This Is My Life 26

307 14 0
                                    

"Yang, sunahan yuk! Rindu nih aku, siapa tau langsung diberi amanah."

"Amin, tapi jangan sekarang."

"Terus kapan, dong?"

"Kapan-kapan," balasku tertawa renyah.

"Haish, kamu mah enggak asik."

"Biasa aja kali," balasku santai.

"Mau ya?"

"Mau apaan lagi, nih? Kalau bicara yang jelas, jangan kayak orang kumur-kumur."

"Lah, siapa yang kumur-kumur?"

Aku hanya mengangkat kedua bahuku acuh, seraya membereskan tumpukan berkas kantor.

"Kok, kamu jadi enggak peka gini?"

"Emm, baru tau ya? Kudet amat," jawabku.

"Kudet? Apaan tuh?"

"Kurang update!"

Dia hanya ber'oh'ria menanggapi jawabanku. Setelah itu, hening kembali melanda.

"Sunahan yuk!" ajaknya lagi, dan kali ini aku hanya bisa pasrah.

"Terserah, lakukan semaumu. Karena semua hanya milikmu."

***

Satu bulan setelah kejadian malam itu, tiba-tiba kepalaku terasa pusing. Lemas, sampai aku tak sadarkan diri.

"Aku di mana? Kepalaku kok, sakit banget ya."

"Hai, sayang. Udah bangun, nih makan dulu ya. Kamu akhir-akhir ini kurang makan, sih. Ada apa, hum?" tanyanya duduk di sampingku.

"Enggak tau nih, sayang. Aku enggak ada nafsu buat makan," jawabku lesu.

"Ya udah, sekarang kamu makan. Habis itu istirahat ya!" ucapnya mencium pucuk kepalaku.

"Hm, iya. Tapi aku pengen sesuatu nih," ucapku menunduk.

Ia mengangkat daguku, agar aku bisa menatapnya.

"Mau apa, hum?"

"Hmm, pengen jalan-jalan terus makan es krim. Soalnya udah lama enggak makan es krim," jawabku tersenyum.

"Udah? Itu aja?"

"Masih ada sih, tapi takut kamu marah, entar."

"Nggak kok, aku nggak akan marah. Emang apa sih?"

"Pengen gendong," ucapku manja.

"Duh manjanya istriku, jadi gemes dan pengen gigit, deh."

"Jangan digigit, sakit tau."

"Iya, iya. Apa sih yang enggak buat istri bidadariku," ucapnya yang berhasil membuatku malu.

"Loh, kok pipinya merah? Kamu nggak papa?" tanyanya beruntun.

"Ish, kamu mah. Aku tuh malu, sayang." Kataku menutup wajah dengan kedua tangan.

"Buwahahahah, kamu lucu deh. Kayak baru kenal aja," ucapnya masih tertawa.

"Jadi enggak sih, kita jalan-jalan?" tanyaku mengalihkan pembicaraan.

"O iya, ya. Jadi lupa," jawabnya cengengesan.

Setelah percakapan panjang lebar itu, kami pun turun. Sesuai dengan janjinya, dia pun mengendongku sampai lantai bawah.

"Kenapa enggak ke mobil aja sekalian?" tanyaku saat ia menurunkanku.

"Berat yang. Emang kamu berapa kilo, sih?"

"100 kilo!" ketusku.

"Itu kamu atau gajah?" tanyanya yang diakhiri kekehan.

"Au ah males," ucapku membanting tubuh diatas sofa sambil menyilangkan kedua tangan didepan dada.

"Jangan ngambek, ya? Kamu enggak berat kok, cuma-...."

"Cuma apa?!" Dengan nada membentak.

"Cewek kalo udah marah, kayak singa yang kelaparan deh. Kok galak gini sih, atau dia lagi pms, ya?" gumam Rey membatin.

"Itu ... anu ... tangan aku sakit, yang. Makanya enggak bisa gendong kamu," ucapnya sembari duduk di sampingku.

"Kamu sakit? Maaf ya, aku enggak tau. Maaf ... hiks ... hiks," ucapku merasa bersalah.

"Lah, kok malah nangis? Kamu enggak salah kok, sayang. Aku aja yang kurang hati-hati tadi."

"Maaf, hiks ... hikss ... aku sudah buat kamu sakit." Kupeluk erat dirinya, sungguh merasa bersalah karena sudah membentaknya.

"Aku sudah jadi istri durhaka," sambungku masih sesegukan.

"Enggak kok, sayang. Kamu itu istri yang baik dan sholehah, dan aku sayang banget sama kamu. Udah ya nggak usah nangis," ucapnya mengusap air mataku.

Aku hanya mengangguk, detik berikutnya aku malah tertidur dalam dekapannya.

"Istriku, bidadariku. I love you," ucapnya mengecup keningku.

***

Pukul 12.43 siang aku terbangun, kulihat dia tertidur pulas dengan bersandarkan sandaran sofa. Sedang aku berbaring dengan beralaskan pahanya sebagai bantal, sungguh pasangan sempurna.

Namun kebahagiaan itu tak berlangsung lama, saat tiba-tiba perutku terasa mual. Segeraku berlari menuju wastafel yang berada di kamar mandi.

"Huekk ... huekk ...." Aku terus saja muntah.

This Is My Life [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang