Bab 39

13.7K 788 33
                                    

Bennett

"Cara, apa yang terjadi?"

Dua pasang mata melihat ke arahku, tapi hanya sepasang yang membuatku berhenti melangkah.

Henley.

Ketika pikiranku berjuang keras untuk mengeluarkan kata-kata, dia mengalihkan pandangannya dan berlari melewatiku, menuju ke arah lift. Cara mengangkat tubuhnya sendiri dari lantai, merapikan kembali gaunnya dan meringis. "Kau baik-baik saja?" tanyaku padanya.

"Bukankah seharusnya kau pergi mengejarnya?" dia membalas.

"Aku... aku tidak bisa." Tidak jika ibuku hanya berjarak dua kaki jauhnya. Apa yang Henley lakukan di sini?

"Ugh, kau sudah tidak punya harapan. Aku yang akan pergi kalau begitu," kata Cara said, menepuk punggungku sambil berlari ke lorong.

"Cara!" Aku memanggilnya, tapi ketika aku melangkah ke arahnya suara hantaman yang keras dari ruang kantor ibuku menarik perhatianku.

Dua petugas keamanan membukakan pintu depan dan aku menyusup masuk ke antara mereka, memasuki ruang kantor. Sebuah lampu yang hancur tergeletak di atas lantai dan aku menghancurkan pecahan kacanya ketika bergerak masuk ke dalam ruangan. Ibuku berdiri di balik mejanya, seluruh tubuhnya berwarna sama dengan seluruh warna merah kuku jarinya. Lee berdiri di depannya, memegangi pundaknya dekat dengan tubuhnya, seolah dia disakiti.

"Apa yang gadis itu perbuat padamu? Beraninya kau bicara seperti ini kepadaku!" ibu berteriak, tangannya meraih papan nama logam yang ada di mejanya.

"Ibu!" aku berteriak, dengan cepat berdiri antara ibu dan Lee, pikiranku berputar-putar pada situasi di depanku. Apa yang Lee lakukan di sini? Apa yang dia lakukan hingga membuat ibu kami sangat marah?

Dia mengalihkan perhatiannya padaku, matanya melebar dengan penuh amarah. Kemarahan ibu padaku belakangan ini, bahkan tidak mendekati. Dia berada pada level marah yang berbeda. "Bennett, hubungi Dr. Esposito! Apa dia tahu Lee meninggalkan pusat rehabilitasi?"

"Ibu tidak bisa terus mengunciku di sana," kata Lee, suaranya stabil dan tenang. "Dan apapun yang Ibu gunakan untuk mengancam mereka untuk tetap menjagaku di sana tidak akan berhasil lagi. Jika Ibu menyeretku kembali, aku akan mengeluarkan diriku lagi."

"Jangan berdebat denganku!"

"Ibu—"

"Ini salahmu juga, Bennett. Ini salahmu karena sudah membawa pelacur mengerikan itu ke dalam hidup kita. Kukira kau sadar kalau kau adalah alasan Lee mencoba membuang hidupnya. Dan sekarang kau membawanya kembali? Kau sungguh ingin dia mati, benarkan? Apa kau mencoba untuk membunuh kakak laki-lakimu sendiri?"

Suara berdering mulai terdengar di telingaku, bernada tinggi dan cengeng. Rasanya seperti seluruh ruangan membeku dan kabur. Aku merasa pusing dan mulai menyentuh tanganku, mencoba untuk menenangkan diriku sendiri atau semacamnya. Rasa sakit merobek dadaku dan aku tersengal mencari udara untuk bernapas, lagi dan lagi hingga aku sadar kalau aku hiperventilasi.

"T-tidak," aku kesulitan untuk mengatakannya, tapi kata itu terdengar salah dan tidak terdengar baik.

Sesuatu yang hangat menyelimuti tanganku yang terulur dan kemudian aku ditarik ke suatu arah, sebuah teriakan mengikuti kesadaranku. Seluruh tubuhku terasa seperti dituntun ketika pandanganku buram, seolah mataku mendapatkan fungsi Gaussian.

"Bennett, tidak apa-apa, bernapaslah. Kita pergi. Tidak apa-apa."

Lee. Aku memegangi pundaknya ketika dia membantuku duduk di salah satu sofa di ruangan besar. Aku menekankan bibirku secara bersamaan dan mencoba untuk memelankan napasku. Tarik...1, 2, 3, 4, 5...hembuskan. Aku mengulanginya sampai aku kembali fokus pada dunia dan paru-paruku tidak terasa seperti akan meledak. Rasa sakit di kepalaku masih ada, berdenyut memperingatkan.

Hired to Love (Direkrut untuk Cinta)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang