١٨

138K 8.5K 342
                                    

Aku sedang terburu-buru mencari taxi untuk pulang ke rumah. Ya, hari ini selama kurang lebih dua minggu di rumah sakit akhirnya aku pulang ke rumah. Ini semua karena Mas Devin meminta aku memasak untuknya. Dia bilang makanan rumah sakit tidak enak. Tapi walau bagaimanapun harusnya Mas Devin memakannya. Bukannya aku tidak mau memasak untuknya, tapi kalau sampai ketahuan oleh dokter apa ini tidak akan menjadi masalah? Sudahlah, daripada Mas Devin tidak mau makan sama sekali. Semoga saja dokter tidak berkunjung ketika Mas Devin makan.

Setelah selesai memasak menu yang diinginkan Mas Devin aku segera kembali ke rumah sakit lagi. Dia menginginkan menu yang kemarin dia bawa untuk bekal saat pergi bersama Karin. Katanya dia masih belum sempat memakannya dan tiba-tiba sudah kecelakaan hingga membuatnya belum memakannya. Aku tidak menyangka sampai seperti itu Mas Devin ingin memakan jerih payahku memasak. Padahal dulu untuk sekadar melihatnya saja dia enggan.

"itu masakan yang gue minta waktu gue mau pergi ya Za?" tanya Mas Devin langsung duduk ketika aku membuka kotak makan di samping ranjangnya.

"iya Mas." jawabku.

Aku memutuskan menyuapi Mas Devin karena ku pikir tangannya masih sakit. Suapan demi suapan masuk ke mulutnya. Sepertinya Mas Devin benar-benar lapar sekarang.

"makasih ya.." ucap Mas Devin tiba-tiba membuatku langsung menengok padanya.

"makasih lo masih mau ngurusin gue." lanjutnya menatap dalam mataku.

Jujur aku jadi salah tingkah dipandang seperti itu oleh Mas Devin. Sebelumnya tidak pernah dia melakukan ini.

"gak perlu bilang makasih Mas. Ini sudah kewajiban saya." jawabku.

"hm, bahkan orang yang gue selametin aja sama sekali gak ke sini apalagi sampe ngurusin gue kayak lo ngurusin gue sekarang." jawabnya lagi.

Aku terdiam mendengar ucapan Mas Devin. Sepertinya tanpa kuketahui, dia sangat kecewa karena kekasihnya tak datang menjenguknya. Aku tahu kehadiranku tak ada artinya apalagi menggantikan kehadiran Karin untuk Mas Devin. Tapi aku bisa apa?

"apa saya perlu hubungi Karin Mas? Biar saya__"

"sini-sini biar gue sendiri aja, kelamaan lo nyuapinnya. Gak tau apa gue laper lo?" potong Mas Devin lalu merebut piring di tanganku lalu melahap makanannya sendiri.

Sekarang bagaimana? Apa aku harus benar-benar menghubungi Karin? Tapi aku tidak mempunyai nomornya. Dan lagi, Mas Devin bisa saja menghubunginya sendiri bukan? Bahkan kemarin dia sudah menghubungi rekan-rekan bisnisnya. Kenapa tidak dengan Karin? Atau Mas Devin sudah menghubunginya tapi Karin mengabaikannya dan itu sebabnya Mas Devin jadi terlihat lebih kecewa sekarang?

"permisi.. " ucap dokter masuk ke ruangan Mas Devin.

Astaga, bagaimana ini? Sekarang Mas Devin masih lahap menyantap makanannya. Bahkan dia sama sekali tidak merasa bersalah ketika melihat dokter masuk ke sini. Dan malah melanjutkan makan dengan percaya dirinya.

"ehm dok, ini.. ehm.. "

"sudah ngga pa-pa, kalau Pak Dev nya masih makan bisa saya bicara sebentar dengan anda?" tanya dokter padaku.

Akupun melihat ke arah Mas Devin yang masih menikmati makanannya itu. Akhirnya aku mengikuti langkah dokter Arman keluar ruangan.

Hafiza (END-COMPLETED) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang