila melongos. Kini keduanya sama-sama menghadap hamparan tanah di depannya yang terpapar sinar mentari.

"Ada satu cara agar aku berhenti baperin cewek lagi." Tatapan Andre masih sama. Kalila memutarkan keplanya lagi hingga bisa menatap Andre lekat.

"Apa?"

"Harus ada hati yang aku jaga," suara Andre lirih sambil memutar kepalanya membalas tatapan Kalila. "dan ... kamu mau menjadi pemilik hati yang aku jaga?"

Tapi, sekarang gadis itu yang juga telah menggores hatinya, menambah luka di dadanya, menambah perih. Dan kini, Andre bingung dengan cara apa lagi ia menyembuhkan lukanya, dengan cara apa lagi ia meraih bahagianya.

Semester dua sudah terlewat, berharap akan ada pengganti gadisnya dan menyembuhkan lukanya, sayangnya sampai semester tiga akan dimulai, ia tak menemukan penawar lukanya, penyembuh sakitnya.

"Andre, solat dzuhur dulu yuk! Kelas akan mulai jam satu."

Andre yang sedari tadi menselonjorkan kakinya di lantai, tepat di kiri ambang pintu hanya melirik keatas dimana ada tatapan Ammar yang sedang berdiri menghadapnya.

"Males ah gue."

"Kalo begini terus, kapan kamu bisa meraih kebahagaiaan?"

Andre menggedikkan bahunya. "Sepertinya Tuhan nggak mau gue bahagia."

"Kapan kamu bisa tenangin hati kamu dan tidak sembarangan bersu'udzon pada Tuhan?"

Lagi-lagi hanya gidikkan bahu yang Andre lakukan.

"Solat yuk, And. Dengan solat kamu bisa tenang, damai, tentram, dan pastinya akan meraih kebahagian yang kamu inginkan."

Ck. Andre kesal ketika bawelnya Ammar seperti ini, mensehatinya, mengajaknya solat, dan Andre telah bosan mendengarnya. Solat, solat, dan solat. Andre bosan.

Sedang Ammar tetap bertahan membiarkan kakinya kesemutan kelamaan berdiri menunggu Andre, berharap untuk ajakan kali ini Andre luluh.

Sayang, harapan Ammar pupus saat Andre tiba-tiba berkata,

"Nanti gue mau solat kalo Tuhan udah kasih gue kebahagiaan."

"Gimana Allah mau ngasih kalo kamu tidak memintanya? Kalau kamu tidak berusaha meraihnya?"

"Gue kurang berusaha gimana?" Andre berdiri dari duduknya, menatap mata Ammar yang hampir sejajar. "Tuhan aja yang mau hidup gue begini-begini aja, Tuhan nggak mau gue bahagia."

Ammar menggeleng. "bukan begitu And--."

"Ah, udah deh lo, bawel. Nggak usah ngurusin gue, urus diri lo sendiri," sarkas Andre sambil berjalan dan menghunuskan tatapan ke Ammar kilat.

Dalam hati, Ammar beistighfar. Berharap semoga dirinya lebih sabar menghadapi temannya, berharap kesalahan yang lalu menjadi pelajaran untuk Ammar dan mengubah taktik baru kali ini. Ya, cukup bersabar. Dulu, Ammar mengira dirinya saja yang kurang bersabar, makanya niat baiknya gagal.

Andrenata Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang