Ada rasa tidak terima, namun aku tidak bisa berbuat apa-apa. Jadi, ku izinkan mereka untuk pergi. Karena berangkatnya sebentar siang, jadi aku masih bisa mengantar mereka ke bandara.
***
"Hy, baby. Are you okay?" tanya ayah padaku."Yes, it's okay dad." jawabku lesu.
"Nak, kamu jaga diri baik-baik ya. Jangan tidur terlalu malam, satu lagi. Jaga kesehatanmu," ujar bunda menciumku.
"Iya, bund. Al tau kok," balasku.
"Dek, kamu jaga diri ya. Jangan suka kebut-kebutan pake motor bebekmu itu. Lagian kamu 'kan cewe," tutur kak Ahsan.
Aku mengeritkan dahi, heran dengan ucapannya.
"Orang aku ngga pernah ngebut, kok. Kalau bicara itu jangan ngawur deh, kak!" balasku menatapnya tajam.
Sang empu yang ditatap, hanya cengengesan.
"San, udah. Jangan gangguin adikmu terus, bentar lagi kita berangkat tu!" tegur bunda.
"Iya, bund. Ngga ganggu kok," jawabnya.
"Sayang, ayah sama bunda pamit ya." ujar ayah.
"Iya, dad." balasku sambil menyalami kedua orang tuaku.
"Kakak, juga pamit." sambung kak Ahsan memelukku, akupun membalas pelukannya.
"Iya, hati-hati. Kalau udah sampai, jangan lupa hubungin!" ucapku agak berteriak, karena mereka sudah menaiki pesawat.
Setelah pesawat lepas landas, ku langkahkan kaki untuk pulang. Namun, bukan pulang ke rumah melainkan apartemenku.
Ku lajukan motor dengan kecepatan sedang. Aku pergi ke apartemen, setelah mendapatkan izin dari bibi yang menjaga rumah.
Apartemen itu ku beli menggunakan uang tabungan milikku, karena tempatnya yang bagus dan agak jauh dari keramaian. Maka, ku putuskan untuk tinggal sementara di sana, sampai keluargaku kembali pulang.
***
Sebenarnya, aku sangat menyayangi keluargaku. Namun, akibat kejadian 10 tahun silam membuatku sedikit tak suka pada mereka. Terutama pada bunda, karena saat itu, ayah sedang ada kunjungan kerja ke Singapura."Hiks ... hiks bunda," tangis anak perempuan berumur 5 tahun.
Saat itu, sedang terjadi kebakaran besar di sebuah pusat perbelanjaan. Namun, seorang gadis kecil tinggal sendirian di rumah. Entah ke mana orang tuanya, tapi untungnya kakak dari ayah datang dan membawaku ke rumahnya.
Ternyata, bunda juga kakaknya sudah berada di sana sejak berita kebakaran itu. Apa-apaan itu, bisa-bisanya bunda meninggalkanku dan hanya membawa kak Ahsan. Ya, gadis kecil itu adalah aku sendiri.
Sampai sekarang, ingatan itu tidak pernah hilang. Ada rasa sangat kecewa dengan sikap bunda, kenapa hanya kak Ahsan yang ia bawa? Apakah aku tidak berarti baginya?
Entahlah, meskipun bunda sudah sering minta maaf. Tapi, kalau mengingat lagi kejadian itu, sangat sakit.
"Hei ... ngapain ngelamun?" tanya seorang yang membuyarkan lamunanku.
"Ck, ngapain sih? Ngagetin orang aja deh," ucapku berdecak kesel.
"Sorry," ucapnya nyengir kuda.
"Eh, Al. Boleh ngga gue nanya sesuatu sama, lo?" sambungnya.
"Apa?" ketusku.
"Umur lo berapa, sih?" tanyanya lagi.
"Nih, anak kepo banget sih. Untuk apa coba, nanyain umur? Kirain apaan," gumamku membatin.
"Di tanya, malah bengong." sambungnya.
"16 tahun," jawabku cuek dan dia hanya ber'oh'ria.
"Ke kantin, yuk!" ajaknya.
"Malas," jawabku cuek.
"Jadi orang, cuek amat." ujarnya lagi.
"Bodo amat," balasku, lalu beranjak untuk pergi.
"Al, tungguin!" teriaknya dari belakang.
"Mau kemana?" tanyanya lagi yang sudah berada di sampingku.
"Pulang," karena waktunya pulang sekarang.
Aku berjalan ke parkiran dan mengeluarkan motorku dari parkiran motor. Setelah itu, ku lajukan menuju apartemen yang sudah ku anggap rumahku sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
This Is My Life [Completed]
RomanceNamaku Gilbriani Mad Husna Alfatih, seorang gadis blasteran Indonesia-Inggris. Aku mempunyai seorang kakak laki-laki, bernama Muhammad Ahsanillah Alfatih. Ayahku seorang pengusaha berkebangsaan Inggris, sedangkan bunda juga seorang pengusaha,namun b...