Bennett
Klik.
Cahaya memenuhi bagian dalam kamar lama Lee ketika aku menyalakan lampu. Tenggorokanku tercekat saat melihat tempat tidurnya yang terbengkalai. Tidak ada yang berubah. Tidak di kamar ini, tidak di hatiku.
Mengatakan kepada Henley dapat menggunakan kamar Lee memang mudah. Memikirkan tentang Henley menggunakan kamar Lee sedikit tidak begitu mudah. Berada di kamar Lee… tidak mudah sama sekali. Aku ingin tetap menyimpannya untuk dia. Menyimpannya, sehingga dia tahu dia punya tempat untuk kembali.
Kecuali aku tahu dia tidak akan kembali.
Tanganku terkepal di pegangan pintu dan aku melawan keinginan untuk membanting pintu dan berpura-pura kalau kamar itu tidak pernah ada seperti apa yang kulakukan selama setengah tahun terakhir.
Grow up, aku memarahi diriku sendiri. Lee tidak akan menginginkan ini. Jika aku tidak bisa melakukan ini untuk diriku sendiri, dan jika aku tidak dapat melakukan ini untuk Henley, setidaknya aku bisa lakukan ini untuk Lee. Jika Lee ada di sini, dia pasti sudah menawarkan tempat tidurnya di malam pertama Henley muncul. Dia tidak akan memaksa Henley tidur di sofa yang sempit itu.
Baru sekarang aku menyadari bagaimana buruknya sofa itu untuk dia. Dan aku baru menyadarinya karena aku tidak ingin dia pergi. Lee selalu mengatakan kalau aku ini tidak pedulian. Dia benar.
Menguatkan diriku sendiri, aku sepenuhnya masuk ke dalam kamar. Aku benci bagaimana rasanya. Hampir sama seperti ketika kau berjalan di pemakaman dan menahan napasmu untuk alasan yang tidak kau mengerti.
Henley bisa mengubah itu. Dia bisa membawa kehidupan di kamar yang aku biarkan mati. Aku hanya perlu menerima kenyataan kalau ini bukan lagi kamar Lee. Dan itu sulit.
Tanganku menyusuri meja dimana Lee sering terjaga hingga larut, meneliti dan merencanakan pembangunan hotel di Wailea. Debu yang cukup tebal menutupi ujung jariku dan aku bisa melihat jejak tanganku di atas meja kayu itu. Terdapat coret-coretan yang hampir selesai di sana. Mungkin dibuat dari pena Lee. Dia suka pena yang tajam. Pena seperti itu tahan lebih lama dan dengan beban kerjanya, dia butuh sesuatu yang tidak akan habis setelah dituliskan di atas lusinan dokumen.
Bau pengap terasa menyesakkan, jadi aku berjalan ke arah jendela untuk membiarkan udara segar masuk. Teleskop milik Lee berdiri menunjuk ke arah langit dan aku tersenyum, teringat malam-malam kami terjaga hingga larut, untuk mengidentifikasi rasi bintang. Dia memiliki tumpukan buku di sekitar ruangan. Beberapa tentang rasi bintang, tentang mitos dan legenda, beberapa tentang fisika. Dia tidak pernah berhenti membaca.
Aku menatap ke rak bukunya, mendadak merasa seperti akan muntah. Aku sadar kalau aku tidak bisa melakukan ini sendiri. Harus menunggu sampai ada orang lain yang membantuku. Jika aku terus melakukannya, aku akan tenggelam dalam pikiranku dan tidak akan beranjak kemana pun.
Tanganku memegangi kepala, aku keluar dari kamar, menutup pintunya sedikit terlalu kasar di belakangku. Aku tidak ingin sakit. Tidak hari ini. Aku punya rencana dengan Henley. Aku tidak ingin emosiku yang kacau merusaknya. Ini masih sangat pagi, karena aku ingin membersihkan kamar sebelum Henley bangun, sehingga aku bisa tidur beberapa jam lagi untuk membentengi diri.
“Kau baik-baik saja?”
Aku tersentak kembali, menolehkan kepalaku untuk melihat Henley yang mengantuk berdiri di tangga, menggunakan salah satu kaus berlengan panjang milikku yang terlalu besar untuknya. Matanya menyipit dan dia terlihat seperti berjuang keras untuk tetap bangun. Perasaan tidak nyaman langsung tersapu, digantikan dengan salah satu perasaan yang kusuka. Dia jadi lebih menggemaskan di pagi hari. “Apa aku membangunkanmu?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Hired to Love (Direkrut untuk Cinta)
RomanceHenley setuju untuk berpura-pura mengencani seorang billionaire Bennett Calloway demi bayaran, jatuh cinta tanpa terduga-duga - bagaimana bisa dia terlibat atas tuduhan palsu saudara laki-lakinya? ***** Saudara laki-laki Henley Linden berada di penj...