{dekatreís}

59 18 6
                                    

Malam ini terasa seram bagi Eric. Mau bagaimana lagi, tadi sore saja nyawanya sudah hampir jatuh. Pasti kini "mereka" juga tidak akan menyesal lagi. Apalagi melihat raut wajah Zein yang terlihat gusar sejak ia pulang tadi. Makin membuatnya merinding.

Sungguh ia tidak ingin kemana-mana saat ini. Ia hanya ingin duduk di ruang keluarga dan menonton televisi bersama-sama dan berusaha bersikap tenang. Untungnya ibunya sedang bersama merek saat ini, jadi Eric tidak perlu khawatir.

Eric menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Sesekali melirik ke arah Zein yang sejak tadi ia pergoki sedang menatapnya dengan tatapan mengintimidasi. Tatapan itu membuatnya resah dan gelisah.

Tontonan di televisi saat ini adalah film horor. Jadi Eric makin merasa suasananya mencekam. Ia sudah seperti patung yang sedari tadi hanya diam tidak bergerak kecuali matanya yang melirik-lirik was-was.

Eric membuka ponselnya. Tidak ada notifikasi dari siapapun. Kemudian ia menaruh lagi ponselnya.

Ketika ponselnya tidak ada tanda-tanda kehidupan, ia jadi menganggur dan tidak berbuat apa-apa. Ia tidak ingin menonton, ke kamar, memainkan ponsel, dan sekedar beranjak saja ia tidak ingin.

Andai saja ia indigo seperti Ryan, pasti setiap saat ia ditemani walaupun tidak dengan makhluk sejenisnya. Tapi tetap saja pasti tidak semudah itu Ferguso.

Eric melirik ke kanannya, ibunya tertidur di sebelahnya. Kemudian ia melirik ke kirinya, Zain juga tertidur. Jadi yang masih terjaga hanya ia dan Zein. Rasanya canggung, sungguh. Padahal lan seharusnya Eric pura-pura tidak tahu saja.

Terus gimana ini? Canggung banget sumpah, gumam Eric sambil memukul-mukul pipinya.









"Eric," panggil Zein tiba-tiba yang membuat Eric terlonjak.

Eric mengelus dadanya. "Ish, lo bikin kaget aja, udah tau lagi nonton film horor," ujar Eric gusar—dan tentu saja berbohong.

Zein tertawa kecil. "Ah, lebai lo!"

"Btw, kenapa manggil gue?" tanya Eric sambil tersenyum paksa.

"Nggak, tadi ada sebuah kotoran cicak jatoh di kepala lo," jawab Zein sambil terkekeh.

Eric cengo dan langsung meraba-raba kepalanya.

"IH, BASAH!" seru Eric ketika ia mendapati sesuatu yang basah di kenalnya. Kemudian dengan bodohnya ia menghirup aroma telapak tangannya tadi yang ia pakai untuk meraba kepalanya. "IH, BAU!" jeritnya lagi.

Zein hanya tertawa terbahak-bahak melihat reaksi sepupunya yang berlebihan itu.

"Cuci tangan, Ric, jorok!" gelak Zein.

Kemudian dengan langkah lebar, Eric bangkit dari kursi dan berniat mencuci tangannya. Namun ketika baru setengah jalan menuju wastafel ia teringat sesuatu.

Itu bukan tipu daya Zein untuk membuat gue pergi kan? Eric bertanya-tanya dalam hati.

Akhirnya ia berhenti di tempatnya dan berpikir.

Ah, gue lap pake tisu aja lah! gumamnya akhirnya.

Kemudian ia berbalik dan menuju meja makan. Mengambil selembar tisu dan mengelap tangannya yang sangat bau.

"Ck, bisa sekali ia berpikir bunuh gue dengan cara seperti itu," desis Eric gusar. "Tapi gue penasaran di dapur ada apa?"

Eric melirik dapur yang jaraknya masih delapan meter lagi. Kemudian ia bergidik ngeri. "Hih, untung aja gue gak jadi ke dapur buat cuci tangan."

Lalu ia berbalik ke ruang keluarga. Mendapati Zein yang sedang tersenyum puas tanpa sadar akan kehadirannya.

Eric bingung bagaimana cara mengekspresikan kehadirannya agar Zein terkejut.

"Untung lo ngasih tau," kata Eric yang pura-pura baru datang dari dapur.

Ekspresi Zein yang tadi tersenyum lebar tiba-tiba menjadi kaget. Walaupun matanya masih fokus ke televisi, tetap saja terlihat oleh Eric. Tetapi kemudian ia langsung merubah kembali ekspresinya seperti semula.

"Makasih, Zein," ucap Eric sambil memonyongkan bibirnya.

"Iya, sama-sama," jawab Zein. "Eh, lo tadi gak ke dap—" ia menghentikan kata-katanya.

"Hah? Apa? Gak kedengeran," tanya Eric pura-pura. "Lo nanya gue gak ke dapur?"

Zein hanya diam membisu.

Eric terkekeh. "Iya tadi gue gak ke dapur, takut, abis nonton film horor, sih."

"Jorok dong gak cuci tangan?" kata Zein sambil nyengir terpaksa.

"Iya, tadi gue lap doang pake tisu," jawab Eric jujur.

Zein hanya mendengus geli.






"Eh, btw lo tau dari mana gue gak ke dapur?" tanya Eric yang membuat Zein skak mat.

"E-eh? Oh, itu tadi tangan lo gak basah," jawab Zein berbohong.

"Ohh gitu," tanggap Eric singkat sambil tersenyum penuh kemenangan. Padahal kan saat ia datang saja Zein tidak langsung melihatnya. Kemudian kan mungkin saja jika tangan Eric basah, ia sudah mengelapnya di bajunya.

Zein bodoh, Eric tersenyum miring.




|Beside The House|

[✔️] ʙᴇsɪᴅᴇ ᴛʜᴇ ʜᴏᴜsᴇTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang