Satu bulan berlalu ...
Nate meremas rambutnya sendiri, dia mulai kacau dan frustasi kembali. Tesis tidak kunjung ditemukan setelah satu bulan wanita itu menghilang. Banyak tempat Nate singgahi. Berbagai bahaya dia lalui, berharap Tessa datang dan menyelamatkannya. Dia bahkan nyaris mati karena mencari perkara dengan preman setempat, dipukuli sampai tak sadarkan diri. Tapi Tessa, wanita itu tidak pernah datang.
"Ke mana aku harus mencarimu, Tessa? Tidak bisakah kau memberikan clue?" Dia mengesah.
Nate mengambil sebuah pisah di dapur, "Apa aku harus mati dulu baru kau akan datang?" Dia kembali melupakan akal sehatnya.
"Tidak perlu!"
Nate terkejut mendengar suara laki-laki yang tiba-tiba ada di rumahnya. Dingin seketika menyergap. Dia memicingkan mata, sosok itu terlihat gelap karena membelakangi cahaya.
"Kau masih ingat aku?" tanya sosok itu semakin terlihat. Semakin dia dekat, Nate semakin menggigil.
"K-Kau Lion?" tanya Nate ragu.
"Ya, kau benar." Lion duduk di salah satu sofa dan mengangkat satu kakinya. Mirip manusia seandainya dia tidak memiliki tubuh sedingin es.
Nate mencoba menahan rasa dingin di tubuhnya, dia mendekat dan duduk di sofa yang berdekatan. "Di mana Tessa? Apa dia baik-baik saja? Apa Tessa yang mengirimmu ke sini? Bisakah aku menemuinya? Kau ..."
"Yang mana dulu yang harus kujawab, kalau kau bertanya terus?" Lion menyunggingkan senyum mengejek.
"Kau bisa jawab sekarang."
"Tessa ada di kerajaan kami. Dia baik-baik saja. Kau benar, Tessa yang mengirimku ke sini, melakukan pekerjaan yang sangat tidak menarik."
"Pekerjaan?"
"Ya, menjagamu. Manusia lemah yang selalu bertindak bodoh."
"Tessa tahu?"
"Dia bahkan nyaris terbunuh karena ingin melarikan diri dari kerajaan, demi menyelamatkanmu."
Mendengar itu Nate tersenyum. Dia merasa senang setelah tahu ternyata Tessa memikirkannya. "Lalu kapan dia kembali? Aku merindukannya."
Lion yang awalnya sangat santai dan lancar menjawab, kini diam menatap Nate lekat. "Kau sungguh mencintainya?" tanyanya.
"Aku bahkan siap mati untuknya," jawab Nate mantap.
"Tessa akan menikah dengan Pangeran Philips, sepekan lagi mereka bertunangan."
"Apa?!!" Nate seketika berdiri. Terkejut dan marah. "Kau pasti bohong, Tessa mana mungkin mengkhianatiku." Dia menggelengkan kepala.
"Buat apa aku berbohong? Tidak ada gunanya bagiku. Dan asal kau tahu, aku membenci Pangeran manja itu." Lion menunjukkan dengan eskperi tidak suka.
"Bagaimana dengan Tessa? Dia menyukainya? Kenapa dia setuju?" Nate kembali duduk.
"Aku rasa tidak. Tidak ada yang menyukai Philips kecuali kekuasannya. Begitu pun Ayah. Menikah adalah jalan untuk mempertahankan kerajaan dari serangan."
"Jadi, Tessa terpaksa melakukan itu?" Nate kembali senang. "Aku sudah duga, dia mencintaiku."
Lion mendengkus. "Bagaimana bisa kau mencintai seorang Vampire? Tidakkah kau takut dia memakanmu?"
Nate tersenyum geli. "Dia pasti akan melakukan itu sejak lama, tapi lihat aku masih hidup sampai sekarang." Dengan bangganya.
Lion mengesah. "Dia menginginkanmu hidup, tapi tidak dengan Ayah dan sodara kami yang lain. Mereka ingin membunuhmu, itu sebabnya Tessa menerima perjodohan."
Nate terkejut mendengarnya. "Tessa berkorban untukku?" Matanya terbelalak lebar.
"Mudah bagi kami menghabisi manusia. Bahkan tanpa harus menyentuhnya."
Nate terdiam. Jujur itu terdengar sangat mengerikan.
"Tessa ingin melindungimu. Aku penasaran apa yang dia dapatkan dari manusia sepertimu, sampai-sampai membuatnya harus berkorban?" Lion menunjukkan tatapan sangsi kalau Nate punya kelebihan.
"A-apakah dia benar-benar akan menikah?" Wajah Nate mendadak murung. "Bagaimana aku bisa hidup tanpanya?" Diremasnya rambutnya itu.
Lion memutar tongkat kecil di jarinya, sembari memandang Nate lekat. "Kau dan Tessa sangat merepotkan. Harusnya aku seperti yang lain, menganggap kalian sudah tidak waras." Dia berdiri dan melipat tangan di belakang tubuhnya. Layaknya seorang pangeran, berwibawa.
"Kau mau ikut denganku ke Istana dan menyelamatkan Tessa?"
***
Nate mengerenyit jijik pada tetesan darah berwarna hitam pekat yang mengalir dari tangan Lion. Baunya seperti mayat. Seketika dia ingin muntah.
"Aku tidak akan memberikan kesempatan dua kali kalau kau menyia-nyiakan ini," kata Lion dengan santai.
"I-ini untuk apa?"
"Agar aromamu tidak membuat mereka tergoda, kau harus selalu meminum darah Vampire."
"Mereka akan mengira aku Vampira juga kalau begitu?"
"Tentu saja tidak. Sekawanan Vampire punya mata yang jeli untuk membedakan mana manusia dan vampire. Hanya saja, mereka tidak suka memakan daging pengabdi kami."
"Pengabdi?" Tubuh Nate meremang dengan kata makan itu.
"Kau ingin menghabiskan darahku?" Lion melotot tidak sabaran.
"Beri aku waktu. Itu menjijikkan dan bau." Nate menggerutu. Dia memencet hidungnya, mendekatkan mulut ke tangan Lion yang terus menenetskan darah.
Demi Tessa!!
Melupakan segalanya, Nate meminum dengan rakus darah itu. Menyedotnya sampai tak terhingga lagi. Lion tampak memastikan dengan mengendus-endus tubuh Nate.
"Oke, cukup." Lion menarik tangannya dan menghisapnya sendiri. Darah itu berhenti dan lukanya tertutup.
Nate diam bagaikan patung. Matanya menatap kosong ke bawah. Sampai pada akhirnya dia berdiri cepat dan berlari ke wastafel. Memuntahkan isi perutnya.
Lion menggelengkan kepala, "Kalau saja kau bukan orang yang dicintai Tessa," decaknya.
Nate benar-benar merasa mual. Dia tidak tahan untuk selalu muntah setiap kali mencium aroma darah Lion dari ceceran yang melekat di pakaiannya.
"Cepatlah, aku tidak bisa terlalu lama pergi atau mereka akan menjemputku."
Nate mengacungkan lima jari, "Tunggu, aku benar-benar masih merasa mual." Dia sampai pucat karena terlalu banyak muntah.
"Bagaimana kau bisa tahan berada di sana, kalau menghadapi satu yang sepertiku saja sudah lemah."
Seketika Nate terpancing. Dia menelan rasa mualnya dalam-dalam. Berbalik menghadap Lion. "Demi Tessa, aku rela meminum semua darah Vampire di sana," ucapnya yakin.
Lion tersenyum geli. "Aku rasa, kau perlu mengetahui lebih dulu seperti apa kondisinya, baru berbicara."
To be continue...
***
Ahhh, udah lama gak update.
Pasti kalian kangen ya sama Nate dan Tessa?
Atau malah udah lupa?
Maafkan ya memang slow update, karena Momi agak susah dengan genre ini. Jadi, harus bener-bener dapet feelnya biar kalian bacanya juga enjoy.
Spam komen!
KAMU SEDANG MEMBACA
Cold Women (SELESAI)
VampireWarning: Banyak adegan dewasa di dalamnya (Adult romance) Tessa Volta, dia adalah Mahasiswi yang sangat sulit didekati, sehingga mendapatkan predikat Anti Sosial. Cantik, berkulit putih dan sedingin es. Meski tidak memiliki teman, Tessa merasa hidup...