Hujan

745 92 6
                                    

Selama aku nyaman, kamu tak akan aku gantikan

- Aditia Fahreza Angkasa

°

°

Mendapati seorang gadis manis sedang menggerutu kesal sambil menendang-nendang kecil ban mobil putih cantik. Mengeluarkan sumpah serapah untuk keadaan sekarang.

Awan mendung membuat amarahnya semakin deras. Ditambah jalanan sepi membuatnya gelagapan sendiri. Gelagapan karena tidak ada seorangpun yang bisa dimintai tolong atau hanya sekedar bertanya.

Ponselnya meredup, baterai dari ponsel canggih itu tersisa satu persen. Membuat si gadis semakin kalang kabut melihat hal itu.

"Sial banget gue hari ini" katanya memandang langit yang mulai menjatuhkan prajurit. Air murni yang sering disebut hujan.

Bulan meneduh pada dalam mobil, menyandarkan diri pada sandaran mobil untuk menenangkan.

Lama Bulan menunggu hujan itu mereda, namun tak kunjung berhenti. Ponsel miliknya sudah lama mati, hanya jam tangan yang masih hidup. Dentingan waktu disana sudah semakin larut, artinya ini sudah sore. Hatinya bimbang, bagaimana jika papa marah padanya karena terlambat pulang? Apakah ia akan dihukum kembali? Sudah cukup batinnya menopang kuat dirinya, ia tak akan sanggup jika tubuhpun ikut merasakan sakit.

Tok, tok, tok

Ditengah bayangan buruk yang Bulan pikirkan, tanpa ia sadari ada yang mengetuk jendela mobilnya. Bulan menyadari ketukan itu pada bunyi ke tiga. Hatinya berkata jangan menengok, namun ketukan itu masih berlanjut. Membuatnya segera melirik takut-takut pada jendela.

Bulan menghela napas lega, ternyata bukan orang jahat ataupun hantu yang ia pikir akan mencoba mencelakainya. Ternyata seorang manusia lugu yang sering ia ganggu ketenangannya, tengah memperhatikan keberadaan sambil mengetuk jendela mobil Bulan.

Angkasa, menggunakan helm sekadarnya dengan motor scoopy hitam-merah milik lelaki itu. Angkasa tersenyum manis melihat Bulan, namun Bulan hanya datar melihat Angkasa.

Bulan hanya membuka sedikit dari jendela mobilnya, untuk mendengar suara Angkasa. takut-takut jika derasnya hujan akan membasahi dalam mobil.

Angkasa kegirangan saat ia mulai ditanggapi, dengan cepat Angkasa mengucapkan hal yang ingin ia bilang pada Bulan.

"Be-lum pulang?" Tanya Angkasa saat melihat Bulan masih betah duduk nyaman di dalam.

"Menurut lo?"

Angkasa hanya tersenyum kikuk saat Bulan menjawabnya dengan spontan. "Mau bareng?" tawar Angkasa.

Bulan menimang ajakan Angkasa. Bukan dirinya yang ingin bersama Angkasa, tapi Bulan takut pada papa. Takut bila ia akan terkena ledakan emosi sang papa, cukup batin dan jangan tubuhnya. Sekalipun tubuhnya basah kuyup nanti, ia tak peduli. Karena memang tak akan ada yang memperdulikan.

"B-bulan?"

Lamunan Bulan terbuyar begitu mendengar suara tertahan milik si lugu di sampingnya. Bulan melirik Angkasa, lelaki itu masih ternyum menatap Bulan. Bulan bergidik melihat itu. sayang sekali ia tak bisa membully Angkasa dalam keadaan seperti sekarang.

Bulan mengangguk, membuat Angkasa semakin menarik sudut bibirnya. Mungkin dengan hal ini, ia bisa membuat seorang Bulan mempunya hutang budi yang membuat gadis itu merasa canggung untuk membully-nya. Lalu hubungannya akan membaik, dan seperti yang pernah Angkasa bilang 'Akan ada waktunya untuk Angkasa bertindak'.

The Cupu Boy (PEMBARUAN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang