PROLOG

5.7K 227 17
                                    

Pertemanan labil di usia dini, memang cukup menyenangkan. Bisa tertawa bahagia meski dalam hal sederhana. Lelucon kecil membuat suasana pertemanan semakin gaduh dan ribut.

Tak tahu hal apa yang tengah di bicarakan oleh mereka, namun hal ini tentu tak akan terulang kembali. Hanya akan menjadi kenangan indah di kemudian hari. Tentang bagaimana mereka bermain, bercanda tawa, berkumpul di ladang rumput yang tingginya hanya beberapa cm.

Tanpa adanya suatu hubungan, kata pertemanan itu semakin di dominasi dengan rasa sayang, tak melihat perbedaan yang ada.
Ya memang, tak ada yang perlu di permasalahkan dalam harta. Kesejahteraan selalu menjadi pusat perhatian berkumpulnya mereka beserta keluarga.

"Ih Angka gak asik." tampak seorang tuan mungil melipat kedua lengannya didepan dada, saat setelah ia menggeser anak rambutnya yang terasa mengganggu.
Menekuk wajah ala gemasnya anak di bawah umur.

"Amu yang gak asik, nama aku Angkasa bukan Angka." sahut putra kecil yang katanya bernama Angkasa itu.
Siapa yang tidak kesal mengingat namanya yang selalu salah sebut oleh seorang teman lelakinya, siapa lagi kalau bukan Satya.

"Ih belantem aja syana, kaya anak kecil huh!"
Mencoba melerai namun seakan menantang salah satu dari yang tengah berdebat.
Keyla yang merasa panas akan kupingnya seakan ingin meloncat melerai kedua temannya yang sedang berselisih, entah berselisihkan akan apa!

Takk!

"Ngomongnya kek tua aja." Satya menoyor kepala Keyla dengan santainya, tak memperdulikan wajah Keyla yang saat ini tengah memerah menahan tangis.

"Belaninya sama cuwe dasal!" seorang bocah yang agak tua dari mereka mencoba melerai pergaduhan diantaranya, namun nihil! Malah ia juga terseret kedalamnya, Putri hanya ingin membela keyla namun tak tahu bila ia akan ikut kedalam pertarungan ini.

"Apaansih, ikutan aja." kata Satya mendelik

"Tau apa kamu soal cuwe?" kini bocah paling ceria dari mereka mulai berhadapan dengan Satya, si otak kurang dua cm. Lontaran kata dari Bulan langsung di sergap dengan cepatnya oleh Satya.

"Kalna aku juga cuwe!" tak peduli ia berkata apa, namun pasti ada yang salah dalam perkataannya. Karena dengan tiba-tiba teman-temannya menghadap ke arahnya, dan jadilah ia menjadi pusat perhatian.

"Kamu bilang apa tadi?" sosok pendiam namun cerdik kini menengahi, Zulfi yang sedari diam tak tahan dengan pertikaian ini.

"Eum ... Gak tau lupa!" dengan bodohnya Satya mengalah dengan tampang konyolnya, dan berakhir berlari menuju pada Zulfa, Niko dan Nika yang sedang bermain bersama Aurel, seorang anak yang baru memasuki usia balita.

Konyol memang tapi terdapat rasa nyaman di setiap tingkah mereka, tak jarang berkelahi atau adu mulut semata. Namun ...
Mereka selalu merindukan tingkah kekanak-kanakan temannya satu sama lain, hal biasa memang. Namun ... Akan menjadi luar biasa nantinya bila akan mengenang kenangan indah itu.

The Cupu Boy (PEMBARUAN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang