Nate terpaku menatap jendela kamar Apartemennya. Angin menerbangkan tirai berwarna biru gelap itu ke dalam. Dia sudah terbiasa dengan momen seperti sekarang ini, membuatnya takut untuk melalui hari esok.
"Aku di sini."
Nate seketika berbalik dan mendapati Tessa duduk di sofanya yang dipenuhi pakaian kotor. Kakinya lemas, hingga terduduk di lantai. "Kukira ... kau ... kau meninggalkanku di sini dan pergi." Dia takut membayangkan itu.
"Situasinya sudah berbeda, Nate."
"Semua salahku." Nate menunduk. Dia menyesali kecerobohannya yang telah mengacaukan segalanya. Melihat tadi semua orang menampakkan taring dan saling menyeringai, Nate sadar kalau telah melakukan kesalahan fatal.
Tessa mendekati Nate, berlutut di hadapan pria itu dan memeluknya. "Aku tidak menyalahkanmu," ucapnya dengan lembut.
"Tapi semua salahku, Tessa. Andai aku tidak gegabah, keadaan pasti akan baik-baik saja."
"Aku meminum darahnya. Lalu dia akan membawaku ke kamar yang telah dipersiapkan oleh Ayah," beritahu Tessa tentang kelanjutan dari baik-baik saja yang Nate maksud.
Nate melepaskan pelukan Tessa agar bisa bertatapan. "Damn, Tessa! Apa yang kalian maksud sebenarnya? Kamar untuk apa? Perjanjian apa?" tanyanya berapi-api.
Tessa sudah kembali duduk di sofa, memainkan sarang laba-laba yang ada di bawah meja. "Philips meminta syarat untuk menikahiku," beritahunya.
"Syarat apa?"
"Aku harus mengandung pewaris kami sebelum tanggal pernikahan. Bila tidak, kerajaan kami akan dihancurkan."
"Syarat konyol macam apa itu?! Dia ingin menghamilimu, begitu?" tanya Nate mendengkus.
Tessa mengangguk.
"Kalau begitu aku tidak menyesal telah mengacaukan segalanya tadi." Nate duduk di kursi kayu, menampakkan wajah marah.
"Semua Pangeran pasti akan meminta syarat yang seperti itu, Nate. Mereka hanya akan menikahi wanita yang bisa memberikan pewaris. Bila ternyata tidak bisa, maka wanita itu hanya akan dijadikan budak sex."
Nate tercengang.
"Aku tidak akan bisa punya keturunan, karena sudah berhubungan denganmu lebih dulu."
"Maksudmu ... kau tidak mungkin hamil karena sudah tidur denganku?"
Tessa mengangguk. "Bangsa Vampire akan kehilangan fungsi rahimnya bila bersetubuh dengan manusia." Ada jeda beberapa saat. "Itu sebabnya, bersamaku kau tidak akan mendapatkan keturunan, Nate."
Belum sempat Nate merespon, tiba-tiba Lion muncul begitu saja. Sungguh Nate belum terbiasa dengan ini, Tessa saja sudah cukup mengagetkan, sekarang ditambah saudaranya.
"Tessa, ini bukan waktu yang tepat untuk kalian bersembunyi. Emily mengajukan diri untuk membawamu dan Nate ke Istana dan Ayah menyetujuinya," beritahu Lion tergesa-gesa.
"Kau bisa membawanya pergi sejauh mungkin?" tanya Tessa pada adiknya itu.
"Lalu kau?"
"Aku akan menyerahkan diri."
"Kau gila? Ayah tidak akan memaafkan kesalahanmu kali ini. Ibu pun telah Ayah jadikan sebagai tawanan karena membantumu selama ini."
Tessa sudah tahu, itu sebabnya dia tidak terkejut. Hubungan darah bangsa vampire tidak sekental manusia. Bila mereka marah, anak sendiri pun akan dihabisi. Tanpa penyesalan, malah terlupakan begitu saja. Ayahnya, sang Raja yang bengis itu telah membunuh banyak istri dan saudara Tessa hanya karena dianggap tidak berguna.
"Tunggu, kalian memutuskan hidupku tanpa bertanya lebih dulu denganku?" tanya Nate tidak terima. "Aku tidak akan ke mana-mana," tegasnya pada Tessa yang sedang memandangnya.
"Lion bisa membawamu ke tempat yang tidak bisa mereka datangi," ucap Tessa.
"Kalau begitu kenapa kita tidak datang ke sana bersama-sama?" tanya Nate dengan serius.
"Kau tidak mengerti, Nate? Itu tempat yang tidak mungkin kami datangi. Lion berbeda, dia bisa ke mana saja karena kelebihannya."
"Persetan dengan itu, aku tidak mau!" Nate menentang. "Kau pikir aku akan hidup dengan tenang setelah kau tidak ada? Aku akan tetap mencarimu, asal kau tahu saja."
"Jangan keras kepala, Nate. Mereka akan segera datang ke sini," sergah Tessa.
"Kau yang keras kepala. Apa salahnya mengubahku menjadi Vampire?" minta Nate dengan nada yang tegas.
"Jangan harap," desis Tessa.
"Kalau begitu, Lion yang akan menjadikanku Vampire." Nate memaksa.
"NATE!!" Tessa marah.
"Aku rasa Nate benar, Tessa. Satu-satunya cara untuk melindungi Nate adalah dengan menjadikannya seorang Vampire." Lion bersuara.
"Jangan pernah melakukan itu," ancam Tessa.
"Bukan aku, tapi kau yang harus melakukannya." Lion menjawab.
Tessa menggelengkan kepala, "Kalian berdua sudah tidak waras. Sebaiknya cepat bawa Nate pergi!"
"Jangan curangi aku, Tessa. Aku bersumpah tidak akan berhenti. Kalau bukan kau, pasti ada Vampire lain yang bersedia menjadi manusia."
Tessa terkejut. "Kau menceritakan segalanya?" tanyanya pada Lion. Mata dan taringnya mulai buas.
"Tessa, look ..." Nate memegang pundak Tessa. Menatapnya dalam. Mata wanita itu kembali berubah teduh dan taringnya menghilang. "Kau mungkin akan melupakanku, tapi ingatlah kalau masih ada aku yang akan mengingatmu. Setelah perang ini selesai, aku akan mencarimu dan mengingatkanmu kembali."
Tessa menggeleng.
"Kau tidak percaya padaku?" tanya Nate mencoba meyakinkan kembali.
"Nate, kau akan menyesal dengan keputusan ini. Menjadi vampire bukan keinginan bangsa kami," desis Tessa.
"Namun aku menginginkannya. Tolong mengertilah, ini untuk kita."
"Tessa, lakukan saja. Kau akan lebih banyak kehilangan kalau berjuang sendirian." Lion ikut mendukung Nate.
Tessa terduduk di sofa. Tidak mengatakan apa-apa.
"Lion, kau bisa pergi sebentar? Aku yakin kau tahu kapan harus kembali," minta Nate.
"Kumohon jangan terlalu lama, Emily pasti sedang bersiap. Hanya butuh satu kedipan mata untuknya sampai ke sini." Lion pergi setelah mengatakan itu.
Nate mendekati Tessa. "Tessa, kumohon dengarkan aku. Ini bukan saatnya untuk kita keras kepala. Bukan hanya aku dan kau yang harus selamat, tapi pikirkan juga ibumu dan Lion. Aku sangat tahu kau Vampire yang paling berperasaan. Kau pasti tidak ingin mereka berdua terluka."
"Tapi Nate ..."
"Percaya padaku, aku akan mengembalikan semuanya seperti semula. Hubungan kita pasti akan baik-baik saja."
"Kau janji akan berusaha untuk terus mengingatkanku?"
"Aku janji." Nate menatap lekat. Dia mengeluarkan ponselnya, lalu mengambil rekaman video. Dia taruh ponsel itu menghadap ke mereka. "Aku akan mulai mengingatkanmu dengan ini bila nanti kau melupakannya."
Setelah itu, semuanya berlangsung sangat cepat. Ada cahaya yang begitu menyilaukan mata. Saat cahaya itu hilang, Tessa terbaring di atas sofa tak sadarkan diri. Sementara Nate, sudah menghilang.
***
Uhhhh, sedihnya 🤭
KAMU SEDANG MEMBACA
Cold Women (SELESAI)
VampireWarning: Banyak adegan dewasa di dalamnya (Adult romance) Tessa Volta, dia adalah Mahasiswi yang sangat sulit didekati, sehingga mendapatkan predikat Anti Sosial. Cantik, berkulit putih dan sedingin es. Meski tidak memiliki teman, Tessa merasa hidup...