Aroma wangi kopi menguar di udara, sampai ke hidung mancung Nate dan membuatnya terbangun. Dia terduduk dengan kepala yang masih terasa berat, namun wangi itu benar-benar menggoda.
Tunggu.
Lima detik.
Nate berupaya mengumpulkan nyawa.
Aroma kopi? Nate tinggal sendirian di apartemen ini, lantas siapa yang berani masuk dan menggunakan dapurnya?
Apakah tanpa sadar dia membawa wanita jalang dari club dan bercinta semalaman? Nate sontak mengangkat selimut yang menutupi hingga pinggang dan melihat, celananya masih lengkap. Dia hanya shirtless dan entah kapan melepas kausnya itu. Itu berarti, tidak ada adegan bercinta semalaman dengan wanita tak dikenal.
Lalu siapa?
Nate bergegas turun dari ranjang, ada harapan yang tiba-tiba menyala. Sambil berjalan pelan, Nate mendekati dapur dan terus berdoa semoga dia benar.
Begitu sampai di ambang pintu dapur, apa yang Nate harapkan terkabul. Dia melihat Tessa tengah memasak sesuatu dengan tangan lincahnya. Aroma kopi yang sejak tadi menyengat, berasal dari secangkir kopi yang masih mengepul di atas meja.
Nate belum berani menyapanya, takut bila ini hanyalah ilusi semata. Sudah terlalu sering Nate dibohongi oleh halusinasi yang mendorongnya ke titik menyakitkan saat sosok itu menghilang.
Tessa berbalik dan tersenyum pada Nate. "Kau terlambat Mr. Hawkins," ucapnya sambil menaruh sepiring omelet yang telah matang ke atas meja.
Dia benar Tessa?
Nate masih bertanya-tanya di dalam hati.
"Kau akan terus berdiri di sama sampai aku pergi?" tanya Tessa setengah menggoda.
"Damn you, Tess!" umpat Nate sembari melangkah maju mendekati wanita itu.
Tuntutan rindu membuat Nate tidak bisa berbasa-basi. Dia menarik tengkuk Tessa dan menyatukan bibir mereka dalam lumatan panas menggairahkan. Ditekannya bibir wanita itu, membuat tubuh mereka terdorong dan stuck di meja dapur.
Tessa pun terlihat rindu, dia sama buasnya dalam membalas ciuman Nate. Lidah mereka saling menggoda, membelit satu sama lain. Mereka terus berciuman, seakan-akan tidak ada hari esok lagi.
Sampai akhirnya suara roti yang keluar dari pemanggang, membuat mereka sama-sama melepaskan ciuman dan menoleh. Keduanya bertatapan dengan jarak wajah yang teramat dekat. Bibir masih terbuka dan nafas terengah, menandakan kalau mereka masih belum puas.
"Kemana saja kau?" tanya Nate. Dia mendekatkan bibirnya seperti akan mencium lagi, tapi saat Tessa lebih dulu bergerak maju, dia malah menahan bibir wanita itu dengan ibu jarinya. Diusapnya bibir Tessa yang bergetar dan masih haus akan ciuman.
"Maafkan aku," jawab Tessa sedikit frustasi. Dia masih membutuhkan ciuman itu, gairahnya sedang sangat menggebu-gebu. Nafas hangatnya yang mendamba pasti menerpa wajah Nate saat ini.
"Aku tidak membutuhkan maafmu, tapi jelaskan kemana saja kau?" Nate sengaja mempermainkan Tessa. Diusapnya bibir wanita itu terus menerus, sambil bibirnya seakan ingin mencium tetapi tidak sampai menyentuh.
"Aku berburu," jawab Tessa lagi. Telapak tangannya bermain di perut Nate, menggelitik hingga ke dada.
Nate mendongak dan mengerang saat bibir Tessa menghisap salah satu puncak dadanya. Wanita itu memimpin secara liar, dikecupinya sepanjang kulit leher Nate dengan mesra.
"Kau hangat, darah siapa yang kau minum?" tanya Nate penasaran.
"Aku menyelamatkan manusia yang sedang sekarat dari rasa sakit," beritahu Tessa secara ambigu. Bibirnya sudah sampai ke rahang Nate, hendak bergerak menuju bibir. Tapi lagi-lagi, pria itu menghalanginya.
"Ceritakan," paksa Nate sambil memegangi kedua tangan Tessa dan menguncinya di belakang tubuh wanita itu.
Tessa terengah saat tiba giliran Nate menciumi lehernya. Pria itu sangat pandai menciptakan gairah di setiap titik tubuhnya. Dia bisa saja memakai kekuatan dan menyelesaikan kegilaan ini. Tapi Nate akan terluka. "Ada seorang pendaki yang terjatuh dari gunung. Dia sekarat. Tidak akan ada yang bisa menyelamatkannya, sebelum dia mati aku meminum darahnya." Tessa semakin menggelinjang saat bibir Nate turun ke dadanya.
"Kau menggigitnya?" tanya Nate mengangkat kepala dan menatap Tessa lekat.
"Tidak. Dia terluka dan ..."
Nate menutup mulut Tessa dengan bibirnya, dia tidak ingin mendengar kelanjutan cerita wanita itu karena sepertinya sangat menjijikkan.
Diberikan apa yang diinginkan, Tessa pun melepaskan diri dari kungkungan Nate. Diremasnya rambut Nate dengan jari-jari panjangnya, mereka mendesah dalam ciuman yang basah.
✾ ✾ ✾
Nate menyantap omelet buatan Tessa, juga meminum kopi yang telah dingin itu. Hidupnya seakan kembali lagi, wanita itu duduk dengan nyata di hadapannya saat ini. Menemaninya menikmati sarapan.
"Kau merindukanku?" tanya Tessa.
"Jangan kau tanya," jawab Nate. Dia melihat bibir Tessa yang bengkak, akibat ciuman yang terlalu lama dan sangat bergairah tadi. Bila tidak melihat Tessa, mungkin seumur hidup Nate tidak akan percaya kalau Vampire bisa sangat menyerupai manusia.
"Kenapa kau harus mabuk-mabukan di club? Apa kau tidak punya cara lain yang lebih aman?" tanya Tessa kesal.
"Kalau aku memakai cara aman, kau tidak akan datang."
Tessa mendesah. "Apa kau tahu, semalam kau hampir saja bercinta dengan wanita lain?" tanya Tessa terdengar cemburu.
Nate mengerjap, dia benar-benar lupa apa saja yang terjadi setelah dia mabuk. Dia ingat ada seorang wanita bersamanya, tapi setelah itu ... "Apa aku benar-benar tidak sadarkan diri?" tanyanya merasa bersalah.
Tessa hanya melipat tangan di depan tubuh sebagai jawaban.
Nate meringis. "Salah kau, Tessa. Kau membuatku frustasi sampai aku harus melampiaskannya pada minuman. Kalau tidak, aku bisa mati memikirkanmu." Dan itu benar, Nate tidak punya cara lain untuk membuat otaknya berhenti memikirkan Tessa. Dia butuh alkohol agar bisa tidur tak sadarkan diri.
"Apakah itu berarti kau bebas bercinta dengan wanita mana saja?"
Nate mengulas senyum, dia sangat suka melihat Tessa cemburu. "Kau tahu, kan, aku ini pria normal. Sulit bagiku hanya duduk manis dan mengabaikan wanita sexy," pancing Nate.
"Kalau begitu, kau bisa melupakan aku." Tessa berdiri, Nate berhasil membuatnya jauh lebih cemburu.
Nate tertawa, dia langsung mendekati Tessa dan menarik wanita itu masuk ke dalam kamar.
"Aku tidak mau," tolak Tessa, masih dengan wajah kesalnya.
"Kau harus mau, tubuhmu adalah obat dan kau harus menyembuhkanku dari penderitaan karena tidak bisa menyentuh wanita lain," bisik Nate.
"Aku tidak akan menghalangimu menyentuh wanita lain," suruh Tessa.
"Tapi aku tidak mau. Mereka tidak bisa membuatku begitu menginginkan bercinta, seperti saat aku bersamamu."
Tessa didorong ke atas ranjang, Nate melucuti pakaian wanita itu dan mulai mengeksplorasi segalanya. Dari atas hingga bawah dan berhenti lama di inti gairah Tessa yang tengah menuntut lebih.
✾ ✾ ✾
Gimana-gimana?
Kalian masih Tim NaSa (Nate-Tessa)?
Berharap segera ada konflik atau tetap semanis ini aja?
Kalau Novel ini dicetak, kira-kira akan ada tambahan adegan gak ya... (Jangan tanya kapan hahaha)
Masih setia menunggu?
Ramaikan Vote dan Komen kalian, nanti lanjut lagi kalau sudah ramai.
Minimal 500 komen ya!
KAMU SEDANG MEMBACA
Cold Women (SELESAI)
VampireWarning: Banyak adegan dewasa di dalamnya (Adult romance) Tessa Volta, dia adalah Mahasiswi yang sangat sulit didekati, sehingga mendapatkan predikat Anti Sosial. Cantik, berkulit putih dan sedingin es. Meski tidak memiliki teman, Tessa merasa hidup...