This Is My Life 22

280 14 0
                                    

Pov Al.

Selama setahun ini, aku sudah berusaha menjadi istri yang baik. Memang terkadang sifatku sering membantah dan kurang peka dengan keinginannya, tapi dia tetap sabar menghadapiku.

Sifatku yang dulunya dingin, jutek dan cuek, kini berangsur-angsur berubah. Namun terkadang, hal itu bisa saja muncul kembali.

Dulu, aku berpikir bahwa tidak ada yang menyayangiku. Sampai akhirnya menikah dengannya, lalu orang tuaku benar-benar pergi meninggalkanku.

Kadang kala muncul pemikiran, apakah ini semua sudah memang ditakdirkan untukku? Kenapa disaat aku mulai merasakan cinta, orang terdekatku pergi meninggalkanku? Apakah juga pernikahanku ini, bisa selamanya seperti ini? Atau malah sebaliknya?

Entahlah dengan semua hal itu. Tapi satu hal yang perlu diingat, akan kupertahanan pernikahan ini. Cukup hanya ayah, bunda, dan kak Ahsan yang pergi. Dia suamiku, Reyhan. Biarkanlah selalu disisiku, menemaniku disaat suka maupun duka.

Semoga Allah mengabulkan segala permintaanku.

Pov end.

***

Beberapa saat kemudian, kami pun sampai di kediaman keluarga Dirgantara. Tak jauh beda dengan kediaman keluarga Alfatih sih, besar dan luas.

"Assalamualaikum, Ma." Kami ucapkan serentak.

"Wa'alaikum salam," jawab perempuan paruh baya.

"Wah-wah, mantu mama dateng, nih. Yuk masuk, sayang!" sambungnya mempersilahkan kami masuk.

Kami pun masuk, dan duduk di ruang tamu.

"Siapa yang dateng, ma?" tanya seseorang yang baru turun dari tangga.

"Ini, kakak kamu dan istrinya," jawab mama Anita.

Ia langsung berlari dan memelukku.

"Dateng, nggak kasih tau sih? Kalau tau mau dateng 'kan, Nadia buatin cheesecake."

Dia Nadia, adik Reyhan dan mantan teman kelasku dulu.

"Udah Nadia, biarkan mereka istirahat. Kamu jangan ganggu, oke?" ujar mama.

"Iya, tapi istrinya pinjam dulu ya, kak?" ucapnya menarikku ke kamarnya.

***

"Kok, lo kagak kasih tau gue sih, kalo mau dateng. 'Kan bisa gue bikinin cheesecake," ucapnya kembali.

Baginilah, kalau sudah bertemu dengannya. Bukan pake aku-kamu tapi lo-gue.

"Gue nggak suka keju," jawabku datar.

"Ya elah, elo mah kebiasaan deh. Datar plus dingin, kagak bisa apa senyum dikit? Ternyata kak Ahsan bener juga ya, muka lo udah kayak tripleks."

Mendengar ucapannya, aku langsung menatapnya tajam.

"Nyeramin amat lo," ujarnya terkekeh.

Sedang aku hanya memutar mata malas. Setelah itu, langsung beranjak meninggalkannya.

"Mau ke mana?"

"Cari angin," jawabku sekenanya.

"Cari angin, atau nyariin kak Rey?"

"Dua-duanya," ujar lalu keluar dari kamar.

***

Di sinilah kami sekarang, ruang keluarga. Ternyata Rey menceritakan semua kejadian yang menimpa keluargaku.

"Kamu yang sabar ya, nak. Semua itu pasti ada hikmahnya," tuturnya sambil memelukku.

"Iya, ma. Makasih udah mau nerima Al," balasku menangis.

Tak berselang lama, Nadia pun turun dan ikut bergabung dengan kami.

"Lah, nih Snow White bisa nangis juga?" tanyanya dan Rey yang mendengar itu langsung menatapnya tajam.

"Nadia bisa diam tidak, sih?" ucap mama menegurnya.

"Iya, ma. Maaf," jawabnya.

"Emang ada apa sih, ma?" sambungnya bertanya.

"Kamu tau 'kan, kecelakaan setahun yang lalu," ucap mama, "Salah satu dari korbannya adalah keluarga Alfatih."

"Astagfirullah, maaf ya Al. Gue nggak tau," ucapnya sedih.

"Iya nggak papa, kok. Lagian kamu juga kagak tau," balasku mengusap air mataku dan melepas pelukan mama.

"Mangkanya, kalo kagak tau nggak usah sok banyak tingkah lo," cibir Rey pada adiknya itu.

"Udah, nggak usah bertengkar. Emang nggak malu apa?" ucap mama melerai pertengkaran keduanya.

"Iya ma," jawab mereka bersaamaan.

"O iya, Rey. Kalian istirahat gih di kamar," sambung mama.

Rey langsung berdiri dan merangkulku, lalu berjalan menuju kamarnya dilantai dua.

This Is My Life [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang