Chapter 7. Blood

13.3K 1.2K 98
                                    

Hati-hati, banyak mengandung unsur dewasa. Bila belum umurnya, mending skip deh.

********

Nate melepas infus yang baru saja dipasang dengan cara yang kasar, dia sengaja agar darah mengalir melalui luka dari bekas jarum itu.

Wajah Tessa seketika berubah, dia menyeringai dengan taring mencuat keluar dan kedua mata memerah. Darah Nate terlalu menggoda, merah segar dan harumnya sangatlah memabukkan.

"Minumlah, sebelum habis," suruh Nate.

Tessa mengerang. Batinnya bertempur antara menerima atau menolak tawaran itu. Dia terlihat sangat menyeramkan saat ini.

Karena karena terlalu lama dan darahnya bisa habis bila dibiarkan menetes terus, Nate pun mendekati wanita itu. Dia tahu resikonya akan sangat fatal bila Tessa kehilangan kendali. Tetapi Nate selalu percaya akan satu hal, cinta mereka lebih kuat dari keinginan Tessa membunuhnya.

"You can do this," bisik Nate menyerahkan tangannya yang terluka. Sementara tangannya yang lain dia gunakan untuk mengusap pipi Tessa agar wanita itu tenang.

Tessa mengerang. Semakin dekat, aroma darah itu semakin membuatnya haus. Dia meraih tangan Nate, mendekatkan mulutnya ke luka itu. Lalu menghisap darahnya.

Nate menunggu, membiarkan Tessa meminum darahnya sepuas yang dia mau. Sekalipun dia akan kehabisan darah hingga seluruh tubuhnya berwarna putih, dia tidak akan menyesal.

Tessa begitu haus. Entah sudah berapa dekade dia berpuasa dari darah. Hingga rasanya, seperti diberikan air di tengah tandusnya perjalanan.

Darah Nate terasa manis dan hangat.

Tessa berhenti setelah menyadari kalau dia bisa membunuh Nate. Rasa hausnya tidak akan bisa dilenyapkan sekalipun menghabisi darah Nate. Dia mengangkat kepala, menatap pria itu dengan wajah yang tak lagi sama.

Nate terpesona. Dia melupakan rasa sakit di tangannya. Dia mengangkat tangan menyentuh pipi Tessa, tidak lagi dingin. Wanita itu benar-benar hangat seperti manusia normal pada umumnya. Bahkan, wajahnya tidak lagi pucat, melainkan merona kemerahan. "Kau sangat cantik, Tessa," pujinya.

Nate mengelap sisa darahnya yang ada di bibir Tessa. Didekatinya wajah itu dan memulai ciuman kembali. Kali ini, dia tidak perlu menahan diri dari rasa dingin karena Tessa sudah hangat.

Tessa pun tak lagi menjaga jarak, dia menyerahkan dirinya direngkuh begitu dekat oleh Nate. Mereka berciuman rakus bagai sudah lama tidak bertemu dan melepas rindu.

✿ ✿ ✿

"Berapa lama ini bisa bertahan?" tanya Nate.

Tessa berbaring di ranjang yang sama dengannya, memeluknya. Mereka tidak membutuhkan pemanas suhu mobil ataupun matahari. Bahkan, Nate harus menyalakan pendingin ruangan karena terasa sangat pengap.

"Tidak akan lama," beritahu Tessa. Dia sudah lupa seberapa lama tubuhnya hangat setelah meminum darah manusia. "Kenapa kau selalu berbuat sesuatu sesuka hatimu, Nate?" tanyanya kesal.

"Karena aku percaya padamu," jawab Nate.

"Tapi aku bisa saja membunuhmu tadi. Rasanya, aku hampir lupa siapa kau," jujur Tessa.

Nate tersenyum. Dia menatap tangannya yang dibalut kassa oleh perawat. Infusmya tidak lagi dipasang, dokter sampai bingung kenapa Nate sembuh begitu cepat dan dengan sendirinya. Untuk memastikan, Nate masih harua dirawat sampai besok dan Tessa menemaninya.

"Apa tadi rasanya enak?" tanya Nate penasaran.

"Apa makanan kesukaanmu?" tanya Tessa balik.

"Aku sangat suka segala sesuatu yang terbuat dari udang," beritahu Nate.

Cold Women (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang