15 - Profesional

1.6K 176 107
                                    

"Ly kamu bener udah mau berangkat sekolah?"

"Udah Kak, tenang aja aku udah sehat nih."
Lyodra tersenyum menjejerkan gigi putihnya.

Kak Oliv tersenyum melihat semangat Lyodra.

"Kamu ya dari dulu, mau bagaimanapun keaadaan kamu, ngga pernah mau ketinggalan pelajaran."

Lyodra tersenyum. Memotong roti selai coklat yang berada di piringnya.

"Kak, belajar itu bikin aku fokus sama hal-hal baik. Aku ngga perlu mikirin hal lain kalo lagi belajar. Aku sejenak bisa lupain masalah Papa, rumah, bahkan bisa mengabaikan kesendirian aku selama dua tahun terakhir ini. Lyodra suka belajar, dengan belajar paling tidak Lyodra bisa bikin ibu dan adik-adik bangga punya Lyodra. Menambah semangat mereka. Walaupun kadang memang terasa sepi, tapi Lyodra yakin selama kita berusaha dengan baik pasti kita bisa bahagia. Buktinya aku sekarang ada disini bareng kakak."
Pandangan Lyodra yang tadinya kosong tidak berpaling dari piringnya kemudian menatap Kak Oliv lalu tersenyum.

Pasca pindahnya Lyodra ke Medan bukan berarti selama di Medan kehidupannya menjadi lebih baik. Ibunya harus banting tulang untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan biaya pengobatan Ayah Lyodra.

Mental Lyodra sempat drop. Merasa malu, minder, bahkan sempat sulit menatap mata orang lain. Ada rasa takut dihina. Ada rasa takut ditanya. Ada rasa takut dijauhi. Banyak kekhawatiran lainnya.

Tetapi ada satu hal yang mengembalikan kepercayaan dirinya saat itu. Belajar. Ia anak yang cerdas, bahkan ditengah masalah ia masih bisa mempertahankan ranking 1 paralelnya. Dukungan ibunya dan keluarga Kak Oliv sangat besar. Membuatnya semakin yakin masih ada jalan mengubah dan mengembalikan hidupnya.

Lyodra sangat ingin meringankan beban ibunya. Ia selalu berusaha menjadi panutan untuk adik-adiknya di tengah badai hidup yang sedang mereka rasakan. Menurutnya sekolah adalah salah satu cara untuk merealisasikan impiannya itu.

Selama dua tahun pula Lyodra benar-benar membatasi lingkaran pertemanannya. Berbeda dengan anak-anak seusianya yang sering kumpul dan jalan bareng, Lyodra lebih suka menikmati kesendiriannya. Melakukan hal yang menurutnya lebih berguna.

Apakah ia nyaman? Tentu saja jawabannya tidak. Ia bukan pribadi yang seperti itu. Kesendirian hanya zona nyaman sementara baginya atau lebih tepatnya Lyodra ambil aman.

Ia mengingat kejadian di sekolah lamanya, dimana ternyata sehebat atau sebaik apapun kita ternyata tiada gunanya ketika kita membuat satu kealahan.

Ya. Kejamnya lagi, karena satu kesalahan, orang-orang bisa melupakan ribuan kebaikanmu. Lyodra mengambil kesimpulan dari pengalaman pahitnya.

Untuk itu, Lyodra benar-benar fokus pada orang yang menyayanginya dengan tulus. Sikapnya yang tertutup membuat orang-orang segan. Tertutup dan pintar, itu yang teman-temannya tau ketika mendengar nama Lyodra. Punya banyak teman yang sekadar "say hello" karena mereka hanya mengenalnya sebagai anak cerdas, tetapi tidak ada yang benar-benar mengenal kehidupan Lyodra.

Pada akhirnya Lyodra menyerah dengan kesendiriannya, ia sadar ia membutuhkan kehidupan seperti orang-orang pada umumnya. Ia ingin memiliki teman yang tidak memiliki masalah dengan status keluarganya. Ada disaat suka maupun dukanya. Berharap pindahnya ia ke Jogja bisa memulai suatu hal baru. Hidup yang lebih baik. Kembali pada dirinya yang ceria dulu.

Kak Oliv menatap Lyodra dengan tatapan penuh kasih sayang.

"Kamu anak yang kuat dek, kakak tau itu. Jangan pernah ngerasa sendiri ya. Banyak yang sayang sama kamu."

"Duh kok kita jadi mellow gini kak haha. Tenang Kak, Lyodra tau kok membatasi apa yang cukup Lyodra pikirkan dengan kepala dan apa yang harus Lyodra rasakan dengan perasaan juga."

Sekat(a)Rasa #1 Rasa Untuk LyodraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang