Bab 42

13.9K 682 25
                                    

Henley

"Haruskah aku memanggil ambulan?"

Keringat membasahi rambut Bennett yang ada di keningnya dan kulitnya terlihat begitu pucat. Aku berhasil menangkapnya sebelum dia menghantam lantai dan kini takut menggesernya, jadi aku menahan tubuhnya dan tubuhku setenang mungkin, memeluk kepalanya yang ada di pangkuanku. Lee berlutut di sampingku, menyusupkan tangannya ke bawah lengan Bennett untuk menggesernya. "Tidak. Baringkan dia dengan lurus untuk sekarang. Dia akan bangun sebentar lagi."

Aku membiarkan Lee menarik Bennett dariku, melihat bagaimana dia dengan lembut membaringkan Bennett di lantai. Jantungku masih menghantam-hantam seperti palu di dalam dadaku, tapi sekarang aku tidak yakin karena apa. Mengetahui kalau Brandon dijebak dalam kecelakaan Lee? Sadar kalau mungkin ibu dari kekasihku yang menyebabkan kakak laki-lakiku masuk ke dalam penjara? Mengetahui Sebastian menyembunyikan ini dariku? Melihat Bennett jatuh ke lantai seperti tadi?

Yang mana pun itu, untuk sekarang, Bennett telah menakuti rasa marah dalam diriku. Dan sejujurnya aku merasa sedikit bersyukur dengan itu. Sekarang aku bisa tenang dan memikirkan semua hal ini dengan rasional.

Tapi sebelum aku masuk lebih jauh dalam pikiranku, mata Bennett perlahan membuka. Pandangannya berpindah antara Sebastian, Lee, dan diriku dan bisa kulihat rasa panik yang kembali meningkat di matanya. "Aku akan kembali," kata Lee, mendorong dirinya berdiri dari lantai.

Tangan Bennett terangkat dan memegangi kain celana Lee, menarik dirinya ke posisi duduk. "Tidak."

"Aku tidak pergi. Aku hanya akan mengambilkanmu obat."

Cengkraman Bennett mengerat dan dengan lembut aku melepaskan pegangannya dari Lee, menggenggam tangannya yang berkeringat. "Tidak apa-apa, Bennett. Tidak ada dari kita yang akan pergi ke mana pun." Setelah sesaat sepertinya dia mulai tenang jadi aku menarik tangannya, membantu dia berdiri.

Dia butuh beberapa saat untuk mendapatkan kembali keseimbangannya. Dia meringis, menutup erat-erat matanya dan memijat keningnya. "Aku pingsan?"

"Ya, apa kau baik-baik saja?" aku bertanya.

"Kau seharusnya tidak menanyakan itu padaku."

Aku menekan bibirku menjadi garis datar. "Aku cukup yakin itu adalah pertanyaan normal untuk seseorang yang baru saja melihatmu pingsan."

"Jika kau tahu apa yang aku pikirkan, kau tidak akan menanyakan itu padaku," dia menjawab dengan nada pelan, tidak dapat menatap mataku.

"Apa, kau pikir aku seharusnya tidak mengatakan kepada siapa-siapa kalau kecelakaan Brandon sebenarnya adalah kesalahan Lee?"

Kedutan di rahangnya memberikanku jawaban untuk pertanyaanku. "Aku tidak bisa kehilangan Lee lagi."

Kata-katanya menyulut rasa kesal dalam diriku. Dia tidak bisa kehilangan saudara laki-lakinya? Bagaimana dengan saudara laki-lakiku? Yang sudah menghabiskan setengah tahun terakhir di dalam penjara untuk kejahatan yang tidak pernah dia lakukan? "Menurutmu bagaimana perasaanku ketika Brandon ada di dalam penjara?"

Bennett tersentak pada nada dalam suaraku. Aku menghela napas, membiarkan kepalaku menengadah dan aku menatap langit-langit. Situasi apa yang sedang kami alami. Apa aku seharusnya berteriak padanya? Ini bukan kesalahannya. Bisakah aku berteriak padanya? Bukankah itu hanya akan memicu serangan panik lainnya? Seberapa buruk rasa paniknya? Kenapa aku tidak mengetahuinya? Apa lagi yang aku tidak tahu?

"Kita akan mencari tahu soal ini," Sebastian berjanji, akhirnya angkat bicara lagi. "Aku akan membayarmu jika ini membantu."

Aku menoleh ke arahnya. "Apa kau serius?"

Hired to Love (Direkrut untuk Cinta)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang