Istana Volta sedang kedatangan tamu, yaitu Raja Marlis dan Putrany Pangeran Philips. Berbagai sambutan meriah dan sajian darah segar dihidangkan. Bila semua Vampire merasa sedang berpesta, maka Nate menganggap ini bencana. Kedatangan dua Vampire itu tentu bukan sekadar berkunjung biasa, buktinya saja Tessa diminta memakai pakaian kebangsaan seorang calon Ratu.
"Putri, Raja Volta menunggu. Anda harus segera datang atau masalah besar akan terjadi." Filia, seorang vampire yang diminta mempersiapkan Tessa telah membujuk berulangkali.
"Biarkan saja Filia, aku suka dengan masalah." Tessa bersikeras tidak mau datang ke aula.
"Kalian semua keluar." Ratu Anela pun datang dan turun tangan. Semua yang ada di sana keluar, termasuk Nate.
"Ibu, percuma datang ke sini. Aku tidak akan mau ke sana." Tessa berniat melepas gaun yang dikenakannya, tapi dengan cepat Ibunya menghalangi.
"Kau ingin mencelakai, Nate?" tanya Ratu Anela dengan serius.
"Maksud Ibu?"
"Jangan bodoh, Tessa. Ayahmu mustahil tidak mengetahui Nate ada di sini. Dia diam, itu karena merasa Nate bukanlah ancaman besar. Tapi bila kau berulah, maka dia akan menjadikan kekasihmu sebagai umpan."
Tessa tercengang.
"Ikutilah keinginan Ayahmu, Nate akan aman." Ratu Anela menegaskan. Dia menekan pundak Tessa agar kembali duduk, kemudian membantu merapikan rambut putrinya itu. "Ibu tau kau tidak bisa menerima Philips, begitupun denganku. Tapi kita tidak bisa menunjukkan rasa tidak suka itu dengan jelas, Tessa. Di kerajaan ini, banyak vampire yang harus dipikirkan. Bila Marlis mengambil alih kerajaan kita, kita semua akan mati. Rakyat kita pun akan mereka perlakukan secara keji."
Tessa pun melunak. Dia menatap cermin, terlihat pantulan dirinya di sana. Gaun bak Ratu di negeri dongeng melekat di tubuhnya, ditambah hiasan rambut berupa mahkota kecil di puncak kepala.
"Ayo, jangan biarkan mereka menunggu." Ratu Anela berjalan lebih dulu. Dilihatnya Nate berdiri resah di depan pintu. "Dan kau, ingat posisimu di kerajaan ini. Jangan melebihi batas atau Tessa akan celaka."
Nate terdiam, ada rasa takut menjalari sekujur tubuhnya. Takut Tessa-nya celaka.
"It's okay, semua akan baik-baik saja." Tessa tersenyum pada Nate.
"Jangan tunjukkan kedekatan kalian di sana. Seorang Putri dan Pengabdi tidak boleh terlihat punya ikatan rasa. Kalian mengerti?"
Tessa dan Nate mengangguk.
***
"Hallo Tessa." Pangeran Philips yang sok akrab itu langsung menghampiri Tessa. Berniat menciumnya, tapi Tessa memalingkan wajah. "Kali ini kau tidak bisa menghindariku lagi," bisiknya licik.
Tessa menepis Philips dan duduk di kursinya setelah menyapa Raja Marlis. Dia memasang ekspresi datar, sama sekali tidak senang dengan kehadiran mereka.
"Raja Volta, bagaimana dengan rencana pertunangan Philips dan Tessa? Apa kami masih harus menunggu lebih lama lagi?" tanya Raja Marlis, langsung pada niat kedatangannya.
"Tentu tidak Raja Marlis, buat apa menunggu? Tessa sudah setuju dengan syarat yang Pangeran Philips berikan."
Tessa sontak menoleh pada sang Ayah yang telah membuat keputusannya sendiri. "Ayah, aku tidak bilang ..."
"Kau harus setuju," potong Raja Volta dengan tegas. Siapa saja akan takut dengan jenis tatapannya itu. Termasuk Tessa yang hanya berani menunjukkan protes lewat ekspresi.
Philips tersenyum puas, dia mengibas jubah belakangnga dan setelah itu duduk dengan angkuh. "Kalau begitu, bisa kita lakukan hari ini juga, Raja Volta?" mintanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cold Women (SELESAI)
VampireWarning: Banyak adegan dewasa di dalamnya (Adult romance) Tessa Volta, dia adalah Mahasiswi yang sangat sulit didekati, sehingga mendapatkan predikat Anti Sosial. Cantik, berkulit putih dan sedingin es. Meski tidak memiliki teman, Tessa merasa hidup...