Pov Reyhan.
***
"Kamu istirahat ya, sayang." Aku mencium kening lalu berbaring di sampingnya.
"Aku tau, pasti sekarang kamu sangat terbebani. Kamu nggak usah khawatir, apapun yang terjadi aku akan tetap berada di sampingmu."
Sesaat kemudian aku sudah berada di alam mimpi ...
Senja mulai terlihat, aku segera bangkit untuk mandi. Saat membuka mata, wajahnyalah yang pertama kali aku lihat.
"Cantik!"
Hanya kata itu yang cocok untuknya, kulihat dia tidur dengan pulasnya. Tak tega sih, untuk membangunkannya. Tapi, entar dia marah lagi karena enggak dibangunin.
"Sayang, bangun gih." Kutepuk lembut pipinya.
Namun hasilnya nihil, ia bahkan tidak bergerak sama sekali. Hal itu tentu membuatku sangat khawatir.
"Sayang, kamu kenapa? Ayo bangun! Jangan buat aku khawatir kayak gini deh," ujarku lagi dengan menguncang sedikit tubuhnya.
"Hmm, Rey. Ada apa?" tanyanya mulai bangun.
"Kamu baik-baik aja, 'kan?" Bukannya menjawab, aku malah bertanya balik.
Tapi bukannya menjawab, ia malah memejamkan matanya, lagi."Kamu kenapa?" tanyaku lembut sambil memegang keningnya, "Astagfirullah, panas banget."
"Sayang, kita ke Dokter, ya? Badan kamu panas banget," ujarku.
"Aku nggak mau, Rey," balasnya.
"Ya Allah, bagaimana ini? Apa yang harus hamba lakukan?" Saat ini aku benar-benar tidak bisa berpikir.
"Kamu tunggu ya, aku ambilin air hangat untuk mengompresmu." Ia hanya mengangguk.
Aku pun segera turun dan menuju dapur. Mama yang melihat hal itu pun langsung menghampiriku.
"Ada apa, nak? Apa semua baik-baik saja?" tanya mama.
"Al, ma. Badannya panas banget," jawabku sambil menuangkan air hangat kedalam mangkuk.
"Apa kita panggil Dokter aja ya, ma?" sambungku.
"Ngapain panggil Dokter? Bukannya kamu juga Dokter, ya?" Pertanyaan mama sontak membuatku menepuk jidat sendiri.
"Mama, bener. Aku 'kan Dokter, jadi aku yang akan merawatnya."
Segeraku naik menuju kamar, dan menghampirinya yang terbaring lemas.
"Sayang, aku kompres ya, kepalanya?" Ia hanya mengangguk.
Setelah mendapat persetujuan, aku langsung mengompres keningnya dengan kain yang sudah basah karena air hangat.
"Kita nggak usah pulang dulu, ya? Lagian kamu juga masih sakit gini," ujarku.
"Tapi ...."
"Tidak ada tapi-tapian, harus nurut pokoknya!" Tegasku.
Seketika dia langsung diam, sama sekali tak bersuara. Aku yang melihat hal itu, langsung membuang napas kasar. Pasalnya aku belum pernah bicara dengan nada agak tinggi seperti itu.
"Maaf, sayang. Maaf, aku tak bermaksud seperti itu. Aku hanya tidak mau kamu kenapa-kenapa, juga tidak ingin kehilangan kamu," ujarku mencium dan membawanya kedalam dekapanku.
"Maaf," ucapku lagi.
"Iya, aku ngerti kok."
"Syukurlah kalau kamu mengerti. Ya udah, kamu istirahat ya. Aku ambilin kamu bubur," ucapku membaringkannya.
Setelah itu, aku pun ke dapur lagi untuk membuatkannya bubur. Sekitar 30 menit, akhirnya siap juga buburnya.
"Kamu makan, ya. Supaya nggak lemas kayak gitu," ucapku memasuki kamar.
Lalu, duduk di sampingnya.
"Buka mulutnya, aaaa ...."
Suap demi suap-pun masuk kedalam mulutnya.
"Udah, Rey. Aku udah kenyang."
"Satu lagi ya," pintaku, namun ia menggelengkan kepala.
Aku hanya pasrah, yang penting dia sudah makan meskipun itu hanya sedikit. Aku tak ingin memaksa wanitaku ...
Kini malam pun tiba, dan alhamdulillah panasnya sudah mulai turun.
"Kamu cepat sembuh ya, sayang. Aku kangen dengan senyumanmu dulu," ujarku mencium tangannya.
Pov end.
***
"Entah kenapa, tiba-tiba saja aku demam. Padahal tidak melakukan kegiatan yang aneh-aneh, kok. Mungkin terlalu stres aja kali, ya. Mikirin bunda, ayah, juga kak Ahsan. Kasihan juga dengannya, lagi dan lagi aku hanya bisa merepotkannya." Pikirku melihatnya tertidur pulas di sampingku.
"Rey, makasih ya. Kamu datang dan membawa kebahagiaan dalam hidupku," ucapku mencium keningnya, lalu kembali tidur.
KAMU SEDANG MEMBACA
This Is My Life [Completed]
RomanceNamaku Gilbriani Mad Husna Alfatih, seorang gadis blasteran Indonesia-Inggris. Aku mempunyai seorang kakak laki-laki, bernama Muhammad Ahsanillah Alfatih. Ayahku seorang pengusaha berkebangsaan Inggris, sedangkan bunda juga seorang pengusaha,namun b...