"Lo ngapain disini?"
"Bukan urusan lo" jawab Prilly dingin lalu memalingkan wajahnya.
"Inget ya! Lo itu nggak lebih sekedar temennya Ali!"
Luna dengan cepat menarik Prilly sehingga genggaman antara Ali-Prilly terlepas secara paksa.
"Awss, lo kenapa sih?!" tanpa sadar Prilly membentak Luna, tatapannya menajam.
"Gue itu pacarnya! Dan lo nggak berhak buat megang tangan Ali, sadar diri deh!!" jawab Luna tak kalah kasar.
"Oke terserah lo! Tadi dokter bilang apa?" perlahan Prilly mulai melunak, mengalah adalah pilihan terakhirnya.
Luna tersenyum meremehkan lalu menyilangkan kedua tangannya di depan dada.
"Lo budek? Lo itu bukan siapa siapanya Ali, jadi lo NGGAK BERHAK TAU!" bentak Luna diakhir kalimat.
Prilly mengangguk pasrah lalu berjalan menuju pintu IGD, ia memilih melenggang pergi meninggalkan Ali yang terus terusan mengigau memanggil namanya.
"Semoga lo bahagia Li" lirih Prilly lalu berlari keluar dari Rumah sakit.
Hujan kian menderas, petir petir saling menyambar. Namun hal itu tak membuat Prilly meneduh. Ia justru menerobos derasnya hujan.
"KENAPAAA?!!" teriak Prilly di tengahnya derai hujan.
Prilly mendongak, menatap sinis langit yang seakan ikut bersedih.
"Apa gue nggak berhak bahagia?" tutur Prilly yang tetap menatap langit, gelapnya langit tak membuat ia takut.
Lalu tiba tiba sebuah payung menghalaunya dari deras tangis langit. Prilly menoleh saat bahunya di peluk agar mendekat.
"Lo berhak, setiap manusia berhak bahagia Prill" Rasya, lagi dan lagi.
Entahlah, mungkin Prilly kini harus berpaling dari Ali. Rasanya tidak adil jika ia terus terusan merasa sakit.
***
"Nih"
Prilly menoleh disaat sedang sibuknya mengeringkan rambutnya.
"Kopi susu kok" Prilly tersenyum tipis lalu mengambil alih gelas yang berisikan kopi susu itu kemudian menegaknya perlahan.
"Makasih"
Prilly meletakkan gelas tersebut di dashboard mobil Rasya ketika isinya sudah tinggal sedikit.
Rasya terkekeh lalu melanjutkan meminum kopinya, namun kopi hitam.
"Gue harap, gue bisa jadi yang pertama lo panggil disaat lo lagi hancur." tutur Rasya dengan pandangan lurus ke depan.
Prilly terdiam, ia menghela nafas pelan lalu menjawab.
"Gue nggak janji, tapi gue usahain."
Rasya menoleh lalu mengacak acak rambut Prilly gemas.
"Mau makan?"
Prilly melirik jam tangannya lalu mengerutkan keningnya heran.
"Jam sebelas emang masih ada yang buka?"
"Lo lupa kalo sekarang kita lagi di cafe 24 jam?"
Prilly menggaruk tengkuk belakangnya malu, lalu menunduk.
Rasya lagi lagi terkekeh lalu mengajak Prilly masuk ke dalam cafe untuk mengisi tenaga yang sempat terampas tadi.
Prilly pun hanya menurut, lagipula tenaganya sudah habis terkuras karena kejadian tadi.
"Mbak!"
"Iya kak, ada yang bisa saya bantu?"
"Emm, saya pesen nasi goreng pedas sama minumnya lemon tea"
"Oke kak, kalau kakak yang ini?"
Prilly menoleh lalu tersenyum simpul.
"Samain aja mbak"
"Oke nasi goreng pedas 2, serta lemon tea 2. Ditunggu kak"
Rasya dan Prilly mengangguk cepat. Lalu keadaan berubah menjadi hening. Tidak, hanya mereka saja yang hening. Tidak membuka suara sedikitpun.
Sepertinya Rasya memberi waktu sejenak untuk Prilly. Membiarkan Prilly merasa tenang semenjak kejadian yang menimpanya barusan.
"Cinta menurut lo apa Sya?"
"Sebuah perasaan mendadak yang nggak semestinya berjalan sesuai kehendak."
Prilly mengernyit tak paham dengan maksud Rasya. Rasya pun hanya menanggapi dengan tersenyum ringan.
"Lo lagi patah hati kan? Yeah kadang cinta sekonyol itu. Dia datang secara mendadak, menguasai hati dan pikiran kita lalu ia mulai berjalan seenaknya. Tanpa kita sadari, bahwa cinta tak semestinya berjalan sesuai kehendak kita." Rasya menatap lekat Prilly. Menyalurkan rasa terpendam melalui tatapan dalamnya.
"Singkatnya, lo tinggalin rasa yang membelenggu sebelum rasa itu mengakar menjadi sebuah ke-terobsesian belaka"
"Dan lo udah pernah nyoba buat itu?" kini Prilly yang membuat Rasya mengernyit bingung.
"Itu apa Prill?"
"Meninggalkan rasa yang tak semestinya berjalan sesuai kehendak"
Rasya diam, ia pun juga masih enggan meninggalkan rasa itu. Ia akui ia justru terjebak dalam ucapannya beberapa menit yang lalu.
"G-gue.."
Prilly tersenyum tipis ia menyenderkan kepalanya pada kursi.
"Beratkan? Kadang kita juga bisa berbicara panjang lebar, tapi kita lupa bagaimana cara mempertanggung jawabkan ucapan kita."
"Gue setuju sama ucapan lo 100% Sya, tapi apa bisa lo lakuin hal itu?" Prilly menatap Rasya dalam.
Rasya menggeleng cepat lalu melakukan hal yang sama seperti Prilly, menyenderkan kepalanya.
"Kita sama, makasih btw buat kata kata lo tadi. Gue bakal inget terus"
Rasya tersenyum kikuk menanggapi, hingga akhirnya keadaan kembali menghening.
Lalu beberapa saat setelahnya pesanan mereka datang, kemudian mereka melahapnya dengan tenang.
Seusai makan mereka memutuskan untuk langsung pulang dengan Rasya yang mengantar Prilly.
"Gue sayang sama lo.." ucap Rasya pelan saat mereka sudah tiba di rumah Prilly.
Prilly tersenyum manis sebagai jawaban lalu pamit untuk masuk ke dalam rumahnya tanpa membalas ucapan Rasya.
Di lain sisi Rasya hanya dapat menghela nafas lelah, mungkin ia harus mundur.
***
a/n; 750 kata uyey! mengobati kerinduan kalian xixi, oiya btw ini bakal berlanjut ke season 2 maybe^~^ doain aja di season 2 lebih greget dan pastinya fast update, dahla intinya tunggu notifnya🌷
KAMU SEDANG MEMBACA
1. "Prilly! I Love You!" ✓
Fanfiction[COMPLETED] "Prilly! I Love You!" ucap Ali. "Maksudnya?" tanya Prilly. "Hufftt..Kamu mau gk jadi pacar aku?" tanya Ali. "Pacar?! Aku mau banget Li!" jawab Prilly. Written by @Nasywa25_ Amazing cover by @Lalinaaa__ ©PILY 2018