Menjadi orang dewasa sangatlah menyebalkan, rasanya Hyungwon ingin kembali ke masa kanak-kanak, di saat dia tidak perlu memikirkan tagihan, biaya hidup, asuransi, dan cicilan.
Sudah empat tahun berlalu semenjak dia merantau ke ibu kota, meninggalkan kampung halaman demi bekerja di instansi pemerintah. Sebagai karyawan biasa, upah yang diterima Hyungwon tidak banyak, namun cukup memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Sebenarnya Hyungwon terlahir dari keluarga berada, kedua orangtuanya adalah wirausahawan. Dia bisa saja melanjutkan bisnis mereka, tapi dia menolak karena bidang tersebut bukan keahliannya.
Beruntung bagi Hyungwon, ayah dan ibunya mendukung keputusan dia untuk menjadi pegawai kantoran. Bahkan mereka membelikan apartemen yang terletak tak jauh dari kantor agar dia tidak perlu repot mencari tempat tinggal.
"Jadinya gimana?" tanya Changkyun membuyarkan lamunan Hyungwon.
"Apa?"
"Keputusan lo. Mati kelaparan?"
Hyungwon mendengus kala mendengar ucapan Changkyun. Dia telah mempertimbangkan saran Jooheon, ia memikirkannya hingga larut malam, sehingga membuatnya bangun kesiangan dan hampir terlambat datang ke kantor.
Sepertinya Hyungwon memiliki banyak pilihan selain menyewakan kamar apartemen, namun kenapa tak ada satupun yang muncul di otaknya?
Ketika waktu makan siang tiba, Hyungwon menghampiri meja kerja Jooheon dan duduk di kursi sampingnya.
"Kenapa lo?" tegur Jooheon, heran melihat laki-laki yang lebih tua beberapa bulan darinya itu hanya diam memandangi langit-langit ruangan.
"Gimana cara nyari orang yang mau nyewa kamar apartemen gue?"
_____
"Lo yakin?" Hyungwon menatap ragu susunan kalimat yang tertulis di layar ponselnya.
"Iya. Mendingan gini daripada lo pake agen properti atau apalah namanya," ujar Jooheon berusaha meyakinkan Hyungwon.
"Emang bakal ada yang liat? Soalnya followers gue ga banyak."
"Pasti ada. Nanti gue bantu sebarin link-nya deh," sahut Jooheon, "Sekarang tinggal tambahin foto fasilitas, abis itu lo post."
"Kok gue ragu ya? Kalau nanti yang nyewa ternyata orang jahat gimana?"
"Makanya diseleksi, jangan asal milih. Tenang, nanti gue bantuin background check."
Tak lama kemudian, Changkyun datang dengan dua gelas kopi di tangannya, "Masih lama ga sih?" serunya tak sabaran.
"Berisik, bentar dulu napa," sungut Hyungwon.
"Lama nih."
Jam kerja sudah berakhir sedari tadi, hampir semua pegawai telah kembali ke rumah masing-masing. Sementara Changkyun belum pulang karena ia menumpang mobil Jooheon, dan dia harus menunggu temannya itu selesai membantu Hyungwon.
"Udah mau diposting, tapi gue jadi ragu," kata Hyungwon seraya menekan tombol lock pada ponselnya.
"Lo tuh gimana sih?" seru Jooheon kesal, "Tau gini gue ga usah susah-susah nyusun kalimat!"
Hyungwon mengacak-acak rambutnya frustasi, "Gue ga bisa tinggal bareng orang lain, tapi gue butuh uang."
"Terserah lo deh, capek gue. Mending balik aja," Jooheon bangkit dari duduknya, "Ayo pergi, Kyun."
Changkyun mengekori Jooheon menuju tempat parkir, sedangkan Hyungwon masih sibuk menyelami pikirannya sendiri.
Dia tidak mampu membayangkan ada seseorang yang tinggal bersamanya. Siapa pun tahu bahwa Hyungwon sulit menyesuaikan diri dengan orang baru, dia menyukai ketenangan, dan ia benci jika ada yang menyentuh barang-barang miliknya.
Tiba-tiba ponsel Hyungwon bergetar, tanda ada panggilan masuk. Dia segera menekan tombol hijau pada ponselnya setelah mengetahui ibunya lah yang menelepon, "Halo?"
"Kenapa susah banget dihubungin sih?"
Hyungwon terkekeh mendengar suara ibunya yang mengomel lantaran sudah lama sekali dia tidak menelepon orangtuanya.
Mereka mengobrol selama beberapa menit, sebelum wanita itu mengucapkan sesuatu yang membuat jantung Hyungwon mencelos.
"Ayahmu dirawat di rumah sakit. Kalau ada waktu, kamu bisa pulang ga?"
KAMU SEDANG MEMBACA
between daylight and darkness | hyungwonho ✔️
Historia Cortahyungwon membutuhkan uang, sehingga dia terpaksa menyewakan kamar tamu apartemennya kepada orang asing.