Author pov
"apa? Belanja sendiri gitu maksud kamu?" tanya Dev saat Hafiza meminta ijin untuk belanja hari ini.
"iya Mas. Kok kamu kaget gitu? Kan biasanya juga aku belanja sendiri Mas sama Bu Rina." jawab Hafiza.
"enggak-enggak. Biar Ningsih aja lah yang belanja. Besok tuh aku nggak bisa nganterin kamu sayang. Kerjaan aku di kantor lagi banyak banget." ucap Dev yang membuat Hafiza menautkan alisnya.
"loh kan biasanya juga sama Bu Rina Mas. Kenapa harus nunggu kamu libur? " jawab Hafiza merasa aneh dengan suaminya ini.
"iyaaa, tapi sekarang kan beda sayang. Kalo nanti kamu ketemu lagi sama calon jodoh kamu yang gagal itu gimana? Nggak ah aku nggak mau. Pokoknya Ningsih aja yang belanja." ucap Dev.
Sejak kejadian bulan lalu, Dev memang jadi semakin membatasi Hafiza untuk keluar rumah. Dev akan mengijinkan kalau Hafiza pergi bersamanya. Padahal sejak ada Bu Rina, Dev tidak terlalu mengkhawatirkan istrinya untuk pergi ke suatu tempat. Tapi sejak bertemu dengan Haris, dia jadi over protectif pada istrinya. Sekalipun hanya untuk pergi ke rumah mamanya. Dev selalu memberi banyak wejangan baik pada Hafiza atau Bu Rina ketika istrinya itu harus keluar rumah.
"ya Allah Mas, kamu masih mikirin kejadian itu? Mas, kemarin itu kan aku nggak sengaja Mas ketemu sama Mas Haris. Sebelumnya juga kami nggak pernah ketemu kok Mas. Baru kemarin itu. " elak Hafiza.
Dia merasa suaminya ini terlalu mengkhawatirkan hal yang tidak perlu dikhawatirkan. Hafiza memang benar kalau dia belum pernah bertemu Haris di pusat perbelanjaan tersebut sebelumnya. Baru kemarin mereka bertemu dan entah kenapa takdir Allah mempertemukannya dengan Haris saat Dev yang mengantarnya. Jadi, seperti inilah jadinya.
"iya, kemarin nggak sengaja. Tapi sekarang bisa aja dia sengaja datengin kamu karna tau kamu pernah ke tempat itu. Bukan nggak mungkin dia balik lagi biar ketemu sama kamu kan Za? Pokoknya aku nggak ngijinin kamu belanja sendiri. Biar Ningsih aja." ucap Dev.
Dengan menghela napas, Hafiza mencoba untuk sabar dengan sikap Dev yang menurut Hafiza berlebihan itu. Tapi apa boleh buat, dia tidak akan melanggar larangan suaminya. Jika itu keputusan Dev, Hafiza tidak akan melawannya.
"yaudah kalo itu keputusan kamu Mas. Aku nurut. Biar Mba Ningsih aja yang belanja buat bulan ini yah." ucap Hafiza dengan senyum sambil mengusap lengan suaminya yang masih memasang wajah kesal itu lalu pergi ke dapur.
Tapi setelah itu Dev jadi kasihan melihat istrinya itu. Dia kembali mengingat kalau dia sendiri yang memberikan hak itu pada Hafiza saat akan mempekerjakan Ningsih dan lainnya lagi di sini. Saat itu Hafiza setuju dengan syarat kalau dia sendiri yang akan mengurus semua kebutuhan suaminya walaupun hanya sekadar membuatkan minum saja. Dan syarat yang lain adalah Dev harus mengijinkan Hafiza berbelanja sendiri kebutuhan bulanan mereka. Dan Dev juga dengan mudah menyetujui syarat itu.
Tapi sekarang dia sendiri yang melanggar janji tersebut. Dia merasa terlalu mengekang Hafiza. Istrinya itu adalah perempuan yang sangat baik. Dia adalah istri yang sangat penurut. Tidak pernah sekalipun Hafiza membantah ucapan suaminya. Apapun yang Dev ucapkan, Hafiza selalu menurutinya. Kini semua aktivitasnya pun harus dibatasi karena program hamil yang sedang mereka jalani. Belum lagi, setiap bulan Hafiza harus rutin untuk konsultasi ke dokter bersama Dev. Dan setiap hari Hafiza juga harus rutin minum susu dan vitamin untuk program hamil. Dan sekarang untuk berbelanja yang itupun hanya dilakukan sebulan sekali saja Dev juga tidak mengijinkan hanya karena kecemburuan yang dia takutkan sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hafiza (END-COMPLETED) ✔
Ficción GeneralSeorang anak asisten rumah tangga menikah dengan anak majikannya? Apakah itu mungkin? Hmm.. Inilah cerita dari sepasang suami istri yang menikah karena perjodohan. Perjodohan yang tidak lazim yaitu antara seorang anak asisten rumah tangga dengan...