Chapter 17. Pangeran Philips

4.2K 580 23
                                    

Semua pengabdi diminta berkumpul di aula kerajaan. Mereka dianggap seperti pelayan. Bekerja layaknya seorang pembantu rumah tangga yang harus selalu siap melayani para Vampire. Kasta pengabdi merupakan yang paling rendah, karena masih dianggap manusia. Perbedaannya, Vampire tidak tertarik menghisap darahnya karena telah bercampur dengan darah vampire yang menjadi tuannya. Namun bukan berarti pengabdi tidak akan mati, bila vampire sedang kesal maka para pengabdilah yang akan menjadi tumbal untuk dicabik-cabik. Itu yang Lion beritahukan, Nate masih berusaha menganggapnya lelucon.

Dada Nate bergemuruh ketika melihat sosok Pangeran Philips yang selama ini dibicarakan. Dia hanya tahu dari mulut para pengabdi lainnya, kalau Pangeran Philips sangat tampan. Sialnya, itu benar. Nate merasa sangat kecil bila berhadapan dengan Pangeran Vampire itu. Namun satu hal yang masih membuatnya percaya diri adalah Tessa mencintainya, bukan vampire sempurna itu.

Tak lama Tessa datang. Tepatnya dipaksa. Ini pertama kalinya Nate melihat Tessa mengenakan pakaian bak putri kerajaan, maksudnya kemarin pun Tessa memakai yang seperti itu hanya saja Nate tidak terlalu fokus. Dia sangat cantik, namun tidak menunjukkan wajah yang ramah saat Pangeran Philips menyapanya. Nate senang bagian ini, di mana pria sempurna tidak selalu diterima.

"Bagaimana kabar Ayahmu, Philips?" tanya Raja Volta begitu ramah.

"Ayah baik, Raja. Dia sedikit sibuk akhir-akhir ini mengurus istana yang mulai didatangi pengikut baru."

"Ayahmu memang luar biasa. Dia selalu memenangkan pertarungan sehingga kerajaan kalian semakin besar."

Pangeran Philips tertawa pelan. Dia menoleh pada Tessa yang terus-terusan membuang muka. "Bagaimana dengan tawaranku, Tessa? Apa kau sudah memikirkannya?" tanyanya langsung.

"Ehm." Raja Volta menyela. "Mengenai tawaran itu, Tessa pasti akan menerimanya. Beri dia waktu, Philips. Kami sedang mempersiapkannya untuk itu."

Tawaran apa? Nate memandang penasaran, tapi sepertinya tempat ini memang penuh rahasia. Dia melirik Tessa, wanita itu murung.

"Kalau begitu nikmati waktumu, Tessa. Aku akan menunggu sebelum pertunangan kita."

Tessa memandang tajam Pangeran Philips. Tidak cukup jelaskan dari cara menatapnya ini, kalau dia sangat tidak menyukai pria itu? Vampire memang tidak perasa seperti manusia!

"Kenapa kau tidak bicara sepatah kata pun, Tessa?" Pangeran Philips berdiri. Semua orang yang memiliki kekuasaan lebih rendah darinya pun ikut berdiri, termasuk Tessa.

"Aku ingin kembali ke kamarku," ucap Tessa. Namun sebelum dia sempat pergi, Pangeran Philips menahan pergelangan tangannya.

Nate bereaksi, dia menggenggam kedua tangan membentuk tinju. Tak suka miliknya disentuh oleh pria lain, walau bukan manusia.

"Lepaskan," minta Tessa dengan nada datar.

"Bagaimana kalau kita pergi jalan-jalan sebentar? Sepertinya kau mulai tidak mengenaliku, Tessa." Senyum licik itu tercetak di wajah Pangeran Philips.

"Pangeran Philips benar, Tessa. Pergilah bersamanya, kalian bisa saling mengenal lebih baik lagi," suruh Raja Volta.

"Aku tidak mau, Ayah!" sentak Tessa.

"Kau ..."

"Jangan memaksa Tessa, Volta. Dia sudah mengatakan tidak, laki-laki yang baik tentu akan menghormati itu." Sindiran ini keluar dari mulut Ratu Anela, Ibunda Tessa.

Pangeran Philips refleks melepaskan tangan Tessa. Pura-pura tersenyum dan tidak tersinggung. Padahal di dalamnya, dia benar-benar marah. Ini penolakan yang memalukan, Tessa melakukannya di depan banyak vampire dan juga para pengabdi yang bergolongan rendah. "Kalau begitu aku harus pamit, Raja."

Raja mengesah tidak suka pada istrinya yang ikut campur. "Kenapa kau harus terburu-buru? Bagaimana kalau kita berburu di hutan avel? kudengar banyak pendaki yang baru memasuki wilayah itu."

Pangeran Philips tertawa sumbang. "Mungkin lain kali, Raja. Aku sedang tidak ingin memakan manusia," tolaknya masih dengan kesopanan.

Memakan manusia? Bisa Nate rasakan Tessa sedang meliriknya. Dia berusaha menunjukkan reaksi yang biasa saja mendengar dua kata mengerikan tadi.

Di saat Pangeran Philips pergi, Tessa pun meninggalkan aula itu. Nate menahan diri sebisanya agar tidak mengejar. Dia harus mengikuti semua yang dilakukan oleh pengabdi lainnya, yaitu membantu para vampire membuka jubah mereka. Jubah yang hanya akan dipakai bila ada pertemuan dengan kasta vampire yang lebih tinggi, seperti Pangeran Philips tadi.

***

"Kenapa kau tidak kabur saja? Kita bisa ke negara lain kalau memang tempat tinggal kita sudah diketahui."

Tessa menatap Nate lekat, ucapan pria itu terdengar sangat gampang. "Mereka sengaja mendiamkan aku selama ini, Nate. Bukan berarti mereka tidak tahu di mana keberadaanku." Ini lebih realistis.

"Kalau begitu kau akan tetap menerima pernikahanmu dengan Philips?" tanya Nate dengan wajah menegang.

"Pernikahan akan tetap terjadi, sekalipun aku menolaknya, Nate. Ini sudah diatur sejak kami masih kecil."

"Lalu kau akan menyerah?"

"Aku tidak punya kekuatan untuk melawan."

"Kalau kau saja tidak punya, bagaimana dengan aku, Tessa?" Nate kehilangan rasa percaya dirinya.

"Kau bisa lebih kuat seandainya mau, Mr. Hawkins." Lion tiba-tiba sudah ada di sana dan duduk santai di atas kursi yang terbuat dari tulang. Entah tulang apa itu. Warnanya putih dan licin seperti es.

"Lion, stop!" desis Tessa.

"Ada caranya? Beritahu aku," tuntut Nate.

"Tidak Nate, tidak ada. Lion membual." Tessa menatap Lion tajam, adiknya itu malah tertawa.

"Aku tidak percaya padamu, kau terlalu banyak membohongiku." Nate memilih mendekati Lion. "Apa ada sesuatu yang belum aku ketahui?"

"Lion keluar dari kamar ini!" minta Tessa dengan nada keras.

"Baiklah, aku keluar. Nate, ikutlah denganku. Pengabdiku tidak bisa selalu di sini atau semua akan curiga."

"Lion," tegur Tessa sekali lagi, penuh dengan ancaman.

"Tenang Tessa, aku akan ..." Lion memberikan gerakan mengunci mulut dengan jarinya.

Tessa mendekati Nate, "Jangan dengarkan apapun yang dia katakan. Mengerti?" Diciumnya bibir Nate sesaat dan menjauh setelah itu. Terlihat jelas dari wajahnya kalau Tessa sedang banyak pikiran.

Nate menatap Tessa tanpa suara, ada kegundahan di hatinya yang tidak akan terpecahkan selama Tessa masih menyimpan banyak rahasia.

"Ayo, Nate."

Nate mengikuti Lion.

***

Silakan vote dan komen :)

Dibuka kembali member grup whatsapp shantymilan, banyak manfaat yg didapat bila bergabung. Contohnya:
-Menambah Teman dari berbagai kota di Indonesia.
-Bisa sharing ilmu.
-Bisa ikut kuis berhadiah ebook, buku, koin, dll

Cek link grup di Beranda Momi ya!

Membaca itu menciptakan dunia, bisa bikin lebih bahagia :)

Cold Women (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang