"Kamu masuk, jangan kerja yang berat-berat dulu, ya. 'Kan baru sembuh," ujarnya saat kami memasuki rumah.
"Ya ampun Rey, hanya demam doang kali. Nggak usah diperpanjang masalahnya deh, lagian aku tuh udah sembuh. Paham 'kan kamu," balasku sedikit sebal.
Pasalnya dia terlalu overprotektif banget deh, hanya demam doang juga.
"Kali ini nggak ada penolakan, bila perlu kamu ikut aku kerja. Supaya bisa ngawasin kamu, oke?" ucapnya mencium kepalaku.
"Terserah," balasku cuek dan naik ke kamar.
Sebal deh, kenapa sih? Jangan lakukan itu, jangan lakukan ini. Emang aku anak kecil, apa? Sungguh suami yang aneh.
Karena lapar, aku kemudian turun ke bawah dan mengambil beberapa makanan ringan. Lalu, menuju ke ruang tamu sambil nonton tv.
Entah datang dari mana, tiba-tiba suaranya kayak emak-emak yang lagi marahin anaknya karena nakal.
"Sayang!" teriaknya.
"Kenapa teriak-teriak sih?!" ketusku.
"Kamu kenapa makan snack-snack kayak gini? Ini tuh nggak baik buat kesehatan kamu," ucapnya mengumpulkan semua makanan yang ada di depanku.
"Ih, kamu kenapa sih? Aku 'kan laper Rey, balikin dong!" pintaku.
"Kita makan di luar, oke? Jangan makan yang beginian, nggak baik buat kesehatan."
"Hmm, iya deh, iya."
"Oke, kamu tunggu bentar. Aku mau ganti baju dulu," ujarnya, "Dan jangan coba-coba makan makanan itu lagi."
Aku hanya mengangga melihat perubahan sikapnya, apa dia lagi pms? Kok, galak amat. Tapi, dia 'kan cowok. Masa iya pms? Dasar aku.
Beberapa saat kemudian, ia pun turun menggunakan pakaian santai dengan dengan paduan jaket kulit hitam
"Yuk!"
"Iya," balasku sambil mengerucutkan bibirku.
"Bagaimana?"
"Apanya?"
"Penampilan suamimu ini, tampan nggak?" tanyanya pede.
"Biasa aja," jawabku cuek.
"Tuh bibir ngapain? Udah kayak piramida Mesir kuno," ucapnya tertawa.
"Nggak usah tawa, lagian nggak ada yang lucu." Sewotku.
"Iya maaf, aku cuman khawatir doang sama kamu, sayang. Kamu tau 'kan, betapa khawatirnya aku saat kamu demam, dan itu tidak bisa digambarkan dengan kata-kata. Kamu ngerti 'kan?"
"Iya, aku ngerti kok. Aku juga tau kalau kamu sayang banget sama diri ini, tapi nggak usah khawatir gitu. Aku kuat kok," ujarku tersenyum.
"Iya, aku tau kamu itu wanita tangguh dan kuat. Maka dari itu aku nggak mau kamu kenapa-kenapa, oke?"
"Asyiap bossku," balasku sambil hormat.
Ia hanya tersenyum manis kearahku, aku yang melihat hal tersebut hanya mampu membalasnya dengan senyuman yang tak kalah manis pula.
***
Di sinilah kami sekarang, restoran dengan tema klasik perpaduan gaya Eropa dan Nusantara.
"Kamu suka?"
"Suka banget, makasih ya, sayang." Tanpa sadar kalimat itu keluar sendiri dari mulutku.
"Bilang apa tadi?"
"Sayang," ucapku malu.
Ia langsung mencium kedua pipiku, astaga mana di depan umum. Semua pengunjung resto menatap kearah kami, tentu saja hal itu membuatku malu.
"Rey, ish malu tau."
"Nggak usah malu, udah hala juga 'kan."
Aku hanya mengangguk, dan memang yang dikatakannya itu benar adanya.
"Kamu mau pesan apa, sayang?" tanyanya melihat buku menu.
"Apa aja deh, yang penting makannya bareng kamu," ucapku diakhiri kekehan.
"Batu sama kayu, mau nggak?"
"Ya, nggak gitu juga kali."
Setelah itu, kami tertawa bersama. Sungguh hari yang indah, dan menyenangkan.
***
Kebahagiaan yang hakiki adalah kebahagiaan yang kita rasakan saat bersama dengan orang yang kita cintai. Terlebih didalamnya didasari dengan cinta kepada-Nya, hal itu tentu saja akan memperkuat hubungan keduanya.
Cinta tak perlu sesuatu yang mewah, cukup dengan engakau saling menyayangi itu sudah lebih dari cukup.
Cinta tak butuh diungkapkan, hanya engkau merasakannya itu sudah membuatku bahagia.
Ingatlah ini, jangan engkau mencintai orang yang tidak mencintai Allah. Allah saja ditinggalkan apalagi kamu.
~Gilbriani Mad Husna Alfatih~
KAMU SEDANG MEMBACA
This Is My Life [Completed]
RomanceNamaku Gilbriani Mad Husna Alfatih, seorang gadis blasteran Indonesia-Inggris. Aku mempunyai seorang kakak laki-laki, bernama Muhammad Ahsanillah Alfatih. Ayahku seorang pengusaha berkebangsaan Inggris, sedangkan bunda juga seorang pengusaha,namun b...