١٥

121K 7.4K 149
                                    

Aku hanya bisa menatap suamiku yang tengah bersiap-siap sekarang. Ya, dia benar-benar akan pergi. Padahal aku tahu dia masih sakit, tapi dia tetap pergi demi menuruti kemauan kekasihnya. Hm, tentu saja keinginan kekasihnya itu akan lebih didengar daripada ucapanku.

"udah?" tanya Mas Devin setelah aku menyiapkan beberapa keperluannya.

Ya, walaupun aku tidak menyetujui kepergian Mas Devin ini tapi tetap saja aku menyiapkan apa yang dia butuhkan selama pergi bersama kekasihnya nanti. Sesak rasanya membayangkan suamiku akan menghabiskan waktu bersama kekasihnya dan parahnya aku sendiri yang menyiapkan keperluannya.

Sejak kemarin semakin lama perasaanku semakin tidak enak. Bahkan semalam aku tidak bisa tidur nyenyak karena memikirkan kepergian Mas Devin hari ini.

"Mas, perginya gak bisa diundur? Saya minta maaf Mas, saya lancang. Tapi dari kemarin perasaan saya gak enak apalagi kondisi Mas Devin kan lagi gak baik. Saya mohon Mas, tolong jangan hari ini." jawabku.

"lo__"

"saya tau Mas, pernikahan ini karena keterpaksaan. Tapi tetep aja saya seorang istri." jawabku memotong ucapannya.

Sepertinya Mas Devin hampir marah. Tapi aku berani menghadapi kemarahannya asal dia mau untuk membatalkan kepergiannya hari ini.

"ckk, udahlah gak usah lebay Za. Gue gak pa-pa." ucapnya akhirnya.

"udah sini." lanjutnya.

"biar saya aja yang bawain Mas." ucapku. Aku benar-benar hanya bisa berdoa semoga suamiku baik-baik saja.

Aku lalu mengikuti langkahnya sampai ke depan pintu. Setelah itu Mas Devin meminta tasnya. Seperti saat akan berangkat bekerja aku mengulurkan tangan kosongku.

"ck, lagi? Kan gue gak mau berangkat kerjaaa.. " ucap Mas Devin yang entah kenapa jadi terdengar lucu di telingaku.

"saya cium tangan Mas Devin bukan karna Mas Devin mau berangkat kerja. Itu karna__"

"iyaa.. ya.. ya... Nih.. Nih.. " ucapnya memotong perkataanku.

Kulihat ada taxi datang saat aku memberikan tas yang berisi pakaian pada Mas Devin. Ya, siapa lagi kalau bukan Karin. Aku tidak tahu kalau dia yang ke sini, bukannya Mas Devin yang menjemputnya.

"Karin? Kok kamu malah ke sini? Bukannya aku yang jemput?" tanya Mas Devin setelah Karin turun dari taxi.

Hm, semoga ini bukan suudzon. Tapi sepertinya dia sengaja ke sini untuk membuatku cemburu.

"ya biar cepet aja sayang. Lagian aku juga udah siap dari tadi." jawabnya.

"oh gitu. Yaudah deh gue pergi sekarang." ucap Mas Devin beralih padaku.

"hati-hati ya Mas." jawabku sambil menyerahkan beberapa kotak makan yang sudah kujadikan satu dalam satu wadah.

Ya, Mas Devin memintaku memasak untuknya makan seharian ini dengan menu berbeda di setiap jam makannya. Pagi ini dia sudah sarapan di rumah dan untuk makan siang dan malam ini dia memintaku memasak menu lain lagi. Sungguh aku tidak keberatan atas permintaannya itu. Tapi jujur aku sedikit terkejut ketika Mas Devin mengatakan keinginannya itu. Dia akan pergi bersama kekasihnya tapi ingin membawa masakanku. Terasa aneh bukan?

"tunggu-tunggu, apa-apaan nih?" sahut Karin melarang Mas Devin menerima wadah yang berisi kotak makan itu.

"ini? makanan, makanan aku. Emangnya kenapa sayang? " ucap Mas Devin.

"makanan? Kamu mau bawa makan dari rumah Dev?" ucap Karin terkejut. Hm, mungkin dia sama terkejutnya denganku.

"iya." jawab Mas Devin.

Hafiza (END-COMPLETED) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang