Wonho baru saja menyalakan televisi ketika netranya menangkap sosok Hyungwon yang tengah memperhatikannya dari depan pintu kamar.
"Masih bangun?" ucapnya seraya memberi isyarat kepada Hyungwon untuk menghampirinya. Sekarang jam 1 malam, dan dia belum mengantuk, mungkin karena tadi siang ia terlelap cukup lama.
"Ga bisa tidur," jawab Hyungwon, kemudian ia duduk di samping Wonho.
"Sama. Mau nonton film?" tawar Wonho yang dijawab Hyungwon dengan anggukan kepala. "Nonton apa?"
"Terserah," kata Hyungwon sambil memeluk lututnya. Dia tidak tahu banyak mengenai film, lagipula sebenarnya dia tak ingin menonton, ia setuju menemani Wonho lantaran bingung harus melakukan apa di kamarnya.
"When we first met? Seru ga?" tanya Hyungwon saat Wonho berhasil memilih salah satu film.
Wonho mengedikkan bahu ke atas, "Belum pernah nonton."
Lima belas menit setelah film diputar, Hyungwon sudah mulai kebosanan. Dia melirik Wonho yang fokus pada layar televisi, lantas menghela napas panjang.
"Boring," komentar Hyungwon, membuat Wonho mengalihkan atensi kepadanya.
"Belum juga setengah jalan, lo udah bosen?"
"Iya," Hyungwon merebahkan diri dan menyelonjorkan kakinya di atas sofa, tidak peduli jika Wonho kesempitan.
"Lo makan tempat banget," protes Wonho, merasa terganggu oleh kedua kaki Hyungwon yang berada di atas pahanya.
"Bangunin kalau filmnya udah kelar," pinta Hyungwon tanpa mengacuhkan keluhan Wonho.
"Jangan tidur. Gue ga mau nonton sendirian."
Hyungwon membenarkan posisinya agar lebih nyaman, "Ga tidur kok, cuma merem."
"Kaki lo berat," rutuk Wonho sebelum bangkit dan menyelipkan tubuhnya di tempat kosong antara sandaran sofa dan Hyungwon, "Majuan dikit dong, sempit."
Hyungwon menurut, dia sedikit bergeser hingga Wonho dapat berbaring. Padahal sofa ini tidak begitu besar, namun anehnya, muat untuk mereka berdua.
Wonho merasakan punggung Hyungwon menempel pada dadanya, mereka sengaja tidur menyamping supaya tidak terlalu sempit.
"Hyungwon," panggil Wonho yang dibalas dengan gumaman oleh si pemilik nama. Perhatiannya kini tertuju pada lelaki yang sedang memejamkan matanya itu, "Don't sleep."
"I'm not," sahut Hyungwon, dia benar-benar tidak tidur meskipun sekarang ia mulai mengantuk.
"Let's do something."
"What?"
"How about.." perlahan, lengan Wonho melingkar di pinggang Hyungwon, "Netflix and chill?"
Tidak ada jawaban. Wonho sempat mengira Hyungwon ketiduran, ternyata tidak, dia bereaksi kala jemari Wonho menyelinap di balik kausnya.
"Damn Hoseok, calm your hormones," gerutu Hyungwon, tapi ia tidak berusaha menyingkirkan tangan Wonho. Dia tak bisa menyalahkannya, karena, jujur saja, situasi mereka saat ini sangatlah rawan.
Tiba-tiba, pergerakan jari Wonho berhenti, menyebabkan Hyungwon refleks menoleh ke arahnya.
"Tadi lo bilang apa?" tanya Wonho.
"Uh.. calm your hormones?" Hyungwon tampak ragu, namun tetap mengulang ucapannya.
"Bukan. Sebelumnya."
Hyungwon memasang ekspresi kebingungan, memang apa yang ia katakan? Seingatnya, dia tidak membicarakan sesuatu yang dapat menyinggung orang lain.
"You called my name, for the first time," jelas Wonho.
Selama ini Hyungwon tidak pernah menyebut nama Wonho, dan ketika mendengar bibir itu mengucapkannya, dia tak mampu menyembunyikan rasa senang. Apalagi Hyungwon memilih untuk memanggilnya dengan nama asli.
"Terus kenapa? Apa yang aneh?" ujar Hyungwon heran.
"Ga ada yang aneh," Wonho memamerkan seringai di bibirnya, lalu memasukkan tangannya kembali ke dalam pakaian Hyungwon. "I just want to hear you calling my name again."
KAMU SEDANG MEMBACA
between daylight and darkness | hyungwonho ✔️
Krótkie Opowiadaniahyungwon membutuhkan uang, sehingga dia terpaksa menyewakan kamar tamu apartemennya kepada orang asing.