Sepertinya sekarang adalah hari sial bagi Wonho. Komputernya mati di tengah proses mengedit, lalu ketika makan siang dia ketumpahan minuman akibat ulah Hyunwoo, dan pulang dari studio, ban mobilnya kempes sehingga ia harus memanggil orang untuk membetulkannya.
"Lo kayaknya kebanyakan dosa deh," komentar Kihyun yang membuat Wonho menarik napas panjang.
"Emang lo Tuhan, bisa menilai dosa gue banyak atau enggak?"
"Woah, santai dong. Ga usah emosi."
Wonho menyandarkan punggung pada tembok di belakang mereka, "Siapa sih yang iseng ngempesin ban mobil gue?"
Kihyun mengedikkan bahu, "Mungkin pas di jalan, lo ngelindes paku atau batu yang tajem."
Setelah mobilnya diperbaiki, Wonho duduk di kursi kemudi, dan disusul oleh Kihyun. "Bakal macet ga ya? Soalnya jam pulang kerja."
"Anterin gue sampe pertigaan aja," pinta Kihyun.
"Yakin?"
"Iya, mendingan gue jalan kaki daripada kejebak macet," balas Kihyun enteng.
Seolah kesialan Wonho belum cukup, di perjalanan, Kihyun baru sadar kalau kameranya ketinggalan. Akhirnya mereka berbalik arah dan kembali ke studio.
Sekitar jam 7 malam, Wonho tiba di apartemen. Dia segera mandi sekaligus mendinginkan kepalanya yang terasa pusing akibat seharian dibuat kesal oleh berbagai kejadian menjengkelkan.
Selesai membersihkan diri, Wonho menatap kamar Hyungwon yang tertutup. Walaupun tidak terdengar suara apa-apa, dia tahu teman serumahnya itu ada di dalam.
Wonho terdiam sebentar sebelum memutuskan untuk mengetuk pintu tersebut.
"Buka aja, ga dikunci."
Tak lama berselang, sosok Wonho muncul di hadapan Hyungwon, masih dengan rambut yang setengah basah.
Hyungwon menyingkirkan laptop dari pangkuannya dan mengalihkan atensi ke Wonho, "Apa?"
"Katanya pelukan bisa bikin perasaan seseorang menjadi lebih baik," Wonho menggantungkan perkataannya sejenak, "Hyungwon, can you hug me?"
"Ga usah macem-macem," sungut Hyungwon, ia bersiap bangkit dan mengusir Wonho dari kamarnya.
"Please?" ujar Wonho seraya memasang ekspresi memohon.
Secuek apapun Hyungwon, ia tetap memiliki hati. Dia tidak mungkin membiarkan Wonho tenggelam dalam kesedihannya sendirianㅡmeski sebenarnya dia tidak tahu apa yang menyebabkan Wonho bersikap seperti ini kepadanya.
"Oke, tapi bentar aja ya," sahut Hyungwon. Dia merentangkan tangan, mengisyaratkan agar Wonho menghampirinya.
"Kenapa lo?" tanya Hyungwon sambil menepuk pelan punggung Wonho. Jujur saja, dia merasa canggung melakukan skinship, terutama dengan orang yang belum lama ia kenal.
Tak kunjung menerima jawaban, jemari Hyungwon pun beralih ke kepala Wonho untuk mengusap rambutnya yang sudah hampir kering. Sementara Wonho menaruh dagu di atas pundak Hyungwon dan melingkarkan lengannya pada pinggang laki-laki itu.
Hyungwon tidak tahan dengan keheningan yang menyelimuti mereka berdua. Dia pun kembali mengangkat suara, "Shampoo lo baunya enak."
"Badan lo juga wanginya enak," gumam Wonho, kemudian ia mengarahkan hidungnya ke leher Hyungwon.
"Geli," keluh Hyungwon yang merasakan napas Wonho di permukaan kulitnya.
"I was feeling a little off today, but you definitely turned me on."
Mendengar kata-kata yang keluar dari mulut Wonho, Hyungwon refleks menjauhkan diri. "Sialan."
"Bercanda," ucap Wonho lantas menahan lelaki tersebut supaya pelukan mereka tidak lepas.
"Pantesan lo aneh banget, ternyata lagi needy," gerutu Hyungwon yang disambut dengan tawa Wonho.
"Gue boleh tidur di sini ga?"
"Boleh," jawab Hyungwon. "Gue tidur di sofa ruang tengah."
KAMU SEDANG MEMBACA
between daylight and darkness | hyungwonho ✔️
Historia Cortahyungwon membutuhkan uang, sehingga dia terpaksa menyewakan kamar tamu apartemennya kepada orang asing.