This Is My Life 14

299 15 0
                                    

Aku memang kehilangan keluargaku, tapi harusnya aku tak bersikap seperti ini, kasihan Rey. Berlarut-larut dalam kesedihan pun tidak akan membuat mereka kembali. Seharusnya aku sadar, bukan hanya aku yang tersiksa, namun Rey pun sama seperti.

Melihatnya beberapa hari ini yang selalu meluangkan waktu untukku, membuat hatiku tersentuh. Tidak seharusnya aku mengabaikannya, untuk itu kuputuskan melupakan semua yang terjadi. Aku yakin, di mana pun mereka berada, Allah pasti bersama mereka.

Masalah perusahaan ayah di London, ku alihkan semua atas namaku. Bukan hanya itu, aku pun turut andil mengurus perusahaan. Memang aku tidak pernah kuliah, tapi aku sangat ahli dibidang bisnis dan ekonomi.

Sedari kecil, aku memang sering masuk ke ruang kerja ayah. Oleh karena itulah, kadang-kadang beliau mengajarkanku bagaimana cara pembisnis yang baik.

Jadi jangan heran, jika semua masalah perusahaan aku yang tangani. Sebenarnya, aku tidak kerja, hanya saja semua yang terjadi selalu dilaporkan padaku. Orang-orang yang membantuku mengurus perusahaan, adalah orang-orang kepercayaan ayah dan bunda. Jadi, aku tidak terlalu khawatir.

***
Setelah sholat isya, aku bergegas ke dapur untuk menyiapkan makan malam.

"Rey, makan dulu!" titahku.

"Iya, bentar lagi."

"Udah dulu, nanti bentar baru Lanjutin kerjanya!"

"Iya, deh."

Setelah itu, kami pun mulai menyantap makanan yang ada.

"Kamu udah ngga papa 'kan, sayang?" tanyanya melihatku.

"Iya, Rey. Aku ngga papa, kok. Seharusnya, aku itu harus lebih dewasa ngadepin ini semua. Maaf ya, udah buat kami repot," ucapku dengan mata berkaca-kaca.

"Nah gitu, dong. Kamu itu harus tau, masih ada aku yang selalu menyayangimu. Satu lagi, kamu ngga pernah ngerepotin, kok." jelasnya sambil tersenyum.

Ya Allah, terima kasih sudah mengirimkan seseorang seperti dia untukku. Meskipun belum ada rasa padanya, namun akan ku coba membuka hati untuk mencintainya. Semoga, ia adalah orang yang memang kau takdirkan untukku.

Sudah ku putuskan, akan membuka hati dan mulai belajar mencintainya. Namun, aku juga tidak akan pernah menyerah, karena ku yakin kedua orang tuaku serta kak Ahsan masih hidup. Sudah tiga bulan lebih, setelah tragedi itu. Namun, tidak ada kabar sama sekali.

"Hai, sayang! Kamu udah siap, ya?"

"Iya, Rey." ku buang nafas, "Rey, bisa tidak kita mulai sesuatu yang baru?" sambungku.

"Maksud kamu apa, sayang?" tanyanya padaku yang sedang memasangkan dasinya.

"Ya, sesuatu yang baru. Seperti pasangan suami-istri pada umumnya. Aku sedang belajar menjadi istri yang baik untukmu, dan mulai membuka hati untuk menerimamu," ujarku.

"Kamu beneran 'kan, sayang?" tanyanya memastikan.

"Iya," jawabku mantap.

"Alhamdulillah, terima kasih sayang. Aku senang banget dengarnya," ucapnya memeluk dan mencium keningku.

Desiran aneh muncul dalam diriku, entah apa yang merasuki ku saat ini. Nyaman dan hangat, itulah yang kurasakan.

'Ya Allah, semoga engkau selalu membuat keadaan seperti ini' batinku.

***
"Aku berangkat ya, sayang! Kamu baik-baik di rumah," pamitnya dan tidak lupa mencium keningku lagi.

"Assalamualaikum."

"Wa'alaikum salam, hati-hati!" teriakku sambil melambaikan tangan padanya.

Setelah mobilnya benar-benar menghilang dari pandanganku, langsung aku kembali memasuki rumah.

Hari ini aku berinisiatif untuk membersihkan rumah, daripada hanya duduk.

Ku mulai membersihkan kamar tidur milikku dan Rey, setelah itu baru bagian rumah yang lain. Setelah beberapa jam, rasanya semua badanku sakit sekali. Segera ku menuju ke kamar dan membersihkan diri.

Karena bosan, ku putuskan setelah sholat zuhur aku akan ke rumah sakit, tempat Rey bekerja. Karena selama menikah, aku belum pernah menginjakkan kaki di rumah sakit milik papa mertuaku yang telah ia wariskan pada Rey.

Aku menyiapkan makanan sebelum pergi kesan, rasanya aku ingin sekali makan siang bareng suami gantengku... heheh...

***
"Permisi, mbak. Ruang Dokter Reyhan Dirgantara mana, ya?" tanyaku pada resepsionis.

"Ibu tinggal lurus saja, belok kiri. Itu ruangan Dokter Rey." jelasnya.

"Makasih ya, mbak!" seruku lalu berjalan menuju ruang suamiku.

Sesampainya di depan pintu, segera ku ketuk dan memberi salam.

Tok.. tok..

"Assalamualaikum." ucapku.

"Wa'alaikum salam, masuk!" perintahnya.

Rey sama sekali tak sadar, bahwa yang datang adalah aku. Ia masih saja sibuk dengan berkas laporan diatas meja kerjanya.

"Serius amat, pak!"

"Iya, dong sus. Buru-buru nih," ujarnya namun masih belum menatapku.

"Emang mau kemana, pak?" tanyaku lagi.

"Aduh, sus. 'Kan sebentar lagi makan siang, jadi saya mau pulang nemuin istri saya," tuturnya lagi.

Aku hanya ber'oh'ria.

Kemudian, ku dudukkan bokongku di kursi yang tersedia di ruangan itu. Tapi, anehnya Rey masih belum sadar kalau yang tanya tadi adalah istrinya, bukan perawat. Hadedeh, punya suami gini amat.

'Eh, bentar deh. Kok, itu suara kayak aku kenal. Tapi, masa iya dia datang ke kantor sih? Mungkin karena kepikiran dia, jadi kebawa-bawa deh' batin Rey.

Namun, karena rasa penasaran yang tinggi. Setinggi cintanya pada Al, iapun mendongkakkan kepalanya.

Matanya seketika melotot. Aku yang melihat itupun jadi bingung. Lalu, ku naik-turunkan alisku bertanda bertanya 'Kenapa?'.

"Eh, sayang. Kok, kamu bisa ada disini?"

"Ya, bisalah. Buktinya sekarang aku ada disini. Kamu ngga senang?" tanyaku.

"Bu... bukan gitu, sayang. Aku kaget aja, 'kan ngga biasanya kamu datang ke kantor," ujarnya dan duduk di sampingku.

Aku hanya ber'oh'ria mendengar penuturannya.

"Oiya, nih. Aku bawain makan siang buat kamu," ucapku memberikan rantang makan yang kubawa.

"Makasih, sayangku. Kita makan berdua, ya!" ajaknya dan aku mengangguk.

Setelah itu, aku mulai membuka satu persatu rantang makan, kemudian ku sajikan untuknya.

"Makasih!" serunya.

Aku hanya mengangguk, entah kenapa beberapa hari terakhir ini malas sekali berbicara panjang lebar. Mungkin masih bawaan sedih kali, ya.

"Sayang, buka mulut dong!" pintanya.

"Mau ngapain?" tanyaku heran.

"Aku 'kan pengen suapin kamu, biar romantis gitu." ucapnya membuatku malu.

***
Sekarang waktu menunjukkan pukul 5 sore, itu artinya Rey akan pulang. Setelah makan siang tadi, aku tidak pulang. Namun, masih bersikukuh untuk tetap di kantor, meskipun Rey sudah memintaku untuk pulang.

"Pulang, yuk!" ajaknya.

"Iya, ayo!" seruku girang.

Akhirnya pulang juga, aku sudah tak sabar menghabiskan malam ini bersama Rey. Entah kenapa dari tadi pagi, rasanya tidak ingin jauh darinya. Ada apa ini?

This Is My Life [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang