This Is My Life 6

404 22 0
                                    

Sudah hampir satu tahun, namun ayah dan bunda belum juga pulang. Meskipun sering video call dengan mereka, tapi kerinduanku belum terbalas.

Karena memiliki prestasi yang sangat baik di sekolah, maka pihak sekolah mengizinkanku mengikuti ujian kelas XII. Setelah seminggu lalu melaksanakan ujian, kini adalah persiapan kelulusan.

Mungkinkah keluargaku datang?

Pihak sekolah sudah memberitahukan keputusan kepada kedua orang tuaku, bahwa tahun ini aku lulus lebih cepat dibanding teman seangkatanku.

***
Kini, hari yang ditunggu-tunggu pun tiba. Semua siswa beserta para orang tua telah menempati kursi tamu.

Kuedarkan pandangan ke seluruh sudut sekolah, namun hasilnya nihil. Orang yang ku tunggu tak datang, mungkin mereka masih sibuk, pikirku.

Namun, ada apa dengan kak Ahsan? Bukankah dia tidak sibuk? Lalu, kenapa dia tak datang? Menyebalkan sekali.

***
Saatnya pengumuman siswa dengan predikat dan nilai terbaik. Kepala sekolah pun menaiki panggung untuk memberikan sambutan, serta membacakan secara langsung nama siswa yang bersangkutan.

"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakaatuh." ucap kepala sekolah.

"Wa'alaikum salam warahmatullahi wabarakaatuh," jawab seluruh orang yang ada di aula.

"Baik, berdirinya saya di sini adalah ingin menyampaikan sapatah dua patah kata, untuk melepas anak-anakku kelas XII. Namun, untuk tahun ini. Sekolah mencetak sejarah baru, dengan mengikutkan salah satu siswi kelas XI dalam ujian. Atas prestasinya yang selalu membanggakan sekolah," jelasnya.

"Mungkin itu saja yang bisa saya sampaikan, kurang dan lebihnya mohon dimaafkan. Baik, saya akan membacakan nama-nama siswa maupun siswi yang berprestasi." sambungnya.

Setelah itu, beliau membacakan semua nama siswa. Kini, tiba saatnya menyebutkan nama siswa yang meraih nilai terbaik.

"Baik, anak-anak. Sekarang siswa dengan perolehan nilai terbaik diraih oleh ... Gilbriani Mad Husna Alfatih! Kepada siswi yang bersangkutan, harap naik ke atas panggung!" serunya.

Semua orang bertepuk tangan, akupun naik ke atas panggung dan menerima piagam penghargaan.

Kepala sekolah memintaku mengatakan beberapa patah kata, namun aku menolaknya. Setelah rangkaian acara selesai, akupun pulang. Namun kali ini bukan ke apartemen, melainkan ke rumah ayah.

Sudah lama aku tak berkunjung ke sana, ada sedikit rasa rindu.

***
"Assalamualaikum." ucapku memutar knop pintu rumah besar itu.

Ku tau tak ada orang, karena bibi sudah pulang kampung dari bulan yang lalu. Tapi, aku tetap mengucapkan salam. Bukankah malaikat selalu menjawabnya.

Ku amati seluruh sudut rumah, tiba-tiba netraku menangkap sosok yang selama ini ku rindukan.

"Ayah!" teriakku sambil berlari memeluknya.

"Sayang, udah pulang?" tanyanya mengelus lembut kepalaku.

"Kok, ayah ngga datang ke sekolah, Al?" bukannya menjawab, aku malah tanya balik.

"Oh, itu tadi ada masalah sedikit di bandara. Jadi, ngga sempat ke sekolah kamu," jawab bunda yang baru turun ke bawah.

Aku ber'oh'ria, lalu melepaskan pelukanku.

"Kak San, mana bund?" tanyaku pada bunda.

"Hei dek, kangen ya?" sebelum bunda menjawab, kak Ahsan sudah berada di sampingku.

"Nggak," jawabku memeluknya.

"Lah, terus ngapain meluk?" tanyanya bingung.

"Rindu, kak!" seruku yang mendapat jitakkan di dahi.

"Aww, sakit Bambang!" ringisku menatapnya tajam.

"Sorry," ucapnya cengengesan.

***
Malam hari telah tiba, setelah sholat isya berjamaah, kamipun melanjutkannya dengan makan malam.

Selesai makan, ayah, bunda serta kak Ahsan pun bersantai di ruang keluarga. Berbeda denganku yang langsung naik ke kamar.

Tak lama kemudian, ada suara mengetuk pintu kamar.

Tok ... tok ...

"Iya, bentar," ujarku membuka pintu.

"Kak, ada apa?" tanyaku padanya.

Ternyata orang yang mengetuk pintu adalah kak Ahsan.

"Ayah sama bunda mau bicara, penting katanya. Kamu buruan turun, gih!" perintahnya.

Aku hanya mengangguk dan mengekor di belakangnya.

This Is My Life [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang