Hyungwon terjaga dari tidurnya karena rasa sakit yang menyerang kepalanya secara bertubi-tubi. Dia hampir terlonjak kaget saat membuka mata dan mendapati sosok Wonho tidur di sampingnya, tanpa mengenakan apapun.
Seingat Hyungwon, tadi malam Wonho memang bertelanjang dada, namun masih menggunakan bawahan. Dia mengedarkan pandangan ke lantai dan melihat celana Wonho tergeletak di sana.
"Sialan," Hyungwon menendang tubuh Wonho dari atas tempat tidur, lalu terdengar suara berdebum disusul dengan ringisan pelan.
"Kenapa lo bisa ada di sini sih?" sungut Hyungwon seraya melemparkan selimut untuk menutupi organ intim lelaki itu.
Wonho memegang kepalanya yang berdenyut akibat hangover sekaligus dampak dari membentur permukaan lantai. "Kepala gue sakit."
Hyungwon bangkit lantas mengambil celana Wonho dan memberikan kepada pemiliknya. "Buruan pake celana."
"Hah?" Wonho melirik dirinya dan Hyungwon bergantian, "Kita ga ngapa-ngapain semalam?"
"Nggak."
"Tapi kenapa gue telanjang?"
"Karena lo mabok," sahut Hyungwon, "Kayaknya besok-besok gue harus ngunci pintu kamar supaya lo ga nyelinap masuk."
"Gue ga inget apa-apa.."
"Tadi malem lo wasted dan gue tinggalin di ruang tengah. Tapi pagi-pagi lo malah ada di kasur gue, dalam keadaan ga pake baju."
Wonho memakai celana dan menyibak selimut yang menutupi sebagian tubuhnya. "Gue ga tau mesti minta maaf atau enggak, soalnya gue beneran ga nyadar."
"Terserah," ujar Hyungwon tak acuh. Dia melangkah menuju dapur untuk menyeduh teh jahe guna menghilangkan mual pada perutnya.
"Mau muntah," keluh Wonho yang berjalan mengekori Hyungwon.
"Cepetan sana! Jangan muntah sembarangan," seru Hyungwon panik kemudian mendorong punggung Wonho ke arah toilet.
Selepas mengeluarkan isi perutnya, Wonho menghampiri Hyungwon yang duduk di bar stool, sedang membuat teh hangat.
"Padahal lo minum ga banyak-banyak amat dah perasaan," komentar Hyungwon.
"Gara-gara udah lama ga minum, toleransi alkohol gue makin berkurang, jadi gampang mabuk."
Hyungwon menunjuk cangkir teh yang ia sediakan untuk Wonho, "Gue sekalian bikinin teh buat lo tuh."
"Makasih."
"Lo mau makan apa?" ucap Hyungwon yang fokus mengetik sesuatu pada ponselnya. "Gue pengen beli sup ayam, lo mau ga?"
Wonho mengangguk lemah, "Abis ini kayaknya gue tidur lagi deh. Ga kuat, pening banget."
Benar saja, setelah mereka menghabiskan sarapan yang dirapel dengan makan siang, Wonho langsung terlelap dan baru bangun di sore hari.
"Masih pusing?" tanya Hyungwon yang menyadari kehadiran Wonho di sampingnya.
"Udah nggak," jawab Wonho lalu menaikkan kedua tungkainya ke atas railing balkon.
"Ga sopan," gerutu Hyungwon.
"Bentar, kaki gue pegel."
"Pegel abis ngapain sih anying, lo seharian cuma tidur."
Wonho mengedikkan bahunya ke atas. "Ga tau, badan gue sakit semua."
"Ya udah lurusin kaki lo, tapi jangan diangkat napa?"
"Enakan kayak gini," ujar Wonho santai, tidak peduli dengan Hyungwon yang menatapnya tajam.
"Kaki lo kenapa gede banget sih," keluh Hyungwon, "Turunin buruan, ganggu pemandangan."
Alih-alih menurut, Wonho justru mulai mengoceh tidak jelas. "You know what, if you have big feet, that means you also have big dㅡ"
"Big shoes, of course!" seru Hyungwon memotong perkataan Wonho, mencegahnya mengatakan sesuatu yang tidak senonoh.
Wonho tertawa, "Ga usah panik gitu dong."
"Lo kalau ngomong suka ga dipikir dulu soalnya," cibir Hyungwon.
"Lagian lo udah pernah liat punya gue, kenapa mesti panik sih?"
"Bangsat," maki Hyungwon lantas mengalihkan atensinya ke tempat lain. Sumpah, yang namanya Lee Hoseok ini mulutnya benar-benar tidak bisa dijaga.
KAMU SEDANG MEMBACA
between daylight and darkness | hyungwonho ✔️
Short Storyhyungwon membutuhkan uang, sehingga dia terpaksa menyewakan kamar tamu apartemennya kepada orang asing.