١٣

119K 8.3K 206
                                    

Malam sudah tiba, bulan sudah mulai menampakkan rupanya. Dan aku? Aku hanya bisa menatap nanar ke arah sana. Sejak tadi siang aku sampai di sini, pikiranku terus tertuju kepada Mas Devin. Apalagi di jam seperti ini, Mas Devin biasanya baru pulang bekerja.

Aku memikirkan, siapa yang menyiapkan segala keperluannya? Apa dia bisa menyiapkan air untuk dia mandi sendiri? Apalagi untuk makan. Jika malam itu saja dia menangguhkan egonya dan memintaku memasak untuknya apa dia bisa memasak sendiri sekarang? Apa Karin benar-benar bisa mengurus suamiku? Kalau iya, mungkin Mas Devin tidak dalam kesulitan. Tapi kalau tidak, pasti Mas Devin sedang kelaparan sekarang. Astaughfirrullah, pikiranku benar-benar tidak tenang memikirkannya.

Memang hampir setiap hari Mas Devin membuatku menangis dalam diamku. Entah dari perlakuannya bersama kekasihnya, pembicaraan mesra walaupun hanya lewat sambungan telpon dan kata-kata kasarnya padaku. Aku memang tidak pernah memperlihatkan itu padanya. Sebisa mungkin aku menahan air mataku agar tidak jatuh ketika di hadapannya.

Mas Devin adalah suamiku, dan aku benar-benar menghormatinya sebagai seorang suami. Aku tahu sampai detik ini pun Mas Devin pasti tidak menganggap pernikahan itu ada. Itulah sebabnya, sampai sekarang aku belum berani memperlihatkan auratku padanya. Ya, sampai sekarang Mas Devin belum pernah melihatku tanpa menggunakan hijab.

Hmm, entahlah..

Entah sampai kapan aku harus ada di sini. Bahkan Mas Devin juga tidak berusaha membujuk Mama dan menjemputku pulang. Mungkin itu artinya Karin memang mengurusnya dengan baik, oleh karena itu dia tidak membutuhkanku.

"Kak.. " panggil Delia. Buru-buru aku menghapus air mataku lalu menengok atas panggilannya.

"iya Non?" jawabku.

"eeehhh Kak Fiza, kok masi manggil Non aja sih. Kak Fiza kan sekarang kakak aku juga. Udah dibilangin dari tadi siang juga." sahutnya.

Astaga, aku sampai lupa dengan panggilanku itu. Tadi sore Delia begitu senang ketika melihat aku ada di rumah saat dia pulang sekolah. Dia bertambah cantik sekarang dengan hijab lebarnya. Tentu saja dia tidak tahu apa yang membuatku ada di rumah saat ini. Dia banyak sekali bercerita padaku sama seperti dulu saat aku masih menjadi asisten di rumah ini. Hmm Delia bisa sedikit membantuku melupakan masalah yang ada dengan tingkah lakunya. Tak heran kenapa semua orang menyayanginya termasuk Mas Devin.

"udah ah, makan yuk Kak." ajaknya.

"kamu duluan aja dek. Aku masi kenyang." elakku.

Sebenarnya aku bukan masih kenyang, tapi sedang sangat tidak bernafsu untuk makan. Entah Mas Devin sudah makan atau belum sekarang, dan apa bisa aku makan dengan membayangkan kalau suamiku belum mengisi perutnya?

"ih emang Kak Fiza kapan makan? Prasaan belum makan dari tadi, udah kenyang aja. " ucapnya.

"Kak Fiza tuh lagi cemas mikirin kakak kamu Del." sahut Mama.

"hm? Mikirin Kak Dev?" tanya Delia kemudian.

"yaiyalah, siapa lagi?" jawab Mama lagi.

"oiya, aku sampe lupa tanya kenapa Kak Fiza bisa ada di sini." ucap Delia sambil menatapku.

"Kak Fiza sama Kak Dev lagi berantem ya?" tanya Delia lagi.

"ssttt, udah-udah anak kecil gak boleh ngurusin urusannya orang dewasa. Udah sana kamu nunggu di meja makan aja. " jawab Mama dan Delia pun menurutinya.

Anak itu benar-benar lucu. Dia bilang dia lupa bertanya padaku apa sebabnya aku ada di sini? Iya, karena dia langsung menceritakan kejadian-kejadian apa yang berlangsung dalam hidupnya semenjak aku pindah dari rumah ini. Bahkan dia benar-benar sudah banyak berubah sekarang. Dia sama sekali tidak mau membantah perkataan Mama. Seperti barusan, dia langsung menurut saat Mama menyuruhnya menunggu di meja makan saja. Sangat menggemaskan.

Hafiza (END-COMPLETED) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang