This Is My Life 4

483 31 0
                                    

Setelah puas mengelilingi kompleks rumah, kini kulajukan motor untuk pulang. Lagipula, hari sudah hampir senja.

"Assalamualaikum," ucapku memutar knop pintu rumah.

"Wa'alaikum salam, Dek. Dari mana?" tanya kak Ahsan.

"Itu, habis jalan-jalan. Ayah sama bunda belum pulang, Kak?" tanyaku balik.

"Belum, Dek. Mungkin bentar lagi," ujarnya.

Aku hanya mengangguk, lalu menuju kamarku.

***
Kini waktu menunjukkan pukul 4.36 pagi. Selesai membersihkan diri, aku langsung melaksanakan sholat subuh. Lalu, kurapikan semua barang-barang yang ada di kamar. Karena baru, jadi semua barangku belum dirapikan ke tempat seharusnya.

Kini aku dan kak Ahsan sedang sarapan. Namun, kayak ada yang kurang. Kuperhatikan sekeliling, ternyata ayah dan bunda tidak ada.

"Kak, ayah ama bunda, mana?"

"Hm, itu. Mereka ada urusan penting katanya. Ayah ada meeting pagi, sedangkan bunda ada pertemuan dengan klien dari Singapura," jelasnya.

Aku hanya ber'oh'ria. Beberapa saat kemudian, kamipun selesai sarapan. Jadi, aku dan kak Ahsan aku berangkat menuntut ilmu.

"Dek, ngga mau bareng ama kakak?" tanyanya.

"Ngga usah, Kak. Lagian Al punya motor, kok," jawabku sambil manasin mesin motorku.

"Ya, ngga papa sih. Tapikan, arah sekolah mu dengan kampusku searah Dek, kok ngga mau, sih? Atau jangan-jangan kamu sudah punya pacar, ya? Makanya ngga mau di anterin ama Kakak?" ucapnya panjang lebar diakhiri dengan kekehan.

"Apaan, sih. Orang ngga punya pacar, kok. Lagian pacaran itu ngga boleh, dosa. Emangnya ada yang mau sama, Al?" tanyaku agak kesel.

"Ya, ada toh. Masa ngga ada yang mau sama adek, kakak yang imut ini," ujarnya mencubit pipiku.

"Aww, sakit Bambang!" ketusku menepis tangannya yang menempel dipipiku.

"Ngga usah nge-gas, Jubaedah. Lagian ini tuh, rumah. Bukan hutan, ngga usah teriak-teriak. Udah kayak Tarzan aja," ucapnya sambil tertawa kecil.

"Udah, ah Kak. Nanti malah terlambat lagi," ujarku menaiki motor.

"Al, pamit dulu. Assalamualaikum," ucapku.

"Wa'alaikum salam, belajar yang rajin!" teriaknya.

***
Saat ini pelajaran ips sedang berlangsung, semua murid malah sibuk sendiri. Berbeda denganku, perhatianku saat ini hanya fokus mendengarkan apa yang Bu Wita jelaskan selaku guru bidang studi.

"Baik, anak-anak. Pelajaran kita sampai disini dulu, pertemuan berikut kita sambung lagi. Assalamualaikum," ucapnya pamit.

"Wa'alaikum salam," jawab kami serentak.

Setelah Bu Wita keluar, kini giliran siswa-siswi yang berhamburan menuju kantin. Karena bosan di kelas, kuputuskan untuk menyusuri koridor sekolah.

Kuberjalan, pikiranku berkelana kemana-mana. Hingga tak sadar, aku sekarang berdiri di tengah lapangan basket.

"Wah, kebetulan ada bola tuh. Main ah, mumpung ngga ada yang lihat," gumamku lalu mengambil bola basket.

Berkali-kali kumasukkan bola ke-ring basket, tanpa ada satupun yang meleset. Karena lelah, kuputuskan untuk beristirahat. Tiba-tiba ....

"Nih," ucap seseorang.

'Astagfirullah'

"Apaan sih, lo. Ngagetin aja," ucapku dengan nada kesal.

"Maaf, gue hanya mau kasih lo ini," ucapnya menyodorkan air mineral.

"Makasih. Tapi maaf, ngga usah," ucapku bangkit meninggalkannya tanpa melihat wajah lelaki itu.

Tapi yang kutahu, dia itu adalah siswa kelas XII. Itu berarti, dia kakak kelasku. Tapi, apa peduliku. Orang aku juga ngga kenal, ngapain peduli.

***
Kini waktunya pulang, semua siswa maupun siswi berhamburan ke tempat parkir kendaraannya masing-masing. Begitupun denganku.

Sesampainya di rumah, kulangsung ucapkan salam dan menuju kamar. Namun, ternyata ayah dan bunda sudah menungguku dari tadi.

"Al, mari sini, Nak! Duduk dekat bunda," pintanya.

Aku hanya menurut, dan duduk dekat bunda.

"Ada apa, bund? Kok, kayaknya ada yang serius, sih?" tanyaku penasaran.

Namun, sebelum bunda menjawab, ayah terlebih dahulu bersuara.

"Gini sayang. Dad, mommy, sama kak San akan kembali ke London. Tapi, sayangnya kamu ngga bisa ikut," jelasnya.

Butuh beberapa saat agar aku bisa mengerti maksud ayah.

"Tapi, kenapa? Kenapa Al ngga boleh ikut? Kak Ahsan saja boleh, kenapa denganku tidak?" tanyaku berkaca-kaca.

"Perusahaan ayah di London sedang ada masalah, nak. Jadi, ayah sama bunda harus pergi ke sana. Masalah kakakmu ikut, itu karena ayah ingin membantunya belajar. Bagaimana cara mengelola perusahaan dengan baik," jelas ayah.

"Iya, Nak. Kamu harus ngerti ayah sama bunda," timpal bunda meyakinkanku.

This Is My Life [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang