Botol beling kosong bekas minuman teh itu berputar di atas meja, mencari targetnya. Nathaniel Hawkins, pria berparas tampan yang biasa dipanggil Nate itu, sedang mengincar seseorang. Dia sangat berharap, ujung botol menunjuk pada sosok seputih salju yang tengah membaca buku, Tessa Volta.
Rekan-rekannya, Rob dan Tom turut menanti siapa target berikutnya yang akan Nate kejar habis-habisan.
Gotcha!
Tuhan tidak seharusnya mengabulkan doa Iblis semacam Nate. Ujung botol itu tepat mengarah pada si kulit pucat yang nampak tidak bersahabat.
"Dua minggu." Rob menaruh lembaran uang di atas meja sebagai awal taruhan mereka.
"Satu minggu." Lebih percaya diri, Tom mengeluarkan semua isi dompetnya beserta kartu ATM dan kunci mobil.
"Shit!" Rob memekik.
Nate mengulum senyum dan menatap Tessa bak buruan yang siap dipanah. "Kalian lihat..." ucapnya sombong. Dia lantas berdiri di tengah anggukan yakin kedua temannya.
And yes... gosip yang beredar bahwa Tessa merupakan gunung es, bukan lah dari sikap wanita itu semata. Mustahil, belum menyentuhnya saja hawa di sana sudah terasa sangat dingin. Nate sedikit bingung, rasanya aneh karena di tempatnya duduk tadi panas sekali.
"Hey... can I sit here?" tanya Nate dengan senyum terbaik yang mampu melumpuhkan wanita mana saja, sejauh ini.
Tessa mengangkat matanya pada pria yang tidak dikenalnya itu. Kemudian dia menggelengkan kepala dan "No," sebagai jawaban.
What the hell...
Nate tertegun akan kesombongan yang ada di hadapannya ini. Jangankan bersikap ramah layaknya teman sekelas, Tessa justru hanya menatapnya selama satu detik.
Tidak perduli, Nate tetap duduk di bangku kosong sebelah Tessa. But she is really cold. Nate mengusap lengannya yang berjarak lima senti dari lengan Tessa, seperti berdekatan dengan balok es yang hawanya langsung menembus kulit Nate.
"Nate." Nate mengulurkan tangan ingin mengajak berkenalan. Dia kembali menyunggingkan senyum memikat. "Nathaniel Hawkins," ucapnya lebih komplit.
Tessa tidak menggubris. Matanya lebih fokus pada buku dan menoleh Nate pun tidak.
Dinginnya memang luar dalam.
Konsisten, Nate tertantang. Dia menarik tangannya kembali. Lalu matanya melirik buku yang Tessa baca, seketika senyum mengembang di wajahnya. "Kau akan kecewa pada endingnya, Tessa. Jerremy marry his affair, bukan Claire. Tapi memangnya siapa yang mau menikahi Vampire? Kisah yang sangat menggelikan."
Blam.
Tessa menutup buku setebal enam ratus halaman itu dengan perasaan dongkol. Dia menatap Nate secara tajam. "Kau tahu Mr. Hawkins? Bagiku yang lebih mengecewakan adalah saat kau memberitahuku akhir dari kisah ini, padahal aku baru membacanya sedikit. Kau membuatku kehilangan minat," sindirnya.
"I apologize for that. Aku hanya ingin membantu agar kau tidak membuang waktu membaca sesuatu yang berakhir tragis."
"Seperti hidupmu yang akan berakhir tragis kalau kau tidak pergi sekarang," balas Tessa. Tepatnya, mengusir.
Nate tertawa. "Kamu membuatku sangat penasaran Tessa," kekehnya geli.
"Rasa penasaran itu akan membunuhmu Mr. Hawkins." Tessa sekali lagi memperingatkan.
"Tidak bisakah kau memanggilku seperti yang lain, just Nate? Come on, kau membuatku seperti sedang berbicara dengan Dosen kita."
Tessa sepertinya memang tidak bisa tersenyum, wajahnya tetap saja datar. "First, I'm not your friend and second, I'm not interested in talking to you."
Nate melongo.
"Excuse me." Tessa pun pergi meninggalkan Nate yang terancam kehilangan predikat penakluk wanita.
Once again, she was very cold.
Nate sampai menggigil ketika tangan Tessa bersenggolan secara tidak sengaja dengan tangannya, ketika dia berdiri memberikan jalan.
✿ ✿ ✿
Gimana menurut kalian prolognya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Cold Women (SELESAI)
VampireWarning: Banyak adegan dewasa di dalamnya (Adult romance) Tessa Volta, dia adalah Mahasiswi yang sangat sulit didekati, sehingga mendapatkan predikat Anti Sosial. Cantik, berkulit putih dan sedingin es. Meski tidak memiliki teman, Tessa merasa hidup...