Sudah hampir seminggu Hyungwon selalu pulang terlambat karena urusan kantor. Namun kali ini ia menyelesaikan pekerjaannya lebih cepat, sehingga dia dapat berada di apartemen sebelum hari berganti malam.
"Gue baru tau lo ngerokok," ucap Wonho yang datang membawa gitar.
"Yeah, sometimes," jawab Hyungwon seraya menyodorkan kotak rokoknya.
Wonho menggeleng, menolak tawaran Hyungwon. "Gue udah berhenti."
"Oh."
"How's work?" ujar Wonho mengalihkan pembicaraan.
"Quite busy," balas Hyungwon sekenanya, dia tidak ingin membahas mengenai pekerjaan.
Alih-alih mengikuti Hyungwon yang berdiri di dekat railing, Wonho justru duduk di kursi yang tersedia di balkon. "Akhir-akhir ini gue jarang ketemu lo, padahal kita tinggal satu atap."
"Wajar, gue emang lagi sibuk," sahut Hyungwon, kemudian ia melirik gitar yang ada di pangkuan Wonho. "Punya siapa tuh?"
"Gitarnya Kihyun, aneh banget dia tiba-tiba nitipin ke gue."
"Lo bisa main gitar?"
"Dikit-dikit doang, diajarin Kihyun. Kalau lo?"
"Dulu pernah belajar, tapi ga tau deh masih inget atau enggak."
Wonho menyerahkan gitar di tangannya kepada Hyungwon, "Coba mainin."
"Ga mau ah, udah lupa."
"Cobain dulu makanya."
Hyungwon menghela napas, dia mematikan rokoknya dan mengambil alih gitar dari Wonho.
"Jangan ketawa kalau gue salah chord," ucap Hyungwon sembari memosisikan kedua tangannya.
Sudah bertahun-tahun Hyungwon tidak menyentuh alat musik, dan yang mengejutkan adalah ia masih mampu memainkannya dengan baik, meski hanya bagian reff saja.
"Tuh lo bisa," kata Wonho lantas memberikan tepuk tangan.
Matahari telah terbenam semenjak beberapa menit yang lalu, dan mereka tidak berniat masuk ke dalam apartemen walaupun udara mulai terasa dingin.
Entah mengapa Hyungwon sedang tidak ingin sendirian, dia memutuskan untuk mengobrol bersama Wonho, padahal biasanya ia malas sekali berbicara dengan lelaki itu.
"Lo bisa main alat musik apa lagi?" tanya Wonho sesaat setelah Hyungwon mengembalikan gitar tersebut.
"Piano, dulu juga pernah diajarin."
"Woah, ga nyangka ternyata lo pinter dalam banyak hal," celetuk Wonho, "Gue kira lo bukan tipe orang yang tertarik sama musik."
"Seandainya gue punya kepercayaan diri yang tinggi, kayaknya gue bakalan mau jadi musisi deh."
"Cocok kok, suara lo juga bagus."
"Tapi sayangnya gue ga berani tampil di depan banyak orang," Hyungwon terkekeh, "I'm awkward as fuck."
Wonho bangkit dan berjalan mendekati Hyungwon, kini keduanya berdiri sambil bersandar pada pembatas balkon. "Kalau lo jadi musisi, mungkin sekarang gue ga akan ada di sini, dan belum tentu kita saling kenal."
Menyadari arah obrolan mereka berubah, Hyungwon berusaha mengembalikan topik seperti semula. "How about you? What are you good at?"
"I'm good at everything," sahut Wonho sebelum mendekatkan bibirnya ke telinga Hyungwon, "I can make you feel good too."
Hyungwon memutar bola matanya ketika mengerti apa yang dimaksud oleh Wonho. Pria ini benar-benar memiliki beribu cara untuk merusak suasana.
"Gue nanya serius."
Wonho tertawa melihat reaksi Hyungwon, "But it's true. I'm good at everything, especially when kissing someone til running out of breath."
Hyungwon berdecak. Dia tidak paham kenapa Wonho sering mencari kesempatan untuk mengatakan hal-hal vulgar kepadanya.
"Thanks for the TMI, but I don't need that."
Wonho mengedikkan bahu, "Maybe you will need it in the future."
"Sumpah lo tuh.." Hyungwon menggelengkan kepalanya tak habis pikir, "Kurang ajar."
KAMU SEDANG MEMBACA
between daylight and darkness | hyungwonho ✔️
Short Storyhyungwon membutuhkan uang, sehingga dia terpaksa menyewakan kamar tamu apartemennya kepada orang asing.