٢٣

121K 7K 98
                                    

"kamu nggak makan dulu Mas?" tanyaku pada Mas Devin.

"ntar sayang." jawabnya.

Hari ini dia pulang terlambat, dan begitu sampai rumah Mas Devin langsung mandi dan kembali bergelut dengan pekerjaannya padahal wajahnya terlihat sudah sangat lelah sekali. Entah aku yang tidak tahu atau memang Mas Devin sering membawa pekerjaan ke rumah. Pasalnya, sejak kami ada dalam satu kamar Mas Devin tidak pernah membawa pekerjaannya ke rumah. Yang jelas, hari ini dia membawa pekerjaannya pulang sampai-sampai belum makan sekarang.

"emang kamu nggak laper Mas?" tanyaku lagi karena tidak biasa melihat Mas Devin yang tidak menyentuh makanannya sepulang bekerja.

"ya laperlah, pake nanya sih kamu." jawabnya.

Aku bergegas ke dapur mengambilkan makanan untuk Mas Devin. Dia lapar tapi matanya masih saja dipaksa fokus pada pekerjaan.

Aku duduk di sampingnya lalu menyuapinya. Mas Devin tersenyum melihatku. Aku tidak mau Mas Devin mengabaikan rasa laparnya karena pekerjaan.

"hm.. " ucap Mas Devin setelah menerima suapan pertamanya.

Sesekali aku mengusap sisa makanan yang tertinggal dibibirnya. Karena terlalu fokus pada laptopnya, dia sampai tak memperhatikan sendok yang akan masuk ke mulutnya.

"istirahat aja Mas kalo udah capek, jangan dipaksa." ucapku karena Mas Devin tak kunjung menyelesaikan pekerjaannya itu. Padahal ini sudah pukul sebelas malam.

"bentar sayang, ini masih banyak nih. Buat meeting besok pagi soalnya. Jadi aku harus selesain sekarang juga." jawabnya.

Akhirnya aku hanya bisa menunggu dan menemaninya. Aku tahu dari awal kalau Mas Devin itu tipe orang pekerja keras. Sejak awal aku bisa melihat itu dari dirinya. Tapi aku jadi tidak tega saat melihatnya bekerja keras hingga larut malam begini.

"sebenarnya kamu tuh cari apalagi sih Mas?" tanyaku.

"hm? Maksud kamu?" tanyanya bingung.

"ya kamu kan udah punya semuanya Mas. Rumah, mobil, uang. Semuanya kamu udah punya, tapi kamu masih kerja keras kayak gini sampe bawa kerjaan pulang." ucapku.

"emm gitu? Kamu tuh cemburu ya karna aku bawa kerjaan ke rumah hm? Jadinya aku nyuekin kamu. Iya kan? Ngaku aja deh. Sini-sini, aku bisa kok sambil peluk kamu walapun masih kerja." jawabnya.

Mas Devin itu memang suka sekali membuat lelucon macam ini. Aku sedang serius tapi Mas Devin masih saja bercanda. Dia itu suka sekali menggodaku dengan jawabannya yang melantur seperti barusan ketika aku bertanya.

"Maaaas... " ucapku gemas.

Mas Devin itu benar-benar tidak bisa membedakan saat aku sedang bertanya serius padanya atau sedang becanda.

"iya-iya. Aku tau kok maksud kamu. Ya aku nggak cari apa-apa lagi sayang. Kamu bener, aku udah punya segalanya. Bahkan hidup aku sekarang rasanya lebih lengkap lagi karna ada kamu dalam hidup aku. Tapi perusahaan aku itu aku bangun dari nol. Aku cuman nggak mau perusahaan aku potensinya menurun. Dan meeting besok itu salah satu cara buat majuin perusahaan aku. Hm? Lagian aku juga jarang-jarang kok bawa kerjaan ke rumah. Jadi kamu nggak usah khawatir oke? " jelasnya.

Aku pun hanya bisa mengangguk mendengar penjelasan Mas Devin itu. Aku tidak tahu seberapa besar kerja keras dan pengorbanannya membangun perusahaannya hingga sampai sebesar ini. Aku juga tidak mengerti apa-apa tentang bagaimana dia bisa lebih memajukan perusahaannya. Aku hanya bisa berdoa dan mendukungnya dengan terus ada disampingnya.

Saat aku kembali dari dapur untuk mengambil minuman untuknya, kulihat Mas Devin sudah tertidur dengan kepalanya yang bersender di meja. Kasihan Mas Devin, dia pasti sangat lelah.

Hafiza (END-COMPLETED) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang