Chapter 25. Rindu Tessa

3.4K 449 31
                                    

"Apa ini tempat yang aman?" tanya Anela mengamati sekeliling di mana semuanya terasa asing.

"Ini kediaman Nate, Ibu. Di sinilah Tessa bersembunyi selama ini," beritahu Lion.

Anela tampak terkejut. Rasa penasaran yang dulu mengganggu akhirnya terjawab. Sekarang dia tahu tempat seperti apa yang membuat Tessa sampai meninggalkan istana. "Istana kita jauh lebih baik dari ini," jujurnya.

Lion tertawa. "Manusia tidak memiliki istana seperti kita Ibu," beritahunya.

Anela mengangguk.

"Ibu, aku harus mencarikan darah untuk Nate. Dia semakin lemah," ujar Lion kemudian.

"Di mana kau akan mendapatkan darah, Lion? Jangan membunuh manusia di wilayah mereka, itu berbahaya untuk bangsa kita."

"Tenang Ibu, Tessa mengajariku banyak hal tentang mengambil darah manusia tanpa harus membunuhnya. Tersedia sangat banyak di sana, kita akan kenyang." Lion tertawa, lalu melesat pergi melalui jendela.

Anela menoleh pada Nate yang sedang tidur. Vampire baru yang kehilangan kekuatannya memang membutuhkan waktu untuk pulih. "Kau beruntung memilikinya Tessa. Tapi di mana kau sekarang?"

Tak berselang lama, Lion sudah kembali dan membawa begitu banyak kantong berisi darah. "Aku membawa banyak untuk kita, Ibu."

Mata Anela seketika berubah warna menjadi merah. Dia merasa lapar sekarang. "Dari mana kau dapatkan ini, Lion?" tanyanya.

"Dari suatu tempat Ibu, aku mencuri." Lion tercengir.

"Di Kerajaan kita, mencuri merupakan hal yang biasa," ujar Anela mengambil satu kantong dan dengan cepat meminum habis isinya.

"Tapi di sini bila tertangkap, maka kita akan diadili. Berhati-hatilah," beritahu Lion sambil terkekeh.

"Kau sudah seperti manusia."

"Tidak sia-sia aku sering datang ke sini, kan, Ibu?"

Anela mengangguk. "Berikan dia makan. Aku harap dia segera bangun untuk mencari Tessa."

Lion membawa dua kantong darah dan membangunkan Nate. "Minumlah, kau membutuhkan ini agar bisa bangun."

Nate membuka mata, dia menyedot darah yang yang diberikan Lion dengan rakus. Dua kantong nampaknya belum cukup memuaskan dahaganya. Begitu melihat ada lebih banyak di meja, Nate langsung menyambar semuanya.

"Gosh! Kau menghabiskan jatahku!" sentak Lion terlambat.

"Maaf." Nate bahkan tidak terlihat menyesal. Dia duduk dan lebih segar sekarang. "Aku baru tahu kalau ternyata rasanya jauh lebih enak dibanding alkohol jenis apapun di dunia ini."

Lion mendengkus.

***

Nate sangat merindukan Tessa, tapi dia belum bisa menemui wanita itu untuk sementara waktu ini. Keinginannya menghisap darah manusia masih belum bisa dikendalikan, akan sangat berbahaya untuk Tessa dan orang tuanya nanti.

"Kau harus berlatih, Nate. Butuh waktu lama untuk Vampire beradaptasi dengan manusia. Meskipun bisa, tetap saja itu sulit."

"Vampire bisa berhenti tumbuh di usia tertentu, tapi tidak dengan manusia, Lion. Bagaimana kalau aku terlambat?" tanya Nate frustasi.

"Kalau begitu berlatihlah dengan keras. Kau harus menahan diri untuk tidak meminum darah."

"Bagaimana bila aku merasa lapar?"

"Seperti Tessa, dia memakan daging." Lion tak hanya bicara, tapi sudah membawa daging sapi mentah itu ke hadapan Nate.

"Harus kupanggang?" tanya Nate bingung.

Lion mengangkat bahu, "Terserah kau saja. Aku pun tidak mengerti. Biasanya Tessa akan bertingkah seperti manusia, dapurnya selalu berasap."

Nate mengambil daging itu, "Di mana kau curi ini?" tanyanya curiga.

Lion tercengir.

"Karena kau akan tinggal di sini, maka belajarlah cara menghasilkan uang. Tidak mungkin kau akan mencuri terus menerus."

"Itu ada dalam rencanaku."

"Kau ingin bekerja?"

"Apa menjadi pelatih sepak bola disebut pekerjaan juga? Aku benci dengan cara manusia menendang, sangat lemah. Akan aku ajari mereka dengan benar."

Nate melotot. "Jangan pernah kau lakukan," ujarnya mengingatkan.

"Kenapa?"

"Menurutmu manusia biasa bisa mematahkan tulang lawan dengan satu tendangan bola?"

Lion meringis.

Terdengar suara pintu dibuka, Anela yang datang. Wanita itu baru saja dari luar, menyapa tetangga. "Mereka tidak ramah," omelnya.

"Kenapa, Ibu?" tanya Lion.

"Ibu membantu tetangga kita membuka pintu mereka yang macet, lalu tiba-tiba pintu itu lepas. Pintunya yang rapuh, tapi aku yang disalahkan." Anela duduk dengan wajah kesal.

Lion melongo.

Begitu pun Nate.

***

Tidak bisa lagi menahan kerinduannya, Nate nekat mendatangi rumah orang tuanya di tengah malam. Tentunya secara diam-diam, setelah penghuni di rumah itu tidur. Menjadi Vampire memang menyenangkan, dia hanya perlu melesat untuk sampai ke lokasi terjauh manapun.

Saat ini, dia tengah berdiri di dalam kamarnya di rumah itu. Di mana Tessa yang menempatinya sekarang. Nate tersenyum melihat wanita itu tidur pulas. Dia memang tidak perlu merasa khawatir, orang tuanya menjaga wanita itu dengan sangat baik.

Baru saja akan mendekat, aroma darah segar di tubuh Tessa membuatnya sangat tersiksa. Matanya merah dan taringnya muncul. Tenggorokannya terasa terbakar, haus akan darah. Nate mengerang pelan menahan diri, lalu melesat pergi.

Di hutan, Nate melampiaskan emosinya dengan cara merusak pepohonan. Dia angkat pohon-pohon itu dari akarnya dan dibuang ke sembarang arah. Tapi belum selesai menuntaskan amarah, tiba-tiba saja ada yang menariknya.

Nate telah berada di Apartemennya.

"Kau ingin membuat kekacauan di hutan?" tanya Lion, pelaku yang telah membawa Nate pulang.

"Aku menemui Tessa tadi," jujur Nate.

"Lalu?"

"Aku tidak bisa menahan diri. Aku pergi." Nate terlihat frustasi. "Dia bisa takut padaku."

"Kau harus sabar, Nate."

"Sampai kapan?"

"Lebih seringlah berlatih."

Nate menyeringai, "Bagaimana caraku berlatih sementara keinginanku menghisap darah mereka sangatlah kuat?" marahnya.

"Itu yang harus dilatih. Cobalah untuk keluar dari apartemen ini atau datang ke kampusmu. Lihat apakah kau bisa menghadapi manusia dalam jumlah yang banyak."

"Bagaimana kalau aku membunuh mereka semua?"

"Kau akan dibunuh."

***

Cold Women (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang