Chapter 22. Kelahiran Baru

3.7K 535 33
                                    

Saat seorang Vampire terlahir dari tubuh manusia, dia akan diburu untuk dimusnahkan. Vampire baru biasanya lebih berbahaya, mereka selalu lapar dan memakan apa saja yang terlihat di depan mata. Itu sebabnya, sebelum dia terbangun, dia harus dilenyapkan. Namun sebelum itu terjadi, Raja Volta telah lebih dulu menyembunyikannya.

"Terima kasih untuk bantuanmu, Ayah." Lion membungkuk di depan sang Raja.

"Aku menolongnya karena tujuanku sendiri. Dia tetap akan dimusnahkan setelah tujuanku tercapai." Raja Volta masih bersikap angkuh.

Ratu Anela memandang Lion dengan tatapan mengisyaratkan kalau dia harus diam sekarang. Menentang Raja di saat dia sedang marah adalah sebuah kesalahan. Masih beruntung mereka berdua diizinkan tetap hidup, padahal nyaris saja akan dimusnahkan.

"Ayah, kenapa kau ini mudah sekali terpedaya? Mereka menciptakan Nate, tentu bukan tanpa alasan. Bagaimana kalau tujuannya untuk menyerang Ayah?" Emily yang marah karena batal menyerang Tessa pun mulai membujuk Raja Volta.

"Mau memandang Ayah selemah itu?!" hardik Raja Volta.

"Tapi Ayah ..."

"Diam kau, Emily!" Giliran Ratu Anela yang menghardik putrinya itu.

Emily menyeringai, dia terlihat akan memangsa ibunya sendiri, tapi lantas menghilang. Tidak ada yang peduli, karena sejak dulu sosok Emily memang tidak menonjol.

Raja Volta masuk ke kamar gelap yang tidak akan terlihat oleh mata biasa. Tapi seorang Vampire, punya kelebihan itu. Dilihatnya Nate tengah berbaring di atas peti dengan kedua tangan dan kaki terikat rantai.

"Dia akan segera bangun Ayah," beritahu Lion.

Raja Volta tidak sabar menunggu hasil dari perubahan Nate, manusia yang memiliki keberanian luar biasa. Dia yakin Nate akan membuatnya menang dari pasukan Raja Marlis.

Ratu Anela menatap cemas pada sosok Nate yang mulai menunjukkan gejala akan bangun. Jangankan rantai sekecil itu, dikubur di dalam tanah pun Vampire baru akan mampu melepaskan diri.

"Ibu, sebaiknya kau menyingkir. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi setelah dia bangun. Untuk berjaga-jaga saja." Lion menyuruh Anela keluar.

Anela mengangguk. Ada rasa tidak puas di wajahnya, yaitu mengenang kalau kini putrinya telah berubah wujud. Itu berarti, mustahil untuknya bertemu dengan Tessa lagi.

"AAARRRGGGHHHHH!" Tiba-tiba suara raungan terdengar begitu keras, bak singa yang sedang marah.

Raja Volta dan Lion memilih untuk mundur, sambil menyaksikan bangunnya Nate setelah tujuh hari tidak sadarkan diri.

Satu ikatan rantai di tangan kiri Nate terputus. Lalu disusul tangan kanan. Kedua kaki. Hingga akhirnya mata berwarna merah menyala itu terbuka. Merah yang benar-benar segar, haus akan darah. Taringnya mulai keluar di sela bibir, lebih panjang dan tajam dari mereka semua.

"Ayah, sebaiknya kita pergi." Lion mulai merasa cemas. Dia telah menyaksikan banyak lahirnya vampire baru, tidak terkendali dan sulit ditaklukkan. Malah terkadang, kawan bisa menjadi lawan.

Belum lama Lion mengingatkan, Nate sudah lebih dulu menyerang dengan cara menyekik Raja Volta. Dia mengerang kelaparan, membutuhkan santapan pertamanya.

Raja Volta terkejut, kecepatan Nate ternyata mengalahkan kecepatannya. Dia sudah berniat melesat tadi, tapi lehernya tiba-tiba saja sudah dicekik.

"Nate, jangan ..." bujuk Lion.

Nate menoleh pada Lion, menyeringai ingin memangsanya juga. Tapi lebih dulu dia ingin menggigit Raja Volta. Kedua bibirnya terangkat, siap menancapkan taring ke leher Raja itu.

"TESSA!!" teriak Lion.

Keinginan Nate menggigit seketika terhenti. Dia menoleh secara mengerikan pada Lion. Awalnya menakutkan. Sampai akhirnya, "Tessa?" Suara pertamanya sebagai Vampire terdengar merdu.

***

TESSA!!

Bagai seseorang yang baru saja berhenti bernafas, Tessa terbangun dengan satu tarikan nafas yang tercekat di tenggorokan. Namanya seakan sedang dipanggil oleh seseorang, tapi dicari tidak ada wujudnya. Dia mengangkat kedua tangannya, lalu menyentuh wajahnya.

Tessa berjalan ke cermin, menatap pantulan dirinya di sana. Masih bingung dan melupakan segalanya.

Cklek.

Pintu tiba-tiba dibuka oleh seseorang dari luar. Tessa baru saja berniat sembunyi, tapi keburu ketahuan. Dia bisa melihat wajah-wajah kaget yang menatapnya itu. Sepasang suami istri itu saling pandang, lalu kembali menatap Tessa.

"Apa kau tersesat Nona manis?" tanya wanita itu lebih dulu. Gelagat Tessa menunjukkan keanehan, seperti gadis kecil yang terpisah dari keluarganya di pasar raya.

"Kalian siapa?" tanya Tessa balik.

"Kami orang tua Nate, pemilik tempat ini. Apa kau kekasihnya?"

"Nate?" Tessa mengerutkan kening. "Aku tidak mengenalnya." Dia melihat ke sekitar, "aku juga tidak tahu kenapa bisa ada di sini."

Sepasang suami istri itu kembali saling tatap, bingung. "Bagaimana kau bisa masuk ke sini?" tanya sang pria paruh baya.

"Entahlah, aku tidak mengerti apa-apa. Aku bahkan melupakan siapa namaku. Apa kalian mengenalku?"

Sang wanita nampaknya merasa kasihan pada Tessa, dia mendekati sambil sambil merangkul dengan lembut. "Tenangkan dirimu. Ayo kita duduk dulu, sweety."

Tessa menurutinya. Dia duduk bersama wanita itu di sofa, sementara suaminya duduk di tepi ranjang.

"Kau benar-benar tidak tahu siapa Nate?" tanya wanita itu dengan hati-hati.

Tessa menggeleng.

"Oh ... sweety, kasihan sekali. Coba kau ingat-ingat lagi namamu," bujuk wanita itu.

Tessa mengerutkan kening, berusaha menggali ingatannya. "Saat terbangun tadi, aku mendengar seseorang meneriakkan nama Tessa dengan keras. Tapi aku tidak yakin bila itu namaku," beritahunya secara jujur.

"Tessa?!" Wanita itu membuka mata dengan sempurna. Terpancar jelas rasa senang di wajahnya. "Hawkins, dia Tessa. Dia Tessa yang Nate bicarakan!" beritahunya pada sang suami.

"Anak bodoh itu menelepon kita untuk menjemput kekasihnya, tetapi dia malah menghilang," keluh pria itu.

Tessa semakin tidak mengerti apa yang mereka bicarakan.

"Tenang sweety, jangan takut. Kami adalah orang tua Nate. Itu ayahnya, Owen Hawkins. Aku ibunya, Juliet Hawkins. Kau aman bersama kami."

Tessa tersenyum. Entah kenapa dia merasa nyaman dengan sepasang suami istri ini. Seperti tidak asing di telinganya saat mendengar semua nama yang disebutkan tadi.

"Lalu siapa aku? Kenapa aku bisa melupakan segalanya?"

***

Cold Women (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang