Chapter 24. War

3.2K 496 30
                                    

Dahulu, ada sebuah mitos yang menjadi kepercayaan masyarakat, yaitu ketika bulan berubah warna menjadi merah maka akan terjadi perang yang sangat besar. Malam ini mitos itu kembali menjadi kenyataan, seorang vampire tengah bersembunyi di kegelapan hutan lebat untuk menghadang pasukan Marlis.

Nate mulai mencium aroma lezat dari arah sana. Sesuatu yang sangat ingin dia makan. Baunya semakin pekat. Semakin mendekat.

Tiba-tiba dalam sekejap mata, ratusan vampire terkapar di tanah lembab itu. Membuat vampire lainnya terkejut dan mencaritahu apa penyebabnya. Satu persatu vampire kehilangan nyawa. Tapi tidak ada satu pun yang bisa melihat siapa pelakunya. Hanya berbentuk sekelebatan hitam yang sangat cepat dan menghantui mereka semua.

"Ayah, siapa dia?" tanya Pangeran Philips dengan wajah yang sama tegang seperti pasukannya yang lain.

"Kita harus cari tahu." Marlis melesat ke depan, memerhatikan para Vampire yang telah dimusnahkan. Leher mereka semua digigit, juga tidak ada lagi darah di tubuh mereka.

Semakin banyak yang tewas. Pasukan Marlis mulai ketakutan. Mereka telah mempersiapkan diri untuk perang, tapi bukan melawan sesuatu yang tidak terlihat apalagi sekuat ini.

"Raja, kita harus mundur!" teriak pada menteri.

"Pasukan kita semakin menipis, Raja."

Raja Marlis menyaksikan sendiri satu persatu pasukannya yang tewas. Sangat cepat sampai ketajaman matanya sulit melihat seperti apa sosok yang tengah menghabisi pasukannya itu.

"Aku harus tau dia siapa, jangan bersembunyi seperti pengecut. Tunjukkan dirimu!" ucap Raja Marlis dengan wajah marah.

Keinginan Raja Marlis terkabul, Nate muncul tepat di hadapannya setelah menyisakan hanya sedikit dari pasukan sang Raja.

Semua terkejut melihat sosok Nate, pria yang menjadi target buruan mereka setelah melumpuhkan kerajaan Volta. Nate bukan lagi manusia, matanya yang merah dan taringnya yang panjang telah menandakan kalau dia seorang vampire.

"Ayah, mereka menciptakan vampire baru!" teriak Pangeran Philips.

"Raja, sebaiknya kita mundur," ujar sang menteri waspada.

Vampire baru selalu ditandai dengan kulit wajah dan tubuhnya yang bercorak seperti akar pohon berwarna hitam. Selama corak itu belum hilang, maka siapapun tidak akan bisa mengalahkannya.

Raja Marlis tidak terlihat gentar sedikit pun. "Volta menciptakan vampire baru rupanya. Kira-kira siapa yang dijadikan tumbal pertukaran?" Dia menantang.

Nate menyeringai. Gigi taringnya berkilau tajam, siap menembus leher Marlis.

"Ayah, mundurlah ..." perintah Philips dengan wajah cemas.

"Raja, kita harus pergi," ucap sang menteri juga.

"Mundur bukanlah kebiasaanku. Meski dia memiliki kekuatan yang jauh lebih besar, tentu selalu ada kelemahan."

"Kelemahan terbesarku adalah tidak bisa mengendalikan rasa lapar," ucap Nate dengan seringaian yang semakin mengerikan.

"Raja, maafkan aku." Setelah mengatakan itu, Menteri melesat dari sana. Melarikan diri seperti pengecut.

Nate tersenyum menatap kekosongan yang ada di hutan. Tiba-tiba dia ikut melesat. Dalam hitungan detik, dia kembali membawa tubuh tak bernyawa dari menteri kesayangan Raja Marlis.

Raja Marlis semakin terlihat marah. "Kau pikir dengan membunuh semua orang-orangku, aku akan tunduk kepadamu?!" teriaknya. Taringnya pun keluar, siap untuk berperang melawan Nate.

"Aku akan berurusan denganmu setelah menghabisi anakmu. Dia yang telah menyakiti Tessa-ku." Mata Nate semakin semerah darah.

"Itu berarti, Tessa yang mengubahmu?" tanya Pangeran Philips begitu terkejut.

"Raja Volta mengorbankan putrinya demi kelahiran Vampire baru. Menurutmu, siapa yang sebenarnya lebih jahat?" tanya Raja Marlis mencoba mengubah jalan pikiran Nate.

Nate yang tengah mencekik Pangeran Philips seketika berbalik mendekati Raja Marlis. Pangeran Philips memanfaatkan kesempatan untuk lari, tapi sekali lagi Nate berhasil mengejar dan membawa mayatnya ke hadapan Raja Marlis.

Benar, Vampire jarang memiliki rasa. Melihat putranya tewas, Raja Marlis tidak begitu peduli. "Bunuhlah aku, tapi kau pasti tidak akan bisa membalas dendam pada musuh yang sebenarnya. Lihatlah, kekuatanmu mulai memudar."

Nate sudah terlalu banyak menghabisi nyawa Vampire. Bulan pun sebentar lagi akan berubah warna.

"Bawa aku ke kerajaan Volta, aku bisa membantumu menghabisi nyawanya sebelum kau berubah wujud."

Nate tidak bisa langsung percaya begitu saja. Tapi Raja Marlis benar, tubuhnya mulai lemah. Ingatannya tentang Tessa semakin terlihat jelas. Corak akar di kulitnya tidak lagi sepekat semula.

"Aku punya satu syarat. Setelah Raja Volta aku musnahkan, maka kau harus pergi sejauh mungkin."

Nate menyeringai. "Ini bukan saatnya membuat kesepakatan." Dia mencekik Raja Marlis.

Raja Marlis tetap tenang. "Setelah kau membunuhku, dia yang akan membunuhmu. Selamanya, kau tidak akan bisa bertemu dengan Tessa."

Cekikan itu mengendur. Bayangan wajah Tessa terus berputar di kepala Nate. Dia kehilangan kendali diri, melesat kesana kemari seperti gasing. Teriakannya terdengar mengerikan.

***

Pertarungan sengit antara dua vampire pun terjadi. Raja Marlis dan Raja Volta nampaknya seimbang. Keduanya berdiri di tengah lingkaran api, bersiap saling menghabisi. Nate terpengaruh oleh ucapan Raja Marlis sehingga membawanya ke kerajaan Volta. Tepat di saat itu, dia telah menjadi vampire seutuhnya.

"Akhirnya, aku bisa melawanmu," ucap Raja Volta begitu angkuh.

"Sejak dulu aku sudah tahu kalau kau itu licik, Volta. Tapi aku baru tahu kalau ternyata kau lebih tidak berperasaan. Kau mengorbankan putrimu sendiri untuk menciptakan vampire baru."

Raja Volta mengerang.

"Lion, kita harus membawanya pergi dari sini. Siapapun pemenangnya nanti pasti Nate tetap akan dimusnahkan." Kini hanya tersisa Ratu Anela dan Lion di sana, semua telah Nate habisi.

"Bagaimana dengan Ayah, Ibu? Kita tidak membantunya?" tanya Lion masih dengan penuh perasaan.

"Jangan pedulikan dia. Keserahakanlah yang akan menghukumnya." Anela sudah tidak peduli, selama ini dia diam karena memang kesempatan untuk melawan itu tidak ada.

"Tapi kita belum menemukan Emily."

Ratu Anela pun cemas memikirkan nasib putrinya itu. Emily menghilang, entah sudah terbunuh atau masih berkeliaran di luar sana. "Ayo," ajaknya pada Lion.

Lion menoleh ke lingkaran api itu. Dua orang Raja yang dulunya bersahabat, kini saling menghunus taring. Dia pun mengangguk padanya Ibunya. Detik selanjutnya, Ibu dan Anak itu telah menghilang dari Kerajaan Volta.

***

Cold Women (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang