Setelah pertengkaran kecil itu, aku dan Rey pun pamit.
"Ya udah yah, bunda. Al pergi dulu, ya?" pamitku sambil mencium kedua punggung tangan milik mereka.
"Iya sayang, hati-hati. Rey tolong jagain anak ayah, ya?" ucap ayah padanya.
"Iya, yah. Rey janji bakalan jaga," balasnya yang juga menyalami ayah dan bunda.
"Assalamualaikum." Kini kami sudah masuk ke dalam mobil.
"Wa'alaikum salam," jawab mereka kompak.
Rey pun melajukan mobil dengan kecepatan sedang, menembus jalanan ibukota. Tak lama kemudian, kami pun sampai di pekarangan rumah.
Saat melihat rumah itu, kesan pertama yang di tampilkan adalah keindahan taman yang berada di samping rumah.
"Udah, nggak usah di liatin mulu. Camburu lho akunya," ucapnya terkekeh.
Sedangkan aku hanya cengengesan. Lalu, kami berjalan menuju pintu utama. Rey lalu mengambil kunci yang berada di saku celananya, kemudian membuka pintu. Kami pun masuk.
"Assalamualaikum," ucapku memasuki rumah.
"Wa'alaikum salam," jawabnya.
Karena capek, segera ku rebahkan tubuh di atas sofa ruang tamu. Begitu pun dengannya, menyandarkan kepala di sofa. Berselang lama, ia pun bangkit.
"Kamu pasti capek, ya? Sebaiknya, istirahat gih di kamar. Naik aja, terus di atas itu hanya ada kamar kita. Jadi, kamu nggak akan bingung," jelasnya yang mendapat anggukan dariku.
Ku naiki satu persatu anak tangga, setelah beberapa saat, akhirnya sampai juga depan pintu. Perlahan tapi pasti, ku mulai membuka pintu kamar. Saat pintunya terbuka, aku langsung menutup mulut dengan tanganku.
"Wow, Masya Allah indahnya,"
Kamar yang indah, di hiasi banyak balon, dan yang paling menarik perhatianku adalah kata "Welcome to home, Bidadari surgaku, Gilbriani Mad Husna Alfatih."
Karena tak kuasa menahan haru, aku pun berteriak. "Rey!!"
Langkah kakinya menaiki tangga sangat terburu-buru, tak berselang lama, ia pun berdiri di sampingku.
"Ada apa, sayang? Ada yang sakit? Atau kamu perlu sesuatu, hum?" tanyanya khawatir.
Aku hanya menggeleng, lalu memeluknya erat, sangat erat.
"Makasih ya, kamu udah siapin ini semua," ucapku sambil menangis terharu.
"Iya, sayang, sama-sama. Kamu suka 'kan?" tanyanya.
Aku mendongkakkan kepala, lalu melepaskan pelukanku.
"Umm, lumayan sih," jawaku santai.
"Apa? Lumayan? Padahal udah aku siapin dengan kasih sayang, lho." Ia menunduk lesu mendengar jawabanku.
"Hmmm," dehemku
"Kalau lumayan, terus ngapain teriak-teriak tadi?" tanyanya.
Skatmat, mampus. Jawab apa nih, ya Allah tolonglah hambamu ini.
"Oh, itu. Ada kecoa tadi," jawabku sekenanya.
"Betul apa bener?" tanyanya memastikan.
"Dua-duanya," jawabku cengengesan.
Dia hanya ber'oh'ria, kemudian kami pun memasuki kamar. Setelah itu, ia langsung merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur.
"Kamu nggak mandi, Rey?" tanyaku sambil memasukkan baju ke almari.
"Bentar dulu, capek nih."
"Ih, buruan mandi. Kamu bau, tau nggak." Perintahku sambil menutup hidung.
"Kamu juga belum mandi 'kan? Sekalian aja mandi berdua," ujarnya manaik-turunkan alisnya.
"Amit-amit," ucapku menggelengkan kepala.
"Lho, kenapa? 'Kan udah halal," ujarnya lagi.
"Kalau nggak mau, ya udah. Nggak usah mandi setahun, supaya sekalian." Kesalku.
"Iya deh, iya. Nggak usah marah-marah, entar cantiknya ilang lagi," balasnya terkekeh sambil berjalan ke kamar mandi.
Beberapa saat kemudian, ia pun keluar dari kamar mandi dengan pakaian santai. Kini, waktunya aku juga harus mandi. Namun sebelum itu, ia langsung memelukku. Keget, ya kaget sih.
"Ih, kamu ngapain sih, Rey?" tanyaku berusaha melepas pelukannya.
"Nggak ngapa-ngapain kok," jawabnya.
"Lah, terus ngapain peluk?" tanyaku lagi.
"Emang nggak boleh, 'kan istri sendiri. Dari pada meluk guling," jawabnya lagi.
"Udah ah, lepas. Mau mandi nih," rengekku.
"Cium dulu, dong!" pintanya.
Cup
Ku cium pipi kanannya, lalu berlari secepat kilat ke kamar mandi.
***
Kini siang berganti malam, setelah selesai sholat isya, aku pun turun dan menyiapkan makan malam."Rey! Turun gih, makan malam sudah siap, nih!" ucapku sambil teriak.
"Iya, sayang. Nggak usah teriak-teriak juga kali, kita itu 'kan lagi di rumah, bukan di hutan." Katanya sambil menuruni tangga.
"Iya, maaf." Aku hanya cengengesan.
Kamipun mulai duduk dan makan. Saat makan tidak ada yang bersuara, hanya dentingan sendok yang beradu dengan piring. Hingga beberapa saat kemudian, kamipun selesai makan malam.
Segera kubereskan semuanya. Berbeda denganku, Rey lansung menuju ruang tengah untuk bersantai. Menyebalkan, bukannya bantuin istri malah enak-enakkan nyantai.
Selesai semuanya, akupun menuju ketempat Rey, dan menjatuhkan bokongku disampingnya.
"Kamu capek, ya?" tanyanya.
'Udah tau malah nanya, dasar aneh' batinku sambil menatapnya tajam.
"Kamu marah, ya sayang?" tanya lagi.
Namun aku masih tetap tidak mengubrisnya.
"Kamu kenapa, sih?" lagi-lagi tanyanya, sambil mengubah posisi duduknya yang semula lurus kedepan kini beralih menatapku.
"Ngga tau," ketusku.
'Perempuan kalau udah marah, nyeramin amat. Untung sayang, kalau ngga udah kulempar ke gunung Fuji' Rey membatin.
"Apa?? Mau ngelempar ke gunung Fuji?" tanyaku masih dengan tatapan mematikan.
'Etdah, buset. Nih anak, kok dia tau sih?'
"Kalau lo berani lempar gue ke gunung Fuji, gue lempar balik lo, ke gunung Himalaya," ucapku lagi.
"Hehe, ngga kok, saya...,"
"Apa??" sergahku memotong ucapannya.
***
Kini kami berada dalam kamar, sambil baca novel, kusandarkan punggungku di sandaran tempat tidur."Yang, antara gunung Fuji ama gunung Himalaya, mana yang lebih tinggi, sih?" tanyanya.
"Ya, mana ku tau," jawabku acuh dan tetap fokus pada buku yang kubaca.
"Masih marah, ya?" tanyanya lagi.
"Em, kalau iya kenapa? Kalau tidak, juga kenapa?" jawabku memutar mata malas.
"Hehe, ngga papa, sih." jawabnya sambil menggaruk kepalanya.
"Tuh, kepala kenapa digaruk-garuk?" tanyaku tanpa melihatnya.
"Ngga papa,"
Aku hanya ber'oh'ria saja.
***
"Rey, bangun dong. Sudah siang gini, masih aja molor," ucapku mengguncang tubuhnya.Setelah sholat subuh, Rey kembali tidur. Sudah 30 menit aku membangunkannya, namun ia tak juga bangun. Tiba-tiba, muncul ide konyol dalam otakku.
"Rey!! Ada kambing masuk kamar!!" teriakku.
"Aaaaa!" jeritnya langsung bangun.
KAMU SEDANG MEMBACA
This Is My Life [Completed]
RomanceNamaku Gilbriani Mad Husna Alfatih, seorang gadis blasteran Indonesia-Inggris. Aku mempunyai seorang kakak laki-laki, bernama Muhammad Ahsanillah Alfatih. Ayahku seorang pengusaha berkebangsaan Inggris, sedangkan bunda juga seorang pengusaha,namun b...