Bab_ 23🅰

32 9 5
                                    

Jika Andre pernah terluka karena ditinggalkan, kali ini ia terluka karena penolakan. Sakit. Lagi-lagi itu yang Andre rasakan. Dan Andre benci.

Hingga pada akhirnya pertanyaan yang sama sejak dulu muncul. Apakah benar Tuhan menciptakannya hanya untuk menjadi manusia sengsara? Manusia yang selalu terluka? Manusia yang tidak pantas untuk sekedar merasakan yang namanya bahagia?

Dari waktu ke waktu hingga UAS telah berlalu. Andre tidak paham dengan kehidupannya, semesta seolah mendukungnya untuk menjadi manusia yang porak-poranda.

"Om-Om ... mali solat. Allah udah panggil kita." Seorang anak berkisar usia empat tahun menepuk bahu kiri Andre yang sedang termenung memikirkan nasibnya.

Dibelakang Andre, bangunan berwarna hijau yang jaraknya sekitar sepuluh meter telah terdengar seruan Adzan.

Andre menoleh pada anak laki-laki berpakaian rapi, peci putih, koko merah dan sarung coklat kotak-kota. Tampak lucu seperti boneka. Andai saja bisa dijadikan gantungan, akan ia jadikan gantungan di lemarinya.

"Mali, Om. Kata bunda olang yang nggak solat masuk nelaka, om mau masuk Nelaka?" Anak itu tak mau berhenti mengoceh dengan khas cadelnya.

Neraka? Bathin Andre bertanya-tanya. Ia lupa ada Neraka yang Allah sediakan bagi orang-orang yang tidak beriman. Ia lupa akan adanya kehidupan setelah kematian, ia lupa. Yang ia ingat hanyalah bagaimana ia bajagia.

Andre diam menatap kosong anak yang tingginya hanya sepinggang Andre jika diukur.

"Om nggak solat?" Andre menggeleng kecil. "Apa Om bukan olang islam yah?" Andre hanya menautkan alisnya. Pasalnya di KTPnya tertera Agama Islam.

"Soalnya kata bunda hanya olang islam yang wajib solat. Kalo om nggak solat belalti Om bukan Islam." Terang anak laki-laki yang memiliki mata bundar dan bening itu tanp rasa bersalah sedikitpun.

Allahuakba ... Allahu Akbar.
Asyhadualla ilaaha illallah.
Asyhadu Anna Muhammadurrasullah.

"Wah iqomah, yaudah Amil mau solat kalo Om nggak mau solat, Amil takut di pecat jadi olang Islam." Teriaknya girang dan meninggalkan Andre sendiri.

Andre menatap anak kecil yang begitu antusias hendak melaksanakan ibadah dari tempatnya berdiri. Neraka? Dipecat? Sungguh anak kecil itu mampu mengalihkan pikiran Andre.

Anak sekecil itu sudah solat? Ingatan Andre kembali kemasa dimana ia mulai belajar solat, belajar ngaji, dan semuanya ia pelajari saat dibangku Sekolah Dasar, itupun sudah menaiki kelas empat. Kisaran umur sepuluh tahun.

Akhirnya Andre memutuskan untuk pulang memesan gojek. Pulang dengan keadaan yang masih terngiang suara anak kecil itu ditelinganya.

💔💔💔

"Kamu dari mana, And?"

Tidak ada jawaban. Sabar ya, Ammar!

"Aku besok mau pulang," ucap Ammar ragu. Tak enak hati sebenarnya pamit dalam keadaan Andre yang seperti ini. Tapi masalahnya, besok Ammar akan pulang bakda subuh, sehingga sampai di kampung halamannya masih pagi, tidak terlalu panas.

Terlebih, Ammar tahu kalau Andre akan menghabiskan malam ditempat terlarang, tempat minuman ber alkohol, minuman haram, pun banyak gadis-gadis dengan mudah mengumbar auratnya tanpa rasa malu.

Ammar tidak tahu lagi bagaimana menghadapi Andre bahkan untuk sekedar mengingatkan rasanya tidak mempan, Ammar sudah melakukannya tanpa bosan, tapi Andre tetap abai.

Kalau sudah menghabiskan malam di bar, Andre akan pulang setelah matahari tinggi dan sinarnya yang mulai menyengat. Sungguh, Ammar bukan tipe manusia yang tidak tahu terimakasih, justru karena itu ia pamit kali ini, Ammar tidak mau pamit besok pagi setelah Andre balik, Dia akan kesiangan sampai di kampunya, pun mau pulang tanpa pamit pada seseorang yang berjasa mau mengajaknya tinggal dengan gratis, rasanya kurang manusiawi.

Jadilah Ammar pamit sekarang. Bayangkan jika ia besok pulang pagi buta dan pemilik tempat tidak ada, dimana rasa terimakasihnya? Atau setelah Andre tiba di apartemen besok pagi dan Ammar sudah tidak ada, pulang tanpa pamit, tanpa pesan. Yakin masih wajar? Dia hanya numpang, tidak bisa seenak jidat keluar masuk apartemen yang bukan miliknya.

Andre menatap sekilas ke arah Ammar setelah mendudukkan dirinya di sofa.

"Mar ..."

Ammar yang sedang mengambil air panas di dispenser menoleh keasal suara, menatapnya dengan seksama, berjalan mendekat dengan gelas ditangannya. Apa ia tidak salah dengar? Andre yang memanggilnya?

"Kamu manggil aku, And?" Andre mengangguk.

"Ada apa?"

"Lo mau ajarin gue solat?" paraunya. Terdengar nada ragu disitu, namun ini tidak menjadi masalah bagi Ammar, terpenting belajar dulu pelan-pelan, yakin itu akan mengikuti.

Sebenarnya pertanyaan Andre membuat Ammar kaget. Pasalnya selama 3 semester yang dilewati, setiap Ammar mengajak Andre solat ia selalu tidak mau, selalu punya alasan, selalu punya pengalihan, atau senjata terampuhnya adalah memasang tutup telingga rapat-rapat seolah tak mendengar seruan.

"Alhamdulillah ..." seru Ammar spontan. Bagaimana tidak mau bersyukur? Allah jawab doa-doa Ammar yang tak pernah putus sekalipun untuk membuka pintu hati temannya. Meskipun lama, Ammar percaya pada rencanaNya. Terlebih Ammar hanyalah seorang pendosa yang mungkin doanya tidak langsung sampai pada tujuannya.

Namun, bukankah salah satu doa ijabah adalah doa yang ditujukan untuk mendoakan temannya?

Ya, pasti ini karena doa Ammar khusus Andre, bukan karena doa Ammar yang ampuh dan mudah di ijabah Allah.

Andrenata Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang