Chapter 7

162 42 8
                                    


Gelapnya malam tak membuat Arsya melelapkan matanya, ia masih terpaku dibalik kelambu abu abu sembari menatap langit yang hampa tanpa bintang.

Sesekali ia menarik nafas dalam dalam. Sebuah ingatan yang tak dapat ia hilangkan, sungguh menyakitkan ketika di benaknya muncul definisi kehilangan.

"Bocah tolol!" lirih Arsya dengan meraih bingkai foto yang sedari tadi ia pandangi, dalam bingkai nampak foto 2 cowok yang memegang bola basket, terlihat sangat akrab.

"Soryy, gue sahabat yang gak bisa jagain lo, gue gak guna! gue cuma bisa nurutin permintaan lo buat ngapus setitik kesalahan gue," ucap Arsya sesak.

Tok...tok...tok

"Arsya?" panggil Meira, Mama Arsya.

Buru buru Arsya meletakkan foto tersebut lalu membukakan pintu untuk mamanya.

"Iya ma?" sahut Arsya.

"Makan malem gih!" suruh Meira dibalas Arsya dengan anggukan dan senyum tipis.

Di meja makan...

"Papa mana ma?" tanya Arsya.

"Papamu kurang enak badan, tidur duluan."

"Sakit?"

"Kecapean biasa, udah ayok makan,jangan bicara saat makan," tukas Meira.

Arsya pun menikmati makan malam dengan mamanya, setelah selesai ia pun bergegas menemui papanya yang sudah terbaring nyenyak dalam selimut.

"Pah?" panggil Arsya pelan.

Tak ada sahutan dari papanya, karna tak ingin mengganggu ia pun hanya mengelus pundak papanya lalu beranjak keluar kamar.

Disisi lain Livia sedang bercakap cakap dengan seseorang di telepon.

"Ishh mama mah gitu," sungut Livia.

"Nih anak dibilangin, beliin Kayla sama Kenan baju dulu! nanti baru kamu beli," ucap Yana di telepon.

"Ya kan aku juga pengen beli mama!"

"Gausah beli, disini ada."

"Baju di butik mama modelnya kudet kudet."

"Enak aja ngatain butik mamanya sendiri, anak siapa sih!?" keluh Yana frustasi.

"Bosen ah, mama nanya nya itu mulu."

"Lagian kamu gitu mulu, bosen mama," ucap Yana dengan meniru logat bicara Livia.

"Ishh mama apaan sih, masa ngomongnya ngikutin Livia."

"Udah ah, mama mau kerja dulu, dadaah anak momi, titip salam buat Oma, Assalamualaikum," ucap mamanya.
tuuttt tutttt tuttt

"Ma? mam--"  ucap Livia dan ternyata sambungan telepon sudah diputus sepihak oleh mamanya.

"Waalaikum salam," ucap Livia. Ia melempar ponselnya sembarang, lalu memilih lelap dalam mimpinya.

Matahari menerpa kelopak mata Livia membuat gadis ini mengerjapkan matanya.

"Livia! bangunn! sekolah apa ndak!?" pekik Oma Livia.

"Sekolah Omaa," ucap Livia secepat mungkin bangkit dari kasurnya.

"Kebo kok dipelihara!" omel Oma.

"Oma tadi bilang apa? siapa yang melihara kebo?" tanya Livia dari balik pintu kamar mandi.

"Cepet mandi, Oma gak pengen ngomong sama kamu!"

"Lah, tadi siapa coba yang manggil?" ucap Livia pelan.

Between Love & Promise [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang