This Is My Life 17

281 15 0
                                    

Hari ini aku dan Rey akan berangkat ke London, sekarang kami sudah berada di bandara. Setelah membeli tiket, beberapa saat kemudian pesawat pun lepas landas.

Selama berada dalam pesawat, pikiranku berkelana ke mana-mana. Kenapa kak Ahsan hanya sendiri? Ayah dan bunda, di mana mereka berdua? Sekilas, itulah beberapa pertanyaan yang muncul dipikiranku.

"Sayang, kok ngelamun, sih? Ada apa, hum?" tanya Rey.

"Nggak papa, kok. Nggak ada apa-apa juga," jawabku sesantai mungkin.

3 jam berlalu, kini pesawat yang kami tumpangi sudah mendarat. Sementara itu, sudah ada yang menunggu kami di parkiran. Ya, mereka adalah orang-orangku.

"Mari tuan, nona. Kami akan antar sampai ke rumah," ujar salah satu dari mereka.

"Saya tidak ingin pulang, langsung saja ke tempat orang itu. Saya sudah tidak bisa menunggu lagi," balasku yang diangguki mereka.

Kami pun masuk dan menuju tempat orang yang mirip kak Ahsan. Di tengah perjalanan, tiba-tiba kepalaku pusing. Hingga membuat Rey khawatir.

"Kamu kenapa, sayang?" tanyanya panik.

"Ngga tau, nih. Rasanya kepalaku agak pusing," jawabku sambil memegang kepalaku.

"Ya udah, sebaiknya kita pulang dulu, ya!" ajaknya.

Aku menggelengkan cepat, tidak mungkin ku hentikan pencarian ini. Sudah lama aku menantikan saat ini, aku sangat merindukan kak Ahsan.

"Ngga Rey, pokoknya hari ini aku harus bertemu dengannya. Aku ingin memastikan, apakah dia benar kak Ahsan, atau tidak. Ku mohon, jangan hentikan aku kali ini," ucapku sambil melipat kedua tangan memohon.

Karena tidak tega, akhirnya Rey setuju untuk pergi ke rumah orang itu. Beberapa saat, kami pun sampai.

Saat melihat tempat tinggalnya, aku sedikit kaget. Kenapa kak Ahsan tidak tinggal di rumah ayah? Rasa penasaranku semakin menjadi, kala melihat seorang wanita keluar dari dalam. Ku rasa umurnya sama dengan umur kak Ahsan. Segera ku hampiri wanita itu.

"Hy!" sapaku.

"Hello," balasnya ramah.

"Can I ask something?" tanyaku.

"Yes, of course." Senyumnya ramah.

"Is this your house?" tanyaku sambil menunjuk rumah itu.

"Yes, why?" tanyanya balik.

Bukannya menjawab, aku malah bertanya lagi. "Do you have a husband? If yes, can I meet him?"

Tanpa menjawab, ia langsung masuk ke dalam rumahnya. Aku dan Rey hanya berdiri, dan menunggu di luar. Agak lama menunggu, akhirnya ia keluar dengan seorang laki-laki.

Sontak aku dan Rey berkata, "Kak Ahsan!"

"What's up, miss? Why are you looking for me?" tanya kak Ahsan.

"Kenapa kak Ahsan, nggak kenal sama aku? Apa dia hilang ingatan? Lalu, benarkah perempuan itu istrinya?" gumamku bertanya-tanya.

"Apa kakak nggak ingat? Ini Al kak, Al." Suaraku serek menahan tangis.

"Sorry sir, he's my wife. We are here to meet you." Kini Rey angkat bicara. "Is your name Muhammad Ahsanillah Alfatih?"

"No, my name is Jonathan and this is my wife, Jeni."

Astaga, ternyata bukan kak Ahsan. Tapi, kenapa wajahnya mirip sekali? Apakah benar kata orang, bahwa di dunia ini ada 7 orang yang memiliki wajah yang sama? Entahlah, kepalaku pusing memikirkan itu semua.

"Sorry, I think you are my brother. Again, sorry sir." Kamipun meninggalkan kediaman mereka.

Saat menuju mobil, tiba-tiba kepalaku terasa berat. Berselang lama kemudian, tubuhku tiba-tiba ambruk. Namun, untungnya dengan sigap Rey menangkapku. Setelah itu, aku tak tau lagi apa yang terjadi.

Pov Rey

Aku terperanjat kaget, saat tubuhnya tiba-tiba ambruk. Entah apa yang terjadi? Tapi saat ini, panikku mengalahkan tingkat dewa.

Segera ku bopong tubuh rampingnya ke dalam mobil, lalu menuju rumah sakit. Selama perjalanan, mulutku tak henti-hentinya berdoa. Semoga wanitaku ini tidak apa-apa.

Beberapa saat kemudian, kami pun sampai. Kembali ku gendong tubuhnya masuk ke dalam, sambil teriak kayak orang gila.

"Help me!"

Tiba-tiba, seorang Dokter perempuan mendatagi kami.

"Ada yang bisa kami bantu, pak?" tanya berbahasa Indonesia.

"Ya, tolong bantu istri saya," pintaku.

Ia pun menuntunku membaringkan Al di sebuah ruangan. Setelah memeriksanya, kami pun bicara.

"Bagaimana keadaan istri saya, dok?"

"Istri anda tidak apa-apa. Hanya saja...,"

"Hanya apa, dok?"

"Kayaknya istri bapak hamil,"

"Dokter serius?"

"Hmm, gimana ya, pak? Ini hanya prediksi saya, namun saya harap istri bapak tidak banyak pikiran. Karena itu akan sangat berpengaruh pada calon janinnya,"

"Iya, makasih Dokter...,"

"Raisa, Indonesia."

Ternyata, dia dari Indonesia. Pantesan bisa bahasa Indonesia, jadi aku tidak perlu repot-repot berbahasa Inggris.

Pov end

***

Ku buka mata perlahan, lalu menatap ruangan yang ku tempati.

"Aku di mana?" tanyaku sambil memegang kepala.

"Eh, udah bangun sayang. Nih, makan dulu," ucapnya menyodorkan semangkuk bubur.

"Lah, ngapain makan bubur? Aku 'kan lagi kagak sakit," ucapku heran, namun dia hanya senyum-senyum tak jelas.

"Nih, anak ngapain lagi senyum-senyum kagak jelas? Ke sambet apaan, sih? Kok, sikapnya aneh gini?" gumamku terus menatapnya.

"Aneh!" cibirku.

"Aneh? Siapa sayang?" tanyanya bingung.

"Oh, itu. Orang gila lewat," ucapku terkekeh.

Dia hanya ber'oh'ria.

"Oiya, sayang. Subur amat,"

"Subur? Apaan sih? Kagak jelas,"

"Sabar Rey, sabar. Bawaan bumil," ucapnya tersenyum.

"Bumil?" Aku bingung dengan ucapannya, kemudian bertanya, "Aku hamil?"

"Humm, nggak tau sih, sayang. Itu hanya prediksi Dokter aja, karena gejala yang kamu tunjukkan itu kayak orang lagi hamil."

"Nggak mungkin, Rey. Kita 'kan cuma ngelakuin satu kali, itupun baru beberapa hari yang lalu,"

"Iya sih, tapi kalau Allah sudah berkehendak, kita pun tidak bisa berbuat apa-apa," balasnya sambil mengelus kepalaku yang tertutup kerudung.

This Is My Life [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang