Sudah sebulan berlalu semenjak mereka tinggal bersama, namun Hyungwon jarang sekali melihat Wonho keluar apartemen.
Ketika Hyungwon berangkat kerja, Wonho masih bersantai di depan televisi. Saat dia kembali dari kantor, kerap kali ia menemukan Wonho ada di dapur, entah sedang memasak atau sekadar duduk di bar stool sambil memainkan ponsel.
Kalaupun lelaki itu pergi, dia selalu memakai pakaian santai. Hyungwon penasaran, sebenarnya apa pekerjaannya? Tidak mungkin kan dia pengangguran? Jika iya, bagaimana dia mampu membayar sewa apartemen?
Karena rasa ingin tahu yang terus menghantui, akhirnya Hyungwon memberanikan diri untuk bertanya.
"Kerjaan lo apa sih?" celetuk Hyungwon kala Wonho bergabung dengannya menikmati angin sore di balkon.
Wonho mengernyit, tidak menduga pertaanyaan tersebut keluar dari mulut laki-laki di sampingnya secara tiba-tiba. Hyungwon pun heran pada dirinya sendiri, tidak biasanya dia menghiraukan kehidupan pribadi orang lain.
Pembicaraan mengenai pekerjaan memang merupakan hal yang sensitif, tapi Hyungwon tidak peduli.
"Fotografer," jawab Wonho singkat.
Hyungwon berusaha menyembunyikan keterkejutan, tapi sia-sia lantaran Wonho dapat menangkap dengan jelas ekspresinya.
"Kok kaget?"
Hyungwon mengedikkan bahu, "Awalnya gue kira lo model, atau bodybuilder. Makanya gue ga nyangka ternyata lo fotografer," ucapnya jujur. Selain itu, dia jarang mendapati Wonho menenteng kamera.
Pantas saja terkadang Wonho pergi di waktu tak tentu, termasuk di hari libur, mungkin karena jadwal kerjanya yang fleksibel.
"Do I look like that?"
"Yeah," balas Hyungwon lalu menganggukkan kepalanya.
"Banyak yang ngira gue binaragawan, tapi baru lo yang bilang gue kayak model," sahut Wonho sebelum menyesap teh hangat yang tersisa di cangkirnya.
"Lo bisa jadi model kok. Model majalah porno," timpal Hyungwon, antara bercanda dan bersungguh-sungguh. Terdapat nada sarkastis dalam intonasi suaranya, dia bermaksud menyindir Wonho yang seringkali berkeliaran tanpa menggunakan baju, memamerkan tubuh bagian atasnya.
Alih-alih tersinggung, Wonho malah terkekeh. "Gue lebih suka di belakang kamera. Kalau dilihat-lihat, sebenernya yang lebih pantes jadi model tuh elo."
"Oh ya?" Hyungwon mengalihkan atensi kepada Wonho dan menyadari laki-laki itu tengah menatapnya.
"I mean, look at yourself," Wonho memperhatikannya dari ujung kepala hingga kaki, membuat Hyungwon sedikit risih, "Lo punya muka dan badan yang bagus. Proporsional, cocok jadi model."
Hyungwon tidak sanggup menahan tawa, "Apa itu cara lain untuk bilang gue cakep?"
"Exactly."
"H-hah?" mata Hyungwon membulat, dia tidak menyangka Wonho akan menimpali candaannya.
"Emangnya belum pernah ada yang bilang gitu?" tanya Wonho seraya mengerutkan dahi. Tak kunjung menerima jawaban dari Hyungwon, dia melanjutkan ucapannya, "Kayaknya lo bisa bikin semua orang jatuh cinta pada pandangan pertama. Lo tuh.. Gimana ya ngomongnya? Sempurna?"
Hyungwon tidak tahu harus mengatakan apa. Baru kali ini dia gelagapan mendengar pujian dari orang lain, sepertinya karena Wonho yang terlalu berterus terang.
Di pertemuan pertama mereka, Wonho langsung memuji Hyungwon. Namun ia kira itu hanyalah formalitas, semata-mata agar meninggalkan kesan baik di hadapan orang yang tidak dikenal.
"Uh.." Hyungwon mencoba untuk mencari kata-kata yang tepat, tapi pikirannya kosong, "Thank you?"
Sekarang giliran Wonho yang tertawa melihat ekspresi Hyungwon yang kebingungan, "You're welcome."
KAMU SEDANG MEMBACA
between daylight and darkness | hyungwonho ✔️
Short Storyhyungwon membutuhkan uang, sehingga dia terpaksa menyewakan kamar tamu apartemennya kepada orang asing.