03. Tari kok gitu?

241 89 67
                                        

Nelen cireng pas lagi panas panasnya itu sebelas dua belas sama ditinggal pas lagi sayang sayangnya.
Perih,seret,pengen nangis aja,campur aduk pokoknya.
.
.
.

"Mau ketemu calon mertua lagi enggak Rum?" tanya Bian setengah mengejek. Rumi hanya mendegus kesal mendengarnya.

Bagaimana tidak? Kemarin Rumi diceramahi walau tidak terlalu panjang oleh Bunda Bian. Ya emang salah Rumi sih yang suka bercanda diwaktu yang tidak tepat.

"Abis ini mampir kerumah gue lagi mau ya?" Bujuk Bian sambil menarik tangan Rumi kedalam gengamannya.

Saat ini mereka berdua tengah berada di taman dekat sekolah. Bian dengan tangannya yang bebas mengenggam tangan Rumi, sementara Rumi tengah memakan cireng dengan hebohnya.

"Aduhhh duhh panas Bi," teriak Rumi cukup heboh sambil menepuk-nepuk tangan Bian kasar.

"Yah Bi." Bian yang merasa dipanggil dengan suara yang sangat lemah itu berpaling menatap Rumi.

"Kenapa?" tanya Bian sedikit kawatir karena melihat raut memelas di wajah Rumi.

"Cirengnya panas. Mau gue kunyah gak sempet. Mau gue keluarin dari mulut sayang. Gue telen deh," ungkap Rumi dengan tangan yang mulai sibuk dengan plastik berisi cireng miliknya.

Bian? Saat ini laki laki itu sudah tertawa dengan sangat lepas. Ada enggak sih orang yang lebih aneh dan bikin pengen muntah selain Rumi.

Setelah tawanya reda Bian menyentil kening Rumi lumayan keras.

Rumi yang masih fokus pada cirengnya, padahal baru saja terjadi tragedi tertelannya cireng tanpa kunyahan itu tak bereaksi apapun saat bian menyentil keningnya.

"Seenak apa sih cirengnya sampek gue dianggurin kayak gini?"

"Lebih enak dari ceramahan maut Bunda elo." Lagi lagi Bian dibuat tertawa oleh Rumi.

Tangannya mengacak pelan puncak kepala Rumi.

"Mau ketemu bunda lagi?" tanya Bian beralih ketopik utama.

Rumi mengalihlan pandangannya kearah Bian. Berpikir sebentar, yang padahal tidak ada hasilnya. Masih ingat kan? Otak Rumi loncat dari motor Bian kemarin sore.

"Asal disuguhin makanan yang buanyak. Gimana?" tawar Rumi sambil memasang cengiran yang dirasa dapat meluluhkan hati sang kekasih.

"Kam makan mulu ya yang elo pikirin. Liat tuh bumbu cirengnya sampek rata satu muka." Bian menggelengkan kepalanya heran. Bisa yaa dia suka sama cewek aneh macam gadisnya ini.

"Bersihin," ucap Rumi sambil memajukan wajahnya. Bian hanya pasrah saja. Mengambil sapu tangan di saku jaketnya, lalu membersihkan noda membandel diwajah Rumi.

***

"Kamu cantik Rumi."

Rumi yang tengah berusaha menghabiskan keripik kentang yang disuguhkan di rumah Bian tiba-tiba merasa jantungnya berhenti berdetak.

Ini Rumi dipuji cantik loh. Rumi. Cantik. Bian bisa tiarap di tempat kalau gini.

"Bian?!" teriak Rumi menggelegar seperti di rumah sendiri.

Saat ini Rumi berada di teras rumah Bian, sementara sang empunya rumah tengah di dalan entah sedang melakukan apa. Dan untungnya Ibunda Bian tercinta tengah arisan sore ini.

"Apa sayang?!" balas Bian dengan berteriak juga.

"Sukuran yuk!" Ajak Rumi sambil tersenyum dengan cukup lebar.

ARBIANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang