Hyungwon menatap sejenak bagian belakang mobilnya yang rusak, sebelum membuka bagasi dan memasukkan barang-barang.
Seharusnya hari ini dia pergi ke bengkel, tapi batal lantaran persediaan makanan, minuman, alat mandi, dan perlengkapan lainnya sudah hampir habis. Tidak mungkin Hyungwon menggunakan kendaraan umum untuk pergi ke super market, pasti akan sangat menyusahkan. Makanya ia memutuskan memperbaiki mobilnya nanti saja.
Sesampainya di apartemen, Hyungwon langsung meletakkan belanjaannya di atas mini bar. Dia tidak bisa memasak, jadi ia hanya membeli bahan makanan cepat saji semacam sereal, roti, pasta, dan frozen food.
"What the hell?" seru Hyungwon terkejut melihat rak atas kitchen set-nya penuh dengan ramen. Orang gila mana yang menyetok puluhan mi instan untuk sebulan? Apakah dia tidak takut ususnya bermasalah?
"Kenapa?" tanya Wonho yang keluar dari kamar akibat mendengar suara Hyungwon.
"Lo makan ramen tiap hari? Nggak waras."
"Oh.." Wonho menilik plastik belanjaan Hyungwon, "Lo abis dari super market?"
"Iya."
"Kenapa nggak ngajak?"
Hyungwon memiringkan kepalanya sedikit, "Sejak kapan kita sedekat itu?"
"We are friends, ga ada salahnya dong ngajak pergi satu sama lain?"
"Lama-lama gue muak denger kata 'teman'. Keseringan lo sebut," keluh Hyungwon.
Wonho terkekeh, lantas duduk di bar stool sambil memperhatikan Hyungwon yang tengah menaruh kaleng beer di dalam lemari pendingin. "What's your favorite food?"
"Hah?" Hyungwon menghentikan kegiatannya sebentar, tidak menyangka Wonho melontarkan pertanyaan mendadak yang sama sekali tidak penting. "Kenapa lo jadi tertarik dengan kehidupan gue sih?"
"Jawab doang apa susahnya."
Hyungwon menghela napas panjang. Dia termasuk orang yang pilih-pilih, namun dia terlalu malas untuk memikirkan makanan yang paling disukainya. "Pokoknya gue demen apa aja selain sayuran hijau."
"Kalau pizza?"
"Suka."
"Oke," ucap Wonho seraya bangkit dari duduk. Dia mengambil kunci mobil dan beranjak menuju pintu tanpa mengatakan apa-apa lagi.
"Dih, aneh banget," gerutu Hyungwon.
Kurang lebih setengah jam kemudian, Wonho kembali dengan menenteng dua box pizza di tangan kanan dan sekotak ayam goreng di tangan kirinya. Hyungwon yang sedang berkutat dengan ponsel melirik sekilas ke arahnya, "Mau ngadain pesta?"
"Iya, welcoming party gitu," celetuk Wonho asal.
"Lo yang pindahan, kenapa lo juga yang ngadain welcoming party?"
"Karena lo ga ada tanda-tanda buat nyambut gue," sindir Wonho, lalu ia menaruh makanan yang ia beli di atas meja, "Ayo sini Hyungwon."
"Katanya pengen party, kok sama gue?"
"Emangnya bareng siapa lagi?"
"Lo beli pizza sebanyak ini, ga mungkin kemakan semua, kita cuma berdua," ujar Hyungwon tak habis pikir.
"Tadi lo bilang suka pizza," sahut Wonho sembari membuka salah satu kotak.
"Tapi gue ga sanggup makan banyak-banyak."
"Lo bisanya makan berapa?"
"dua slice," jawab Hyungwon.
"Kenapa ga bilang? Berarti gue harus makan sisanya sendirian?"
"Lagian lo ga nanya dulu sih," sungut Hyungwon, tidak terima dirinya disalahkan.
"Ya udah gampang, kalau kenyang nanti disimpen buat ntar malem atau besok," ucap Wonho enteng. Sebenarnya dia membeli pizza karena ia sedang menginginkannya, bukan mau mengadakan pesta seperti dugaan Hyungwon.
"Tiba-tiba ada pick-up line muncul di otak gue," kata Wonho setelah menghabiskan sepotong pizza.
"Don't say anything, just eat."
Tak peduli dengan tatapan tajam Hyungwon, Wonho melanjutkan ucapannya, "Hyungwon, are you a pizza?"
"Shut up."
Meskipun tidak menerima respons yang baik, bukan berarti Wonho akan menghentikan apa yang ingin dikatakannya. "Because every slice of you is perfect."
KAMU SEDANG MEMBACA
between daylight and darkness | hyungwonho ✔️
Historia Cortahyungwon membutuhkan uang, sehingga dia terpaksa menyewakan kamar tamu apartemennya kepada orang asing.