Nate dan Tessa duduk di jok belakang mobil. Tubuh Tessa bersandar dalam pelukan Nate. Pemanas mobil dipasang secara maksimal untuk menetralisir dinginnya tubuh Tessa, sehingga Nate tidak menggigil. Kaca mobil sampai berembun karena uap panas dari dalam mobil, menutupi pandangan mereka ke arah luar.
"Kau tidak kedinginan?" tanya Tessa, dia mengangkat wajahnya menatap Nate.
Nate sedang memainkan jari-jari Tessa. "Nyaman," jawab Nate. Memasang pemanas suhu seperti ini di dalam mobil padahal cuaca di luar sana sedang panas, Nate bisa mati terpanggang kalau saja tidak ada Tessa. Itu sebabnya dia nyaman.
"Tes, bagaimana caramu menghentikan mobilku? Dua kali kau melakukan itu."
"Itu salah satu kelebihan Bangsa kami," jawab Tessa. "Aku bahkan bisa mengangkat mobilmu, seperti kau mengangkat barbel saat berolahraga."
"Waw, sungguh?" Nate terkesima dibuatnya. "Berarti kau tidak membutuhkan mobil untuk pergi ke manapun yang kau mau?"
Tessa mengangguk. Sebelum Nate bertanya lebih banyak, Tessa lebih dulu bicara, "aku tidak bisa membaca pikiran manusia, mengeluarkan api atau kekuatan super lainnya. Hanya saja aku bisa mendengarkan apapun yang orang-orang bicarakan dari jarak jauh sekalipun."
Nate terkekeh, "aku pikir kau baru saja membaca pikiranku tentang kekuatan super yang hampir saja ingin kutanyakan." Lalu dia teringat, "pantas saja kau tahu soal taruhan itu."
"Aku tahu setiap yang kalian katakan tentangku."
Nate membeku, otaknya bekerja keras mengingat-ingat apa saja yang pernah mereka bahas soal Tessa. Tidak ada hal buruk, kan?
"Nate..." panggil Tessa, dia membuat jarak kembali dengan menegakkan tubuhnya. "Kau yakin dengan hubungan kita?" tanyanya.
"Aku bisa menikahimu sekarang kalau kau mau," ujar Nate antusias, seakan-akan ingin menikahi manusia saja.
Tessa tertawa kecil mendengarnya. "Bukan itu, Nate."
"Lalu?"
"Aku takut tidak bisa mengendalikan diri saat bersamamu. Keinginan untuk mencicipi darahmu itu membuatmu bisa lupa pada apapun," jujur Tessa.
"Kau tidak akan menyakitiku," ujar Nate yakin.
"Bagaimana kau selalu seyakin ini tentangku, Nate?" tanya Tessa frustasi. "Aku ini Vampire, kau sedang menyerahkan hidupmu pada seorang pembunuh."
Nate tertawa dan mengecup bibir Tessa. "Karena kau mencintaiku," jawabnya percaya diri.
Tessa masih merasa takjub dengan kenyataan bahwa dia mencintai Nate, seorang manusia. "Kau tahu, aku selalu menghindari manusia."
"Kau takut membunuh mereka?" tanya Nate.
Tessa mengangguk. "Selain itu aku takut jati diriku terbongkar."
Nate tiba-tiba merasa ketakutan juga. "Apa... manusia punya cara untuk membunuhmu, Tessa?"
Tessa tertawa, "tentu tidak."
"Kau akan terbakar saat terkena sinar matahari?" tanya Nate begitu penasatan.
Tawa Tessa kembali meledak. "Kau jangan menyamakanku dengan tokoh Vampire dalam film yang kau tonton," ujarnya meremehkan.
"Jadi, kau bisa berada dalam situasi apapun bersamaku?" tanya Nate senang.
Tessa mengangguk.
Nate menghembuskan nafas lega secara berlebihan. "Syukur lah, aku pikir kau tidak bisa diajak berjalan-jalan keluar ruangan." Dia langsung memeluk Tessa. "Aku akan memamerkanmu pada semua orang mulai dari sekarang."
Tessa tidak merespon. Dia melepas pelukan Nate dengan wajah sedih. "Orang-orang akan tahu aku berbeda, Nate," ujarnya.
Nate paham maksudnya, ini tentang suhu tubuh Tessa yang tidak dimiliki oleh manusia normal manapun. Jangankan bersentuhan, berjalan kurang dari satu meter saja hawa dingin itu akan langsung terasa.
"Apa ada cara membuatmu hangat?" tanya Nate dengan serius.
"Ada, namun berbahaya," beritahu Tessa.
"Bagaimana?"
Tessa menatap Nate lekat, "aku harus meminum sesuatu yang seharusnya Vampire minum."
"Darah?"
Tessa tersenyum.
✿ ✿ ✿
Mobil Nate memasuki area parkiran, mata wanita-wanita selalu saja tidak bisa lepas memperhatikannya. Banyak yang penasaran kenapa Nate begitu lama tidak menemukan pasangan lagi, setelah memutuskan Sandra. Padahal biasanya, Pria itu tidak pernah free lebih dari satu hari.
Semua rasa penasaran mereka pun terjawab sudah saat seorang wanita turun dari mobil Nate setelah pria itu membukakannya pintu. Tak hanya itu, Nate dengan santainya menggandeng tangan wanita itu di depan banyak orang.
"Siapa dia?"
"Bukankah itu Putri Salju menurut kabar yang beredar?"
"Wanita itu?"
"Nate bersamanya?"
"Tidak masuk akal!"
"Dia tidak terlihat pantas untuk Nate."
"Aku membencinya!"
Hanya Tessa yang mampu mendengar segala cela untuknya itu. Dia sudah tahu ini akan terjadi saat Nate bilang ingin memperjelas hubungan mereka di depan semua orang.
Rob dan Tom melongo saat Tessa dibawa ke meja mereka di Kantin yang ramai. Memang sudah lewat dari batas taruhan mereka, tetapi itu artinya Nate serius dengan Tessa.
"Hai," sapa Tessa berusaha akrab pada dua teman Nate itu.
"Ha-hai," sapa Tom masih tak bisa percaya. Sementara Rob tetap melongo dengan mulut menganga.
"Tessa bukan bagian dari taruhan kita, dia benar-benar pacarku sekarang," beritahu Nate agar jelas.
Rob dan Tom langsung menoleh Nate.
"Tessa tau soal itu," beritahu Nate.
"Berhenti menyebutku gunung es karena aku bisa bicara, bahkan menari kalau kalian mau," ujar Tessa sedikit bercanda.
Tom dan Rob tercengir, mereka memang menjuluki Tessa Gunung es, bila malas menyebut Putri Salju.
"Aku titip absen, hari ini aku sedang malas kuliah." Nate berdiri dan menarik tangan Tessa.
"Kita tidak membicarakan ini, Nate," protes Tessa. "Kita ke kampus untuk kuliah."
"Aku berubah pikiran," jawab Nate. Dia menggandeng Tessa kembali dan membawanya pergi dari kantin itu. Banyak pasang mata mengawasi mereka, penasaran bagaimana bisa bersama.
✿ ✿ ✿
Tinggalkan jejak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cold Women (SELESAI)
VampireWarning: Banyak adegan dewasa di dalamnya (Adult romance) Tessa Volta, dia adalah Mahasiswi yang sangat sulit didekati, sehingga mendapatkan predikat Anti Sosial. Cantik, berkulit putih dan sedingin es. Meski tidak memiliki teman, Tessa merasa hidup...