Siluet senja menampakkan keindahannya, walau sekejap hadirnya, tapi mampu membius manusia yang tak terhitung jumlahnya. Ya, banyak manusia begitu memuji senja, langit biru bercampur jingga, samar-sama merah muda dan kuning muda.
Dua pria penghuni apartemen sesekali menatap jendela yang sama, menampakkan keagungan Tuhan yang sempurna. Satu pria sibuk dengan kertas-kertas dan angka yang tercoret di atasnya, notebook bermerk Hp menampakkan layar putih bertuliskan tinta hitam di depannya.
Sedang satunya lagi nampak bosan dengan gatgetnya yang sedari pagi di otak-atiknya mencari akun seseorang untuk dicari tahu apapun yang berkaitan dengannya, apa yang dia suka misal, makanan favorite atau perihal hubungan asmaranya.
Sayangnya, tak satupun akunnya memberikan info tentangnya, kecuali satu, yaitu postingan-postingan islami yang memenuhi berandanya, atau quotes semangat yang di edit sedemikian cantik, persis seperti orangnya.
Dan satu postingan sederhana mampu mengusik pikirannya, disana tertulis,
Kalau kau ingin melihat bagaimana sikap lelaki kepadamu, maka lihatlah bagaima ia bersikap kepada ibunya.
Ya, kalimat itu tertulis di sebuah gambar yang menampakan seorang lelaki berpeci berdiri berlawanan dengan senja. Pertanyaan-pertanyaan memenuhi kepala Andre. Benarkah sikap lelaki dilihat dari bagaimana ia bersikap pada ibunya?
Bagaimana dengan Andre? Apakah jelas dia tidak baik karena tidak baik kepada mamanya? Apakah ia tidak akan memiliki kesempatan? Pelan-pelan hati Andre sedikit remuk, apakah ia harus mundur sebelum berperang?
Lagi-lagi egonya harus menang. Jangan pikirkan bagaiman sikap dirinya kepada ibunya, toh dia tidak memiliki ibu, tidak perlu khawatir akan cerminan itu, ia harus maju, gadis itu langka. Ia tertarik pada gadis itu, keingin tahuannya tentang gadis berjilbab lebar, tentu tentang perinsipnya pula yang tak sama dengan gadis lainnya.
Kepala Andre mengingat lagi perdebatan dengan Ammar perihal dia yang sedikit tidak terima argumen Ammar bedanya perempuan mahal dan murah.
"Tapi, kan setiap perempuan punya hak bagaimana dia berpakaian. Hak manusia dijunjung tinggi."
"Ya memang tidak ada yang salah, hak mereka pula mau berpakaian terbuka atau tertutup. Tapi mereka punya Tuhan, punya kepercayaan, dan kebanyakan perempuan yang terbuka justru mayoritas muslim. Apa bedanya mereka muslim yang pakaiannya terbuka dengan nonmuslim?"
"Nonmuslim mungkin tidak masalah, barangkali dalam kepercayaannya tidak ada aturan berpakaian yang harus tertutup. Tapi yang muslim?"
"Ya nggak bisa dipatahkan juga dong, Mar, selain hak, mungkin mereka punya alasan, kita nggak boleh menjudge mereka dengan kata murah."
"Benar. Katakan saja alasan itu adalah prinsip. Dan perempuan yang memiliki prinsip itu mahal, seperti mutiara, sulit di jangkau. Atau seperti bintang, terlihat tapi tak dapat digapai."
Andre menghidu napasnya lagi. Melonggarkan dadanya yang sedikit sesak. Mengingat lagi kalimat-kalimat panjang Ammar selanjutnya.
"Atau gini deh, ini jangan emas, tapi kita ambil yang murah, seperti makanan. Kue misal, kue kan nggak sampai ratusan ribu kalo beli."
"Gini, aku tanya deh, misal kamu mau beli kue disuatu pasar, ada ibu-ibu yang jualnya di pinggir jalan dengan harga tiga ribu perbijinya, tapi kue itu tidak terbungkus, orang yang beli bebas nyentuh dan milah milih, dan kita nggak tahu sudah berapa pembeli yang menyentuh kuenya, belum lagi tangan si pembeli tidak dijamin kebersihannya. Sedang pedagang yang lain menjual kue yang sama dan diletakkan di etalase, terbungkus rapi pake plastik bening, ditambah kaca ruang yang melindunginya, tapi harganya tiga kali lipat. Kamu akan beli yang mana?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Andrenata
Spiritualini bukan kisah bad boy yang kemudian ketemu gadis pujaannya lalu merubahnya menjadi baik. tapi, ini kisah serang anak yang tak diinginkan orang tuanya, ia dilahirkan karena sebuah keterpaksaan, tanpa cinta, pun tanpa kasih sayang. ia dilahirkan han...